Andreas M. Yeimo |
Oleh : Andreas M. Yeimo
Tepat pada tanggal 31
Desember, Pukul 24:00, Kembang api berbunyi tiap tahun di angkasa, bertanda bahwa
lonceng pergantian tahun. Tahun yang lama kami lewati, dan kami menginjak ke
dasar tahun yang baru.
Suasana jarum yang berdiam
di dinding rumah, telah berbunyi, tak terasa
detik pun berlalu, hari pun berlalu,
minggupun berlalu, Tahun pun silih berganti.
Banyak hal yang
kami lalui bersama di tahun 2013 di bumi
tercinta ini, baik itu tangisan dan tawa
anak Bangsa. Tetapi di tanah Papua, tawa anak bangsa belum terasa, yang
terasa hanya duka. Kedamaian yang sesungguhmua belum menyusup dalam hati seriap insan yang
berdiam. Tahun baru yang sebenarnya belum ada. Yang
ada hanya tahun-tahun Penuh duka, saya masi belum nikmati damai yang
sesunggunya dalam hati ini. Derita rakyat tertindas di tanah Papua, tetap masih terasa di tiap tahun.
Apa Malam Tahun Baru Itu?
Malam tahun baru merupakan suatu kebiasaan dalam kebudayaan
barat, bahkan kebudayaan itu sudah menjadi
budaya orang Papua, untuk merayakannya
dengan pesta-pesta atau acara berkumpul bersama, teman, atau keluarga menanti
saat pergantian tahun.
Di Papua, khususnya di kota-kota, malam
tahun baru banyak dirayakan dengan pesta kembang api yang meriah selama semalam. Hampir seluruh
masyarakat di tanah Papua mengartikan malam tahun baru
sebagai malam gila-gila.
Malam Tahun Baru Bukan Hidup Baru
Segala sesutu ada saatnya, Jika ibarat, bumi pun berputar 24 jam, kami pun akan merasakan semua tangisan dan tawa anak bangsa Papua, di atas tanah Papua tercinta. Tangisan dan tawa itu akan
berputar. Entah rasa suka, duka, senang dan bahagia akan di rasakan oleh masing-masing individu.
Di dalam Alkitab telah mengatakan bahwa:
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk
meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk menuai, ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk
menyembuhkan, ada waktu
untuk merombak, ada waktu untuk membangun, ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap,
ada waktu untuk menari," (Pengkotbah 3:1-4).
Tahun baru 1 Januari 2014 bukan "start" awal yang harus kita lalui
bersama. Di tahun 2013 hari-hari yang kami
lewati, minggu-minggu yang kami lewati, itu semua kami hanya sia-siakan dengan kepentingan
duniawi. Percuma, kalau kami mau mengambil waktu untuk bertobat di awal tahun 1 Januari 2014 ini.
Jika kita baca janji Tuhan dalam 1 Yohanes 1:9, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga ia akan
mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala
kejahatan."
Pertobatan tidak
menunggu 1 Januari tetapi Allah Tri Tunggal, menunggu kami untuk bertobat.
Pada detik, menit, Minggu, Bulan, yang
kami lewati bersama.
Tahun 2013 Sebagai Tahun
Refleksi untuk Rakyat Tertindas di Papua
Begitu banyak tangisan
dan tawa anak Bangsa Papua, di tahun 2013 ini, baik itu penderiaan dalam hidup dan
konflik dalam Gereja. Penderitaan dalam Hidup yaitu berupa: Kekeresan, Intimidasi, Pemerkosaan, Pembunahan,
dan Aneksasi yang terjadi di tahun 2013.
Sungguh damai ini masih belum ada di bumi Papua yang ada hanya duka yang
mendalam, yang ada hanya tertindas dalam nadih ini, kapan kah berakhir semua penderitaan
ini. Biarlah penderitaan ini Tuhan lah yang akan menjawab di tahun 2014 ini,
semua jerita tangisan anak Bangsa Papua.
Walaupun aku mendapat banyak duka dan tangisan anak Bangsa
Papua, di tahun 2013 di atas tanah air ku
Papua tetapi, satu kata yang aku tak bisa terlupakan yaitu "Lawan" solusi bagi rakyat tertindas Papua.
Konflik dalam
Gereja di Bumi Papua yaitu ribuan orang kristen keluar dari agama kristen, sebagian
masuk Islam, dan banyak orang Papua yang di paksa dengan Uang, harta kekayaan duaniawi,
lalu di suruh masuk menjadi Agama Islam.
Tindakan
Konflik dalam iman Gereja ini, merupakan obat pastor dan Gembala untuk melindungi anak-anak, dari penderitaan gereja
di tanah Papua.
"Selamat tinggal tahun 2013 dan selamat datang tahun
2014, banyak hal
tidak kumengerti tentang masa depanku, namun satu hal aku tahu.., tangan Tuhan yang kuat selalu menggandeng tanganku
yang lemah."
Penulis adalah Andreas M. Yeimo Mahasiswa Papua, Kuliah di Yogyakarta.
Sumber : www.majalahselangkah.com
0 komentar :
Posting Komentar