Ilustrasi Manusia yang dibunuh semacam hewan oleh Pemerintah Indonesia |
By : Felix
Minggus Degei
Ide untuk menulis tulisan ini muncul ketika kami melakukan
diskusi kecil dengan beberapa teman di Denpasar Bali. Tepatnya, malam Minggu 24
Agustus 2013, sekitar pukul 22:00 (WITA). Saya beserta beberapa teman asyik
diskusi tentang mahalnya harga barang di Papua. Dalam diskusi panas tersebut
ada dua orang non Papua yang bersama dengan kami. Sehingga, perbandingan harga
antara Jawa-Bali dengan Papua pun berjalan dengan lancar.
Di sela-sela perbincangan kami, salah satu teman yang non
Papua bertanya kepada, saya; "Jika memang
demikian, di Papua sebenarnya harga barang apa yang murah...?" Saya
menjawab: "Mas, di Papua barang yang
paling murah meriah, bahkan seakan tak bernilai saat ini adalah 'NYAWA MANUSIA". "Aaah..., yang benar saja, " ujarnya dengan raut wajah yang kurang yakin.
Lalu, saya menjawab untuk meyakinkan dia; "Mas, soalnya di Papua itu banyak
terjadi pembunuhan yang tersistematis baik secara fisik maupun secara psikis
yang seakan harkat, martabat dan derajat manusianya tidak dihargai. Padahal,
secara teologis kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling
mulia. Ingat kita adalah gambaran Allah Sang Pencipta itu sendiri."
Mendengar jawaban tersebut, ia pun terdiam sejenak. Lalu, beberapa
menit kemudian, ia pun mengarahkan pembicaraan kami dengan topik yang lain
yakni tentang kekuatan tim sepak bola kebanggaan Orang Papua yakni Tim Jenderal
Bintang Empat Persipura Jayapura Papua.
Ada beberapa alasan, mengapa penulis merasa "Nyawa Manusia"
di Papua seakan menjadi harga barang yang murah, bahkan seakan tidak bernilai.
Penulis memberikan beberapa contoh kasus pembunuhan Manusia
Papua yang pernah terjadi. Meskipun, di sana terjadi banyak pembubuhan yang
tidak terungkap. Ibarat Gunung Es (Iceberg)
yang belum terungkap sepenuhnya dari sekian banyak perlakuan pelanggaran HAM
yang sudah dan sedang terjadi di Papua. Akan tetapi, semoga sedikit ulasan
contoh aksi-aksi tersebut memberikan pemahaman dan konsep yang benar tentang
apa saja yang sebenarnya sudah dan sedang terjadi di Papua selama ini.
Secara umum, penulis membagi dalam dua bentuk penghabisan
nyawa manusia di Tanah Papua secara tersistematis. Pertama; Pembunuhan Manusia Papua secara Fisik (badani) dan Kedua; Pembunuhan Manusia Papua secara
Psikis (Jiwani).
Pembunuhan
Manusia Papua secara Fisik (Badani)
Salah satu aksi penghabisan nyawa Manusia Papua secara
sewenang-wenang adalah dengan mengancam manusia pada aspek badaninya. Dengan
aksi tersebut tentu akan mengurangi jumlah kuantitas populasi manusia secara
mortalitas.
Contoh Kasus Pertama: Aksi-aksi pembunuhan
secara fisik yang dilangsungkan secara sistematis oleh Militer Indonesia terhadap
Orang Asi Papua. Salah satu contoh pembunuhan yang dilakukan pertama kali
adalah terhadap Arnold Clemens Ap. Ia adalah seorang Antropolog pertama juga
penggagas hadirnya Group Lagu Mambesak di Tanah Papua.
Berdasarkan sumber dari beberapa media mengungkap bahwa ia
sesungguhnya ditangkap oleh dua anggota pasukan baret merah dari Kopassandha
(kini Kopassus), satuan elit yang telah melancarkan operasi-operasi khusus di
Papua Barat saat itu. Untuk mengetahui berita lengkapnya, dapat dibaca dan
diikuti pada: http://www.suaraperempuanpapua.org/index.php/laporan-utama/item/621-pembunuhan-arnold-ap-dan-eduard-mofu.
Dengan membaca dan memahami kronologi penangkapan dan
pembunuhan di atas ini, maka sangatlah jelas bahwa harkat, martabat dan derajat
Orang Asli Papua di pandang sebagai barang yang murah meriah bahkan seakan
tidak bernilai. Padahal sesungguhnya, manusia adalah ciptaan Tuhan
Sang Pencipta yang paling mulia dari pada ciptaan yang lainnya.
Contoh Kasus Kedua: Pembunuhan
terhadap Bapak Ketua Dewan Presidium Papua Dortheys Hiyo Eluay adalah sebuah
pelanggaran HAM yang dilakukan secara sistematik dan melibatkan aparat negara.
Keberadaan Surat Perintah dari Danjen Kopassus Mayjen Amirul Isnaeni 2 Februari
2001 kepada Komandan Satgas Tribuana, menjadi rantai antara Dokumen Ditjen
Linmas dan Kesbang Depdagri tertanggal 9 Juni 2000 dengan pembunuhan Theys.
Untuk mengetahui dan memahami informasi selengkapnya dimulai
dari aksi-aksi mencurikan untuk penculikkan, penangkapan hingga pembunuhannya, dapat
dibaca pada buku: "Pembunuhan Theys: Kematian HAM di Papua" yang
ditulis oleh. Pdt. Dr. Benny Giay (2006).
Perlu diketahui bahwa peredaran buku ini, telah dilarang
oleh Negara Indonesia. Alasan, entah mengapa?. Tidak diketahui hingga saat ini.
Akan tetapi, tentunya untuk mengelabui tindakan pelanggaran HAM mereka ke dunia
internasional.
Dengan membaca dan memahami kronologi penculikan, pembunuhan
menengaskan di atas ini, maka sangatlah jelas bahwa harkat, martabat dan
derajat Orang Asli Papua di pandang sebagai barang yang murah meriah bahkan
sekan tidak bernilai. Padalah sesungguhnya, manusia adalah ciptaan Tuhan Sang
Pencipta yang paling mulia dari pada pada ciptaan yang lainnya.
Contoh Kasus Ketiga: Pembunuhan
secara sistematis dan terencana oleh Militer Indonedia juga kembali tejadi pada
tanggal 16 Desember 2009. Aksi tersebuat adalah terhadap Kelik Kwalik. Ia adalah
seorang Panglima OPM Wilayah Timika yang juga gigih menolak kehadiran PT. Freeport,
tewas mengenaskan oleh Tim Densus 88 Mabes Polri. Pembunuhan ini juga adalah
secara sistematis dengan perburuan yang rapih.
Kelly disebut-sebut sebagai tersangka kasus penembakan di
Freeport pada 2002. Oleh TNI, ia juga dituding sebagai pelaku penembakan di
Freeport pada bulan Juli hingga Oktober 2009 lalu. Akan tetapi, semua tuduhan
itu, kebenarannya hanya diketahui oleh Tuhan Sang Pencipta. Aksi tersebut
dilangsungkan atas dugaan manusia biasa tanpa ada bukti-bukti kebenaran yang
terungkap.
Untuk mengetahui bagaimana proses pembunuhan yang dilangsung
oleh para iblis pencabut sukma terhadap sang pembela kebenaran dan kedamaian
ini, dapat dibaca pada:http://www.wartapapuabarat.org/index.php/militia/1-latest-news/929-laporan-kronologi-peristiwa-pembunuhan-kilat-mako-tabuni-14-juni-2012.
Atau, dalam buku terbaru karya Beny Wenior Pakage
(2013), dengan judul: "U Me Ki Anakletus Tuan, Jend.
Kelly Kwalik".
Dengan membaca dan memahami kronologi pembunuhan menengaskan di atas ini, maka sangatlah jelas
bahwa harkat, martabat dan derajat Orang Asli Papua di pandang sebagai barang
yang murah meriah bahkan sekan tidak bernilai. Padalah sesungguhnya, manusia
adalah ciptaan Tuhan Sang Pencipta yang paling mulia dari pada pada ciptaan
yang lainnya.
Contoh Kasus Keempat: Pembunuhan yang dilakukan oleh Militer
Indonesia terhadap Musa Mako Tabuni.
