News
Loading...

Maaf Pak Wiranto, Kami Tak Pernah Lupa Tragedi Biak Berdarah

Menara air di Biak tempat terjadi peristiwa Biak Berdarah pada 6 Juli 1998, ketika Bintang Kejora berkibar. Foto: flickr.com
(Surat Buat Pak Wiranto)

Calon Presiden Republik Indonesia, Wiranto dalam Jumpa Pers yang digelar di Hotel Aston Jayapura, Rabu, (22/01/14) mengatakan, saat dirinya menjabat sebagai Panglima ABRI tahun 1998-1999 tak ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.

"Pelanggaran HAM itu di mana-mana ada, namun pelanggaran HAM satu-satu harus diselesaikan, bahkan pada saat saya jadi Panglima ABRI dulu di Papua masih belum. Artinya tak ada Pelanggaran HAM di Papua," kata Wiranto.
Beginilah cara kalian politikus mengejar pucuk kekuasaan di Indonesia. Tak ada rasa bersalah dalam diri kalian. Asal bicara tanpa peduli dengan psikologi korban kekerasan masa lalu.

Kami senang ketika mahasiswa Indonesia bangkit di tahun 1998-1999 untuk menggulingkan kekuasaan Soeharto yang pemerintahannya sangat otoriter dan militeristik itu. Dalam rezim ini telah banyak pelanggaran HAM terjadi di seluruh Indonesia. Beberapa mahasiswa saat dan pasca reformasi itu telah dibunuh dan dihilangkan.

Anehnya, kalian para pelaku kekerasan dan pelanggar HAM kebal hukum. Di depan mata kami, kalian digelari pahlawan dan diberi status penting dalam negara.

Misalnya, anda sendiri Pak Wiranto. Di masa lalu anda dinyatakan terlibat dalam kasus pelanggaran HAM di Timor Leste (dulu Timor Timur), tapi hingga hari ini anda belum disentuh hukum. Bagi kami, hukum di negara ini ibarat mata pisau, semakin kebawah semakin tajam dan semakin keatas semakin tumpul.

Kasus Biak Berdarah yang terjadi tanggal 6 Juli 1998 adalah tragedi kemanusiaan yang masih segar dalam ingatan kami. Tragedi kemanusiaan ini bermula ketika kami orang Papua mengibarkan bendera Bintang Kejora di menara air setinggi 35 meter dekat pelabuhan laut Biak. Tiba-tiba kami dikepung, dianiaya, dan ditembak secara membabi buta oleh anak-anak buahmu. Dan saat itu kami tahu bahwa anda menjabat sebagai Panglima TNI.

Ada banyak juga dari keluarga kami yang diculik dan dihilangkan. Banyak saudari perempuan kami yang diperkosa dan dibunuh. Kami hanya bisa sedih dan menangis dalam ketidakberdayaan kami. Sangat banyak dari keluarga kami disapu bedil negara dan hanya 250 jiwa yang terdata sebaga korban kebiadaban militer Indonesia. Terima kasih untuk Elsham Papua yang sudah bekerja keras untuk mengungkap kasus ini.

Terima kasih juga untuk Sydney University yang telah melakukan pengadilan "Biak Massacre Citizen" dimana pengadilan itu telah memutuskan bahwa TNI adalah yang paling bertangung jawab atas kekejaman ini. Walaupun Wiranto pura-pura tidak mengetahui kasus dan pengadilan itu.

Maaf pak Wiranto, anda salah ketika anda menyampaikan bahwa ketika saya jadi Panglima ABRI tidak ada pelanggaran HAM di Papua. Anda keliru. Dan anda pembohong. Anda manusia yang tak beretika dan arogan. Anda hanya mementingkan diri sendiri. Orang seperti anda tidak cocok menjadi Pemimpin sebuah bangsa. Takkan pernah ada doa restu dari kami para korban.

Anda tidak bisa mengelak dan lari dari perbuatan yang anda lakukan di masa lalu terhadap kami. Maaf, anda juga sama seperti gubernur kami yang dengan seenaknya mengajak kami untuk melupakan masa lalu kami. Sementara, memori pasionis selalu kami jadikan sebagai pijakan untuk melangkah lebih baik dengan cara kami. Jadi maaf, silahkan urus kepentingan politikmu, tapi jangan menambah perih luka kami.

Pak Wiranto, luka ini tak bisa disembuhkan oleh partai Hanuramu atau oleh engkau dan negaramu dengan kebijakan kesejahteraan. Luka ini tak bisa disembuhkan oleh pesta politik Pileg atau Pilpres. Sebab, luka ini adalah luka politik dan luka kemanusiaan. Ia hanya bisa disembuhkan oleh obat yang pas.

Sudah lama kami berseru menuntut kemauan baik engkau dan negaramu untuk menentukan nasib kami melalui jalan yang adil dan demokratis, tapi kalian tak peduli. Kami menawarkan obat, yakni obat dialog atau perundingan, tapi kalian belum merespon.

Tak usalah kalian memaksakan kehendak kalian kepada kami. Sebab apa yang kalian pikirkan tak sejalan dengan pikiran kami. Masalah diantara kita tidak akan berakhir sepanjang kita tidak duduk bersama bicara dari hati ke hati.

Semoga Tuhan yang peduli dengan rakyat jelata, miskin dan papa itu menghalau neraka yang anda dan negaramu ciptakan ini sesegera mungkin. 


Naftali Edoway adalah Pemerhati masalah sospol di tanah Papua Barat.

Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar