Ilustrasi. (IST) Penembakan di Tanah Papua (foto, WK/SCK) |
Jayapura, 5/11—Ketua Dewan Adat Papua wilayah La-Pago,
Lemok Mabel menilai rentetan penembakan dengan alasan GPK atau OPM di
kabupaten Puncak Jaya bagian dari proses pemusnahan rakyat Papua. OPM
menjadi alasan pemerintah melegalkan pembunuhan manusia Papua.
“Peristiwa penembakan ini bagian dari cara pemusnahan etnis,” tutur
Lemok Mabel mengomentari kontak senjata yang menewaskan Kiwo Talenggen
yang terkena peluru anggota Yonif 753 di jalan Ampera, tepatnya di depan
Kantor Distrik Kota Lama, Mulai kabupen Puncak Jaya, Senin (4/11) .
Menurut Lemok, kekerasan itu tidak akan menyelesaikan persoalan.
Persoalan malah makin menumpuk. Luka-luka terus bertambah besar. “Kalau
luka terus menerus, sangat sulit kita sembuhkan,” tuturnya kepada
tabloidjubi.com, di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Selasa (5/11).
Kalau mau menyesaikan persoalan, menurut Lemok, pemerintah mestinya
menangkap, menyeret orang-orang yang diangap bersalah ke hadapan hukum.
“Tangkap lebih baik daripada menembak. Yang tertembak itu tidak bisa
memberikan kesaksian atas tuduhan yang dituduhkan kepada korban,”
tuturnya.
Kasus yang terjadi di Puncak Jaya dengan korban Kiwo Talenggen yang
disebut pelaku perampasan pistol FN 46 milik Kapten Logo sulit
dipercaya. “Alasan ini sangat sepihak. Kita tidak bisa percaya itu.
Kalau itu benar, pemerintah tangkap saja untuk membuktikannya,”
tegasnya.
Pria mantan pilot ini mengusulkan pemerintah mencari gaya baru untuk
penyelesaian persoalan Papua dari yang ada sekarang. “Pemerintah harus
merubah sikap, merubah kebijakan,” tegasnya.
Pemerintah pernah mempunyai sikap penyelesaian masalah Papua melalui
dialog. Pemerintah tinggal mengkongkritkan dialog demi kehidupan yang
damai di Papua. “Pemerintah harus wujudkan wacana dialog,” tutur Wilem
Rumasep, ketua Pelaksana Haria, Dewan Adat Papua. (Jubi/Mawel)
Sumber : www.tabloidjubi.com
0 komentar :
Posting Komentar