Long march AMP dari Asrama Papua menuju tik nol. Foto: MS |
Yogyakarta – Puluhan pemuda, masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua
(AMP) turun jalan melakukan aksi damai sebagai bentuk penolakan
terhadap 33 Daerah Otonomi Baru (DOB), 3 provinsi dan 30 lainnya
kabupaten/kota di tanah Papua.
Aksi damai dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) diawali dari Asrama Mahasiswa Papua, jalan Kusuma Negara. Massa yang diperkirakan ratusan orang melakukan long march ke titik nol (di depan kantor pos) Yogyakarta Senin (4/11/2013) siang.
Mengenakan pakaian berwarna hitam
sebagai duka dan merah sebagai bentuk darah yang terus berlumuran di
papua akibat pemekaran yang membludak. Sepanjang perjalanan, massa aksi
dari wilayah Jawa tengah yang meliputi Yogyakarta, Solo dan Semarang
diiringi dengan beberapa yel-yel diantaranya, Papua Merdeka, Tolak Pemekaran dan tarik Militer dari Papua.
Massa aksi juga membentangkah 2 buah spanduk yang bertuliskan
“Negara Bertanggung Jawab atas Kejahatan Terhadap Kemanusiaan di Papua” serta spanduk lainnya bertuliskan “Referendum Now for West Papua“
selain kedua spanduk, dalam aksi ini massa aksi dari AMP juga membawa belasan poster berukuran A2.
“Pemekaran memisahkan orang Papua, Pemekaran juga memisahkan mama-mama Papua, Pemekaran memisahkan mahasiswa Papua, ini jelas. Mereka secara terang-terangan memisahkan kita. Orang Papua semakin habis, pendatang semakin hari semakin meningkat di Papua,”
kata Alfridus Dumupa dalam orasinya.
“Hari ini terjadi pembantaian, terjadi pergeseran budaya, kami tidak pernah diam, untuk bicara yang benar atas hak-hak kami. Pemekaran hanya semata-mata untuk mendatangkan transmigrasi dan TNI/Polri guna mendiskriminasi orang Papua, Negara harus buka mata,”
ungkap Hery orator lainnya.
Sementara itu juru bicara aksi Mapen David kepada majalahselangkah.com mengatakan Pemekaran di Papua hanya kepentingan semata. Orang Papua tidak meminta pemekaran, namun, Negara memaksakan pemekaran itu di Papua.
“Maraknya pemekaran di Papua, secara tidak langsung kami ini menuju pada titik kepunahan. Itu hanya kepentingan NKRI sendiri terhadap tanah Papua, karena tidak ada evaluasi dalam pelaksanaan daerah otonomi baru di Papua, sehingga kami melihat ini merupakan sarat kepentingan dari pusat terhadap Papua,”
ungkapnya di sela-sela aksi.
“Kami melihat dengan jumlah penduduk di Papua itu sendiri saat ini sangat minim dibandingkn penduduk pendatang dari luar Papua, sekarang dimekarkan 33 pemekaran baru lagi, apakah itu layak?”
tanyanya.
Mapel juga menambahkan, dalam UU sudah
mengatakan layak dimekarkan apabila dalam satu wilayah jumlah
penduduknya minimal 60.000 jiwa. Namum di Papua tidak mencapai.
“Ini sama halnya dengan melanggar undang-undang yang dibuatnya sendiri dan dalam hal ini kami melihat bahwa ada kepentingan yang dimainkan dalam pengesahan pemekaran itu. Hadirnya kabupaten akan menambah jumlah pasukan di Papua dan akan terjadi Daerah operasi Militer (DOM) serta masyarakat asli akan terus terpinggirkan.”
Menurutnya, Pemekaran tidak membawa kesejahteraan bagi Papua tetapi itu akan menjadi pintu konflik bagi rakyat Papua menuju pemusnahan etnis melanesia.
“Sekarang saja penduduk asli menjadi minoritas di Papua, apalagi membuka daerah otonomi baru akan menambah penduduk dari luar Papua dan penduduk asli tetap akan menjadi minoritas di atas tanahnya sendiri bahkan semakin termarginalkan,”
kata David mengkritik.
Bukan hanya itu, massa aksi juga mendesak pemerintah rezim SBY-Boediono menarik militer dari Papua dan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk Papua. (MS/Mateus Ch. Auwe)
SUMBER:www.majalahselangkah.com
0 komentar :
Posting Komentar