Koordinator Diplomasi Perjuangan Papua Merdela, Benny Wenda. Foto: Free West Papua Campaign |
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Koordinator Diplomasi Perjuangan
Papua Merdeka, Benny Wenda merilis pesan tahun baru dan laporan
perjalanannya di Papua Nugini.
Dalam keterangan tertulis yang diterima majalahselangkah.com, Sabtu, (02/02/14), Benny Wenda mengatakan, ia baru saja kembali ke Inggris setelah melakukan perjalanan panjang di Papua Nugini atas prakarsa Gubernur Port Moresby, Powes Parkop.
"Selama saya di PNG, saya bertemu dengan anggota parlemen lokal dan nasional serta menyaksikan peluncuran kantor Kampanye Papua Merdeka di ibu kota Papua Nugini, Port Moresby. Ada juga pertemuan bersejarah yang diadakan di parlemen dengan Jennifer Robinson, Pengacara Internasional untuk Papua Barat (ILWP) memberikan pidato. Pada Pidato itu, Jennifer menguraikan argumen hukum untuk penentuan nasib sendiri bagi Papua Barat," tulisnya.
Kata dia, pada hari terakhir dari perjalanannya, Gubernur Powes Parkop mengibarkan bendera Papua Barat, Bintang Kejora di City Hall Moresby sebagai tanda solidaritas Melanesia untuk perjuangan di Papua Barat.
"Kesadaran orang-orang PNG atas situasi di Papua Barat yang diduduki mulai berkembang setiap hari dan saya berbesar hati dengan dukungan yang ditunjukkan oleh orang-orang di seluruh negeri untuk saudara-saudara mereka yang bertetangga," tulisnya.
Kata dia, pihaknya telah sampaikan situasi di Papua Barat terus memburuk, dan meminta semua pihak untuk melobi kepada anggota parlemen lokal untuk mengangkat isu Papua Barat.
"Pada saat ini di kawasan Puncak Jaya, dataran tinggi Papua, militer Indonesia tengah terlibat dalam operasi sweeping, berburu untuk apa yang mereka sebut 'Separatis'. Bagaimana bisa, kita (orang Papua) diberi label 'Separatis'? Kami tidak pernah menganggap diri sebagai orang Indonesia? Kami adalah orang Papua Melanesia. Rezim Indonesia menduduki tanah kami dan itu melawan kehendak orang Papua," tulisnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, "Lebih dari 500.000 orang telah dibunuh oleh militer Indonesia sejak mereka pertama kali menginjakkan kaki di Papua Barat, dan saya memperbaharui permintaan saya untuk pasukan penjaga perdamaian PBB segera dikirim ke Papua Barat untuk memantau kondisi di sana. Saya juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membebaskan semua tahanan politik dan mengizinkan akses media internasional dan kelompok hak asasi manusia ke wilayah Papua Barat."
"Jika Indonesia tidak memiliki sesuatu untuk disembunyikan, maka mengapa melarang mereka (media internasional dan kelompok hak asasi manusia:red)?," tanya Wenda.
"Yang benar adalah mereka menyembunyikan realitas kehidupan di Papua Barat. Pemerkosaan setiap saat dan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara Indonesia. Pemenjaraan aktivis damai. Penolakan kebebasan berbicara kepada orang-orang Papua. Pembatasan gerakan Papua di tanah mereka sendiri," tulis dalam surat elektronik itu.
Kata dia, "Kami rakyat Papua hanya ingin memiliki suara kami didengar, sehingga suatu hari kami bisa memilih masa depan kami sendiri di dengan referendum yang bebas dan adil".
"Saya tidak akan berhenti bekerja sampai PBB bertanggung jawab atas kesalahan masa lalu mereka di Papua Barat dan mengadakan referendum ulang," tulis Benny Wenda yang berbasis di Inggris itu. (GE/MS)
Dalam keterangan tertulis yang diterima majalahselangkah.com, Sabtu, (02/02/14), Benny Wenda mengatakan, ia baru saja kembali ke Inggris setelah melakukan perjalanan panjang di Papua Nugini atas prakarsa Gubernur Port Moresby, Powes Parkop.
"Selama saya di PNG, saya bertemu dengan anggota parlemen lokal dan nasional serta menyaksikan peluncuran kantor Kampanye Papua Merdeka di ibu kota Papua Nugini, Port Moresby. Ada juga pertemuan bersejarah yang diadakan di parlemen dengan Jennifer Robinson, Pengacara Internasional untuk Papua Barat (ILWP) memberikan pidato. Pada Pidato itu, Jennifer menguraikan argumen hukum untuk penentuan nasib sendiri bagi Papua Barat," tulisnya.
Kata dia, pada hari terakhir dari perjalanannya, Gubernur Powes Parkop mengibarkan bendera Papua Barat, Bintang Kejora di City Hall Moresby sebagai tanda solidaritas Melanesia untuk perjuangan di Papua Barat.
"Kesadaran orang-orang PNG atas situasi di Papua Barat yang diduduki mulai berkembang setiap hari dan saya berbesar hati dengan dukungan yang ditunjukkan oleh orang-orang di seluruh negeri untuk saudara-saudara mereka yang bertetangga," tulisnya.
Kata dia, pihaknya telah sampaikan situasi di Papua Barat terus memburuk, dan meminta semua pihak untuk melobi kepada anggota parlemen lokal untuk mengangkat isu Papua Barat.
"Pada saat ini di kawasan Puncak Jaya, dataran tinggi Papua, militer Indonesia tengah terlibat dalam operasi sweeping, berburu untuk apa yang mereka sebut 'Separatis'. Bagaimana bisa, kita (orang Papua) diberi label 'Separatis'? Kami tidak pernah menganggap diri sebagai orang Indonesia? Kami adalah orang Papua Melanesia. Rezim Indonesia menduduki tanah kami dan itu melawan kehendak orang Papua," tulisnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, "Lebih dari 500.000 orang telah dibunuh oleh militer Indonesia sejak mereka pertama kali menginjakkan kaki di Papua Barat, dan saya memperbaharui permintaan saya untuk pasukan penjaga perdamaian PBB segera dikirim ke Papua Barat untuk memantau kondisi di sana. Saya juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membebaskan semua tahanan politik dan mengizinkan akses media internasional dan kelompok hak asasi manusia ke wilayah Papua Barat."
"Jika Indonesia tidak memiliki sesuatu untuk disembunyikan, maka mengapa melarang mereka (media internasional dan kelompok hak asasi manusia:red)?," tanya Wenda.
"Yang benar adalah mereka menyembunyikan realitas kehidupan di Papua Barat. Pemerkosaan setiap saat dan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara Indonesia. Pemenjaraan aktivis damai. Penolakan kebebasan berbicara kepada orang-orang Papua. Pembatasan gerakan Papua di tanah mereka sendiri," tulis dalam surat elektronik itu.
Kata dia, "Kami rakyat Papua hanya ingin memiliki suara kami didengar, sehingga suatu hari kami bisa memilih masa depan kami sendiri di dengan referendum yang bebas dan adil".
"Saya tidak akan berhenti bekerja sampai PBB bertanggung jawab atas kesalahan masa lalu mereka di Papua Barat dan mengadakan referendum ulang," tulis Benny Wenda yang berbasis di Inggris itu. (GE/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com
0 komentar :
Posting Komentar