Blasius Sumaghai (23 tahun) |
Merauke – — Blasius Sumaghai (23 tahun), warga Bade Kampung, Distrik
Edera, Kabupaten Mappi, Papua, dianiaya oknum Anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL). Ia dianiaya tanpa alasan yang jelas.
Informasi yang dihimpun sumber majalahselangkah.com, putra
(alm) Abraham Sumaghai, Tokoh Masyarakat Suku Awyu itu dianiaya oleh
beberapa oknum Marinir (TNI-AL) pada tanggal 26 Januari 2014.
Penganiayaan ini menyebabkan Blasius Sumaghai tak bisa berjalan selama 4
hari. Korban masih mengalami trauma yang cukup serius.
Awal kejadiannya, seperti dilaporkan sumber media
ini, Blasius Sumaghai sedang duduk di depan salah satu kios di Jl.
Duyumu RT VI Bade Kampung. Tiba-tiba datang 2 anggota Marinir yang
bertugas di Pos TNI-AL Bade. Tanpa basa-basi, mereka langsung memukul
korban dengan popor senjata di punggung dan dada korban.
Usai penganiayaan, kata sumber itu, korban kemudian dibawa ke Pos
TNI-AL menggunakan kendaraan roda dua. Sampai di pos, seluruh tubuh
korban dipukul lagi dengan popor senjata dan slang air. Korban mengalami
luka-luka serius.
Konon, Blasius Sumaghai bukan satu-satunya korban penganiayaan para
Marinir. Yustinus Akabagaimu (27 tahun), putera Bapak Guru Xaverius
Akabagaimu, juga pernah dianiaya tanpa alasan yang jelas.
Saat ini Yustinus sudah tidak dapat berjalan akibat penganiayaan
berat yang dialaminya. Banyak korban penganiayaan yang tidak bisa
membuka kasus karena takut atau tidak tahu harus membuat pengaduan
kemana.
Sumber terpercaya mengatakan, penganiayaan terhadap beberapa pemuda
di Bade dilakukan oknum anggota keamanan ketika ada laporan dari warga
tentang kesalahan tertentu pemuda tersebut.
“Tapi kan ada Polisi.
Polsek Bade ini bunga kah? Polisi punya tugas kan jelas untuk menjaga
Kamtibmas. Marinir punya tugas untuk perang lawan negara lain. Kenapa
Marinir bisa ambil alih tugas Polisi di depan Polisi punya batang
hidung? Ini sangat lucu,” tutur sumber tersebut dengan nada heran.
Polisi yang bertugas di Polsek Bade dikabarkan tak bisa diharapkan
untuk menjaga Kamtibmas di sana. Pada perayaan Natal 25 Desember 2009
silam, sebuah momen yang seharusnya disambut dengan penuh sukacita
ternoda oleh pembunuhan Stefanus Silooy (38) seorang pemuda setempat.
Dia dibunuh tiga orang anggota Polisi. Kejadian itu berbuntut pada
pengrusakan Mapolsek Bade oleh masyarakat setempat.
Keberadaan Pos TNI-AL di Bade sebenarnya tidak strategis
dari sisi pertahanan negara, karena Bade terletak di tepi sungai
Digoel, bukan di tepi laut. Seharusnya dijaga oleh Satuan Polisi Air.
Tetapi mengapa TNI-AL bisa ditempatkan di Bade? Ternyata mereka
ditempatkan untuk menagih upeti dari perusahaan Plywood dan Kelapa Sawit, yaitu PT Korindo Grup di Assiki yang telah beroperasi sejak tahun 1990-an dan PT Mam yang baru dibuka di dekat Bade.
Bade memang kota pelabuhan yang sangat strategis, karena semua Plywood dan CPO (Crude Palm Oil)
dari PT Korindo di Assiki diangkut keluar hanya melalui jalur
satu-satunya yaitu sungai Digoel, dimana Bade berada pada posisi pintu
masuk sekaligus pintu keluar. ***
0 komentar :
Posting Komentar