Ia ditembak mati karena perannya yang gigi dan konsisten
memperjuangkan terselenggaranya "Referendum bagi Bangsa Papua Barat", telah
berhasil mempengaruhi seluruh komponen bangsa Papua Barat untuk bersatu
menyuarakan suara keadilan, kebenaran, martabat manusia. Aktifitasnya selama
ini korban (MT) sebagai Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sampai
korban terbunuh.
Almarhum Mako Tabuni (34) ditembak mati oleh Polisi Republik
Indonesia melalui Satuan Densus 88 Anti
Terror Pada 14 Juni 2012, Pukul 09.30 a.m. Tepatnya di Perumnas III Waena, Kota
Jayapura, Provinsi Papua. Untuk mengetahui kronologis pembunuhan secara detail
dengan laporan dari beberapa
saksi mata, dapat dibaca di berbagai sumber. Akan
tetapi, berikut adalah salah satu sumber yang lengkap: http://www.wartapapuabarat.org/index.php/militia/1-latest-news/929-laporan-kronologi-peristiwa-pembunuhan-kilat-mako-tabuni-14-juni-2012.
Dengan membaca dan memahami kronologi pembunuhan yang
terencana tersebut di atas ini, maka sangatlah jelas bahwa harkat, martabat dan
derajat Orang Asli Papua di pandang sebagai barang yang murah meriah bahkan
sekan tidak bernilai. Padalah sesungguhnya, manusia adalah ciptaan Tuhan Sang
Pencipta yang paling mulia dari pada pada ciptaan yang lainnya.
Contoh Kasus Keempat: Pembunuhan
tersistematis yang dilancarkan oleh Militer Indonesia terhadap Warga Asli Papua
yang terakhir adalah terhadap seorang anak berumur 11 tahun. Peristiwa tersebut
terjadi tepatnya pada tanggal 01 Juli 2013 sekitar pukul 14.00 WIT di Kota Tiom.
Warga yang ada sekitar tempat kejadian mendengar bunyi tembakan yang pada akhirnya
setelah ditelusuri ternyata berasal dari senjata aparat keamanan (TNI).
"Tembakan
itu berasal dari arah kebun seorang warga Popume, Distrik Mukoni, Kabupaten
Lani Jaya. Warga kampung segera berlari menuju asal bunyi tembakan dan mereka
menemukan seorang anak perempuan berusia 11 tahun telah tewas akibat tembakan
yang mereka dengar sebelumnya. Anak perempuan itu bernama Arlince Tabuni. Dia
anak seorang gembala sidang (Pendeta) di Gereja Guneri yang bernama Yuni
Tabuni," Jubi (12/07).
Untuk mengetahui kronologi serta berita tentang pembunuhan
yang dilangsungkan oleh Militer Indonesia terhadap anak sekolah umur 11 tahun
yang disampaikan oleh saksi, dapat anda baca pada: http://majalahselangkah.com/content/maik-murib-bersaksi-tertembaknya-arlince-tabuni-di-papua.
Dengan membaca dan memahami kronologi pembunuhan yang terencana
tersebut di atas ini, maka sangatlah jelas bahwa harkat, martabat dan derajat
Orang Asli Papua dipandang sebagai barang yang murah meriah bahkan sekan tidak
bernilai. Padalah sesungguhnya, manusia adalah ciptaan Tuhan Sang Pencipta yang
paling mulia daripada pada ciptaan yang lainnya.
Pembunuhan
Manusia Papua secara Psikis (Jiwani)
Selain penghabisan Manusia Papua secara fisik, aksi dengan
misi yang sama juga dilakukan pada aspek psikis (jiwani). Dengan aksi tersebut
tentunya akan mengurangi secara kualitas sumber daya manusia Papua. Terlebih
khusus mengenai sikap (attitudes) dan
perilaku (behaviour) dalam hidup
sehari-hari.
Dengan adanya pemasok minuman keras di Papua, mengubah
temperamen Orang Papua yang sebenarnya. Sebenarnya, Orang Papua mengenal sikap
gotong-royong, penuh kasih kepada sesama karena sikap sosial dan rasa
persaudaraan yang tinggi. Akan tetapi, itu semua telah berubah hanya karena
dengan adanya pemasok miras yang bebas dan dijual juga secara bebas di setiap
rumah toko (ruko).
