Demonstrasi Rakyat Papua saat pengembalian Otsus di depan kantor MRP. Foto: Ist |
Permintaan itu disampaikan mahasiswa setelah mengamati kiprah MRP yang semakin tinggalkan tugasnya dan lebih banyak mengawal proses politik, termasuk soal Rancangan Undang-Undang Otus Plus.
Koordinator Umum GempaR Papua, Samuel Womsiwor kemarin, Selasa (23/09/14) mengatakan, MRP dalam evaluasi Otsus versi orang asli Papua, pada 24-27 Juli 2013 berkesimpulan bahwa Otsus Papua sudah gagal.
"Rakyat 7 wilayah adat merekomendasikan dua hal, pertama, membuka ruang untuk dialog antara rakyat Papua dengan Pemerintah Pusat yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral dan dilaksanakan di tempat netral pula. Kedua, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua tidak boleh diamandemenkan sebelum melakukan dialog Jakarta-Papua sebagaimana disebutkan pada poin 1 (rekomendasi)," katanya.
Mahasiswa menilai, rekomendasi tersebut telah jelas-jelas diabaikan oleh Pemerintah Provinsi Papua dan kroni-kroninya.
"Lebih anehnya lagi sebagian dari anggota MRP termasuk Timotius Murib, Ketua MRP balik mendukung dengan membuat pernyataan di media massa yang jelas-jelas berlawanan dengan tuntutan rakyat Papua saat berlangsungnya evaluasi Otsus," kata dia.
Saat ini, dikatakannya, semua birokrat tengah menunjukkan sikap dukungan terhadap RUU Otsus Plus dan lupa terhadap tuntutan masyarakat Papua yang paling substansial, yakni Menolak RUU Otsus Plus
"Kami minta pemerintah di tanah Papua berhenti mengatasnamakan rakyat, dengan melirik kembali hasil keputusan rakyat pada hasil MUBES MRP (2010 dan 2013)," pintanya.
GempaR juga meminta agar dilakukan referendum Otonomi Khusus atas Tanah Papua. Agar jelas, apakah orang asli Papua itu terima Otsus atau tidak. (Theresia Fransiska Tekege/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com
Blogger Comment
Facebook Comment