Mahasiswa-mahasiswi Papua mengenakan pakaian adat setiap suku, saat pembacaan tuntutan di Uncen Waena, Senin (17/2/2014) siang. Foto: Syo |
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Aksi penyadaran pelestarian budaya
suku-suku di tanah Papua yang digelar Koalisi Mahasiswa Papua Bangkit
(KMPB) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Uncen) Jayapura, Senin
(17/2/2014) siang, dilarang polisi. Pawai budaya terpaksa diarahkan ke gapura Uncen Perumnas III Waena.
Pantauan majalahselangkah.com, ratusan orang yang mengikuti pawai budaya itu mengenakan busana khas sukunya masing-masing. Tampak, mereka bernyanyi sembari secara bergantian berorasi tentang kehancuran budaya suku-suku di tanah Papua.
"Fakta hari ini kita dipaksakan dengan budaya luar. Jati diri kami makin hilang. Mari kita bangkit untuk mempertahankan budaya luhur kita di negeri kita tercinta ini," ajak salah satu orator sambil mengarahkan peserta terus mengekspresikan budayanya.
Tiba gerbang Uncen Waena, koordinator umum KMPB, Mully Wetipo dan beberapa aktivis menyampaikan keprihatinannya terhadap penjajahan budaya asli suku-suku di tanah Papua.
Beberapa orator mengajak orang Papua memulai satu gerakan melindungi budaya Papua. Budaya suku, kata Alfares Kapisa, akan terlestari karena menyadari perkembangan dewasa ini tidak menentu akibat tiadanya penghargaan negara terhadap nilai-nilai luhur masyarakatnya.
Didampingi perwakilan peserta pawai budaya berbusana tradisional, Mully Wetipo dari KMPB membacakan pernyataan sikap. Setidaknya 8 point dibacakan di hadapan ratusan orang.
Pertama, Kami dengan tegas meminta kepada Legislatif dan Eksekutif untuk segera buat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang perlindungan budaya asli Papua.
Kedua, mendesak Legislatif dan Eksekutif segera buat Perdasus tentang perlindungan hak ulayat adat orang asli Papua (OAP).
"Kami juga minta kepada Legislatif dan Eksekutif segera buat Perdasus tentang pelarang Minuman Keras di atas Tanah Papua," Mully Wetipo membacakan tuntutan ketiga.
Keempat, Legislatif dan Eksekutif segera buat Kurikulum tentang pelestarian budaya OAP di tiap jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP dan SMA.
"Kami minta kepada Legislatif dan Eksekutif segera buat sebuah Peraturan Daerah tentang wajib menggunakan pakaian dan atribut daerah di hari-hari tertentu. Tentukan satu hari sebagai hari adat Papua," bunyi pernyataan kelima.
Aspirasi keenam, pihak Legislatif dan Eksekutif segera membuka ruang demokrasi di atas tanah Papua yang selalu dibungkam.
Tuntutan yang ketujuh, masyarakat Papua menyatakan bahwa Legislatif, Eksekutif dan MRP segera kembalikan Otsus dan Otsus Plus ke Jakarta. "Rakyat Papua tidak pernah minta Otsus atau apapun nama program pemerintah."
"Jika permintaan kami ini tidak dilaksanakan, maka kami akan serukan di tanah Papua untuk boikot Pemilu 2014," tegas Mully Wetipo. (Pilemon/Abeth/MS)
Pantauan majalahselangkah.com, ratusan orang yang mengikuti pawai budaya itu mengenakan busana khas sukunya masing-masing. Tampak, mereka bernyanyi sembari secara bergantian berorasi tentang kehancuran budaya suku-suku di tanah Papua.
"Fakta hari ini kita dipaksakan dengan budaya luar. Jati diri kami makin hilang. Mari kita bangkit untuk mempertahankan budaya luhur kita di negeri kita tercinta ini," ajak salah satu orator sambil mengarahkan peserta terus mengekspresikan budayanya.
Tiba gerbang Uncen Waena, koordinator umum KMPB, Mully Wetipo dan beberapa aktivis menyampaikan keprihatinannya terhadap penjajahan budaya asli suku-suku di tanah Papua.
Beberapa orator mengajak orang Papua memulai satu gerakan melindungi budaya Papua. Budaya suku, kata Alfares Kapisa, akan terlestari karena menyadari perkembangan dewasa ini tidak menentu akibat tiadanya penghargaan negara terhadap nilai-nilai luhur masyarakatnya.
Didampingi perwakilan peserta pawai budaya berbusana tradisional, Mully Wetipo dari KMPB membacakan pernyataan sikap. Setidaknya 8 point dibacakan di hadapan ratusan orang.
Pertama, Kami dengan tegas meminta kepada Legislatif dan Eksekutif untuk segera buat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang perlindungan budaya asli Papua.
Kedua, mendesak Legislatif dan Eksekutif segera buat Perdasus tentang perlindungan hak ulayat adat orang asli Papua (OAP).
"Kami juga minta kepada Legislatif dan Eksekutif segera buat Perdasus tentang pelarang Minuman Keras di atas Tanah Papua," Mully Wetipo membacakan tuntutan ketiga.
Keempat, Legislatif dan Eksekutif segera buat Kurikulum tentang pelestarian budaya OAP di tiap jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP dan SMA.
"Kami minta kepada Legislatif dan Eksekutif segera buat sebuah Peraturan Daerah tentang wajib menggunakan pakaian dan atribut daerah di hari-hari tertentu. Tentukan satu hari sebagai hari adat Papua," bunyi pernyataan kelima.
Aspirasi keenam, pihak Legislatif dan Eksekutif segera membuka ruang demokrasi di atas tanah Papua yang selalu dibungkam.
Tuntutan yang ketujuh, masyarakat Papua menyatakan bahwa Legislatif, Eksekutif dan MRP segera kembalikan Otsus dan Otsus Plus ke Jakarta. "Rakyat Papua tidak pernah minta Otsus atau apapun nama program pemerintah."
"Jika permintaan kami ini tidak dilaksanakan, maka kami akan serukan di tanah Papua untuk boikot Pemilu 2014," tegas Mully Wetipo. (Pilemon/Abeth/MS)
Sumber ; www.majalahselangkah.com
0 komentar :
Posting Komentar