Hal yang lebih aneh tapi nyata, adalah saat ini ada minuman
keras yang berlabel khusus pemasok IRJA/
PAPUA. Apa sebenarnya misi dibalik itu?
Apakah Papua adalah daerah dengan suhu udarah yang sangat berbeda dengan daerah
lain di negara ini sehingga diperlakukan secara istimewa? Padahal miras yang
mengandung alkohol tersebut adalah sangat tidak cocok bagi kelangsungan hidup
manusia.
Oleh karena Minuman Keras, Orang Papua mulai keras kepala. Peryataan
yang senada juga pernah ditulis oleh seorang guru dari SMA YPPK Adhi Luhur
Nabire yakni Longginus Pekey, S. Pd., dalam artikelnya yang berjudul "Minuman
Keras, Keras Kepala di Tanah Papua".
Tulisan tersebut dimuat pada: http://majalahselangkah.com/content/minuman-keras-keras-kepala-di-tanah-papua.
Salah satu masalah yang sedang terjadi akibat maraknya Miras
di Papua saat ini adalah Masalah Kekerasaan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Masalah
kekerasan yang terjadi dalam keluarga tersebut dengan berbagai modus akan
tetapi rata-rata dengan penyebab yang sama yakni karena miras.
"Di
Papua, kekerasan dalam rumah tangga akibat minuman keras dan pelecehan seksual
masih cukup tinggi. Dan sebagian besar kasus KDRT yang terjadi disebabkan suami
dalam pengaruh miras kemudian menyakiti pasangannya," kata Kepala Badan
Pemberdayaan Perempuan Provinsi Papua, Rika Monim.Seperti
yang dimuat pada: http://www.antarasultra.com/print/261724/minuman-keras-pemicu-utama-kdrt-di-papua.
Selain itu, angka pengidap Penyakit AIDS yang disebabkan
oleh HIV juga kini semakin meningkat di Tanah Papua. Hingga Maret 2013, angka pengidap Penyakit
HIV/AIDS sebanyak 10.500.22 kasus. Sumber:www.repoblika.com.
Melihat fenomena meningkatnya jumlah pengidap penyakit yang
belum diketahui obatnya hingga saat ini di atas, tidak menutup kemungkinan
bahwa hal itu bisa terjadi hanya karena miras. Betapa tidak mungkin, orang
dengan keadaan tidak sadar karena dikuasai alkohol mereka bisa melakukan apa
saja. Termasuk, hal-hal yang pada akhirnya bisa menjerumuskan orang pada
penyakit empat huruf tersebut.
Dengan keadaan mabuk, seseorang akan melakukan apa saja. Meskipun,
hal larangan yang semestinya tidak perlu lagi dilakukan. Karena, jika melakukan
akan menyebabkan dampak yang fatal. Sebagai contoh, penyakit AIDS. Untuk
mengantisipasinya, ada beberapa cara yang sebenarnya dianjurkan oleh pihak
kesehatan atau pun lembaga-lembaga yang peduli akan masalah tersebut.
Sebagai contoh, hal setia dengan pasangan atau menggunakan
kondom. Bagaimana seseorang yang dipengaruhi
dengan alkohol mau peduli dengan hal-hal tersebut. Sedangkan, jiwaninya sedang
dipenuhi dengan hal kenikmatan badaninya.
Apa pun alasannya, sesungguhnya iman spritualitas Orang Asli
Papua sedang dibunuh secara sistematis dan terencana. Selain, kuantitas OAP
sedang minoritas dari pendatang. Terlebih khusus, dengan bebasnya pemasok
miniman keras (miras) juga juga pembagunan tempat-tempat hiburan seperti; bar
dan diskotik dimana-mana.
Untuk mengakhiri tulisan ini, penulis hanya menegaskan bahwa sesungguhnya,
di dunia ini tidak ada manusia yang memiliki hak untuk meniadakan nyawa orang
lain. Hanyalah Tuhan Sang Pencipta, pemilik nafas kehidupan yang memiliki hak
dalam menciptakan dan mengambil nyawa setiap orang.
Felix
Minggus Degei adalah Anak Muda Papua yang
Menaru Perhatian pada Masalah Pendidikan dan Kebudayaan di Tanah Papua.
Sumber : www.majalahselangkah.com
0 komentar :
Posting Komentar