News
Loading...

Mahasiswa Jurusan Pemerintahan, Mengkritisi Pemekaran di Papua

YOGYA. TIMIPOTU NEWS. Pemekaran di Papua sama halnya dengan “Jakarta panen buah semangka pada musim kemarau” yang sebetulnya tidak menghasilkan buah. Itulah hasil diskusi lepas; Jurusan pemerintah daerah JATENG pada, Senin/04/11/2013.

Melihat fakta yang terjadi di bumi Papua bahwa, pemekaran kabupaten di Papua terus bertambah dalam sekejap mata. Hal ini terjadi karena alasan pemerintah pusat demi kesejahtraan Papua. Kata Roki seorang mahasiswa UGM dalam mengawali disuksi.

Pemerintah pusat lanjut Roki, dengan seenaknya memberikan pemekaran Kabupaten di bumi Papua dalam jumlah banyak dengan alasan yang menurut saya tidak benar. Kabupaten yang sudah ada saja tidak memberikan kesejahtraan selama beberapa tahun Papua berada dalam NKRI. Katanya.

Yang menjadi pertanyaan besarnya adalah; apakah pemekaran itu hasil keputusan dari seluruh Orang Asli Papua ataukah pemekaran datang hanya melalui orang-orang tertentu yang ada jaringan khusus dengan pemerintah pusat?. Sementara itu, yang menjadi pertanyaan lain adalah; untuk siapa pemekaran di bumi Papua yang datang bertubi-tubi itu? Tanya Roki dalam kebingungan atas Pemekaran Papua.

Kedua pertanyaan diatas ini tidak hanya dimunculkan begitu saja tetapi ada sesuatu masalah yang menyebabkan sehingga muncullah kedua pertanyaan tersebut. Apa masalahnya? Fakta telah mengatakan dengan jelas bahwa; pemekaran kabupaten dan provinsi di Papua datang melalui orang-orang yang hanya mencari nama di Jakarta tanpa melihat dan mendengar suara hati dari Orang Asli Papua yang sebagai pemilik tanah Papua. Tutur Roki.

Setelah pemekaran itu datang di Papua, siapa yang akan menduduki jabatan dalam birokrat? Jawabannya tidak terlepas dari pengalaman nyata bahwa bukan orang Asli Papua yang menjadi birokrat tetapi hanya ditutupi oleh orang-orang pendatang.

Lanjut, Apa yang terjadi setelah adanya pemekaran di bumi Papua? Yang terjadi adalah, Orang Asli Papua menjadi termarginal diantara langkah-langkah kaki kapitalis dalam birokrat maupun dalam dunia kewirausahaan. Sementara itu, orang Papua juga menjadi minoritas diatas tanah Papua sebagai tanah leluhur mereka. Teran Roki.

Selain itu, salah satu mahasiswa UIN Yogyakarta; Jhoni, kembali mempertegas bahwa; kalau kita jujur, orang Papua termarginal bukan karena malas untuk kerja namun bersamaan dengan pemekaran; Negara juga mengirim militer yang disetting dengan berbagai cara yang ujung-ujungnya mempraktekkan penjajahan di bumi Papua. Kemiskinan yang semakin meningkat di bumi Papua bukan karena orang Papua malas untuk bekerja namun terjadi karena system Negara Indonesia yang tidak pro terhadap masyarakat Papua Ras Melanesia. Tegas Jhoni.

Dalam keasikan diskusi, “Donatus B. Mote” yang diwakili dari kampus APMD Mengatakan; Jakarta “Indonesia” ini selalu saja membuat hal yang aneh-aneh terhadap alam dan manusia Papua. Setelah OTSUS gagal di bumi Papua, Jakarta memberikan UP4B dan sekarang UP4B pun masyarakat telah menolak. Setelah OTSUS dan UP4B gagal, sekarang Jakarta bersama orang-orang Papua yang terdaftar di Jakarta itu mulai mencoba dengan OTONOMI PLUS dalam bentuk pemekaran Kabupaten dan provinsi. Hal ini sangat aneh dan kelihatannya sangat lucu. Kata Donatus sebagai mahasiswa Jurusan Pemerintahan.

Sebenarnya orang Papua sama sekali tidak membutuhkan pemekaran kabupaten dan privinsi tetapi, pemerintah pusat masih saja memaksa orang Papua harus terima pemekaran tersebut. Pemekaran di Papua sama halnya dengan “ketika seorang anak minta makan kepada ibunya tetapi ibunya memberikan batu”. Kata Donatus.

Lanjut Mote, sebelum pemekaran kabupaten dan provinsi ada di Papua; Orang Asli Papua hidup dengan sejahtra. Namun, setelah pemerintah pusat dengan senyuman dibalik maksud tertentu dalam pemekaran yang diberikan itulah yang menyebabkan orang Papua tidak sejahtra. Hal ini terjadi karena dalam pemekaran itu, pemerintah pusat mengirim ribuan militer yang diselimuti oleh Negara untuk mempraktekkan wujud-wujud penjajahan terhadap orang Papua ber-ras Melanesia. jelas Mote, mahasiswa Papua yang kuliah di Yogyakarta.

Dalam kesempatan yang sama, “Rehabeam” seorang mahasiswa jurusan Pemerintahan di UGM mengatakan; seharusnya kita Negara Indonesia bersyukur atas Ras Melanesia yang masih hidup bersama-sama kita dalam NKRI. Negara harus melindungi Ras Melanesia dalam Negara Melayu. Jangan jadikan pemekaran kabupaten itu untuk pintu masuk militer yang ujung-ujung penjajahan terhadap ras Melanesia, Pengurasan kekayaan alam, dan lain sebagainya. Tegas Rehabeam lelaki asal Surabaya.

Lanjut, tidak salah, kalau ada orang Papua yang mengatakan dengan nada sekeras-kerasnya untuk “PAPUA MERDEKA” karena disana fakta masih menuntut kita bahwa; bukannya Negara memberikan pemekaran di bumi Papua tetapi Negara mencairkan militer yang mengarah pada pengisapan SDM, pengurasan kekayaan Alam, dan penjajahan terhadap Ras Melanesia. Kata Rehabeam dalam penyesalan atas Negara yang sedang asik memetik dosa-dosa politik di bumi Papua.

Di akhir diskusi selama dua jam langsung, forum menyimpulkan bahwa, pemekaran di Papua bagaikan, Jakarata panen buah Mangga pada musim kekeringan. (Bidaipouga)/http://timipotu.blogspot.com/2013/11/mahasiswa-jurusan-pemerintahan_8883.html

Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar