Gustaf Kawer, aktivis HAM dan pengacara
senior di Jayapura, Papua (Foto: tabloidjubi.com)
|
Jayapura — Penahanan terhadap 15
koordinator mahasiswa yang melakukan demonstrasi di Sekretariat Majelis
Rakyat Papua (MRP), bahkan di Kampus Universitas Cendrawasih (Uncen)
dinilai sebagai upaya pembunuhan demokrasi di Tanah Papua.
Demikian penegasan Gustaf Kawer, salah satu pemerhati HAM di Papua, ketika ditemui wartawan suarapapua.com, kemarin, Kamis (06/11/2013) sore di Jayapura, Papua.
Bahkan, lanjut Kawer, terkesan ada konspirasi besar yang dimainkan
untuk menekan kebebasan berekpresi dari masyarakat di Tanah Papua.
“Ada konspirasi untuk menekan kebebasan berekpresi di Tanah Papua,
ini sebagai suatu pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah
Papua,”ungkapnya.
Kata lelaki yang pernah mendapat penghargaan internasional dibidang
hokum dan HAM ini, apa yang dilakukan oleh Mahasiswa dan masyarakat
dalam rangka menolak Otonomi Khusus Plus, merupakan aspirasi dari
masyarakat, seharusnya pemerintah, termasuk lembaga yang yang disebut
mewakili masyarakat seperti MRP dan DPRP menerimanya.
“Jangan malah mengijingkan aparat keamanan untuk menghadapi
masyarakat, seperti yang terjadi di kantor MRP kemarin. Sikap seperti
ini bukan mewakili masyarakat Papua.”
“Seharusnya MRP lebih bijak untuk menerima aspirasi dari masyarakat
asli Papua, kami patut mempertanyakan kredebelitas dari MRP, sebagai
lembaga cultur masyarakat asli Papua atau para-para adatnya orang Papua,
atau lembaga apa ini?,”terangnya.
Kawer juga mengatakan, bahwa kondisi terkait konspirasi untuk menekan
kebebasan berekpresi selain melanggar Undang-Undang Dasar 1945, juga
melanggar Undang-Undang Kebebasan Ekspresi, disatu sisi posisi Indonesia
di dunia internasional saat ini selalu menjadi sorotan internasional,
banyak kampaye diluar negeri soal posisi HAM dan demokrasi yang sudah
mendapat simpati dari dunia internasional.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan maka citra Indonesia di mata dunia
internasional akan semakin buruk. Terkesan ada kemunduran demokrasi di
Tanah Papua, kami kembali ke masa orde baru, segala sesuatu menggunakan
kekerasan, ini menandakan sulitnya kebebasan berekpresi di Tanah
Papua,”tukasnya.
Karena itu, Kawer berharap pemerintah Pusat, Provinsi Papua, bahkan
MRP dan DPRP dapat membuka diri, menerima masukan dari masyarakat, sebab
apa yang dikehendaki oleh masyarakat, itulah yang dijalankan, bukan
memaksakan kehendak kepada masyarakat Papua.
Sebelumnya, 15 orang mahasiswa, termasuk Ketua BEM Fisip Uncen, Yason
Ngelia ditangkap oleh aparat kepolisi di Depan Kampus Uncen, dan
beberapa lagi di depan Kantor MRP, Kotaraja.
Hingga saat ini, Ketua BEM Fisip Uncen, Yason Ngelia telah ditetapkan sebagai tersangka, karena di duga melakukan tindak pidana.
SEM MIRINO
Sumber : www.suarapapua.com
0 komentar :
Posting Komentar