Liputan6 .Kisah Ketua Dewan Pembina
Partai Gerindra, Prabowo Subianto menarik minat stasiun televisi
nasional Belanda. Sebuah film dokumenter pun dibuat untuk menampilka
kisah penyanderaan dan pembebasan 2 warga negara Belanda, Martha Klein
dan Mark van der Wal di Mapenduma, Papua, oleh Organisasi Papua Merdeka
(OPM) pada 1996 silam.
Film itu ditampilkan dengan judul
Gegijzeld in Indonesie. Dalam film diceritakan, kala itu 2 warga Belanda
yang tergabung dalam sebuah ekspedisi ‘Ekspedisi Lorenz’ disekap
bersama 11 orang lainnya oleh OPM pimpinan Kelly Kwalik.
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang kala itu dipimpin Prabowo, memberikan mandat dalam operasi pembebasan Sandra Mapeduma.
“Sebagai pimpinan TNI dengan pangkat
tertinggi di lapangan waktu itu, Danjen Kopassus Prabowo Subianto adalah
prajurit yang bertanggung jawab penuh atas ‘Operasi Pembebasan Sandera
Mapenduma’,” kata Koordinator Media Center Prabowo, Budi Purnomo
Karjodihardjo dalam pesan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta,
Sabtu (11/1/2014).
“Walaupun dihadapkan dengan medan yang
sangat sulit dan peta yang minim, Prabowo pada bulan Mei 1996 berhasil
membuktikan ketangguhan Kopassus dalam menyelesaikan operasi sulit dan
menjaga martabat bangsa Indonesia,” tutur Budi.
Film ini kemudian diunggah dengan judul yang sama ke dalam situs YouTube.
Advokasinya terhadap kasus penembakan di
mile 62-63 Mimika, menurut Ferry Marisan empat orang aktifis Elsham,
yakni John Rumbiak, Paula Makabori, Demmy Bebari dan Andy Tagihuma
dikategorikan oleh Kejaksaan Agung Amerika Serikat, sebagai pendukung
teroris melabelkan TPN/OPM sebagai salah satu kelompok teroris di
dunia.‘’Elsham Papua juga dianggap sebagai agen-agen separatis politik
di Indonesia. Elsham Papua digugat oleh Kodam XII/Trikora dalam kasus
pencemaran nama baik,’’ ungkapnya dalam pres releasenya.
Sedangkan kegagalannya, menurut Ferry
Marisan diantaranya adalah pada kasus pembunuhan atas Theys H Eluay,
dimana keluarga Theys mengalihkan kuasa kepada lembaga lain serta
sejumlah kasus yang mengarah pada pelanggaran HAM lainnya.
‘’Elsham Papua gagal mendorong
penyelidikan lebih lanjut terhadap kasus pelanggaran HAM di Mapenduma,
Bella, Alama, Nggeleslama dan Mbua,’’ ungkap Ferry Marisan.
Dan untuk penyelesaian secara
komprehensif atas permasalahan di Papua dan Papua Barat, Elsham
mengeluarkan tiga harapan kepada pemerintah Indonesia. Ketiga harapan
tersebut antara lain pertama, Pemerintah Indonesia bertangungjawab
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua secara menyeluruh dan
komprehensif, kedua Pemerintah Indinesia harus mengurangi jumlah
pasukan ke Papua, dank e tiga, Pemerintah Indonesia secara arif dan
bijaksana member ruang yang terbuka dan demokratis dalam rangka dialog
penyelesaian konflik di Papua.
Saat ditanya tentang harapan untuk
melakukan pengurangan jumlah pasukan TNI/Polri yang bertentangan dengan
komentar Kepala Kampung Purleme Sem Telenggen yang mengungkapkan bahwa
situasi di kampungnya selalu diresahkan oleh ulah kelompok bersenjata
yang semakin liar mengganggu masyarakat setelah sejumlah pos TNI-Polri
kosong hingga terakhir mengakibatkan dua karyawan PT Modern di Puncak
Jaya tewas ditembak kelompok tersebut pada 13 April 2010, Ferry Marisan
meragukan kemurnian keterangan kepala kampong tersebut.
‘’ Terkait dengan pernyataan kepala
kampung itu bahwasannya kita harus melihat secara rasional. Apakah di
lapangan itu keberadaan TNI itu membuat situasi akan aman atau justru
memicu konflik di masyarakat. Karena banyak rakyat sipil yang merasa
tidak aman karena kalau ke kebun harus minta ijin dari TNI, harus lapor.
Pulang juga harus lapor itu yang membuat orang jadi tidak bebas untuk
berbuat. Jadi itu sudh melangar hak-hak orang untuk kebebasan itu. Jadi
bagi saya pernyataan kepala kampung itu harus dilihat bahwa apakah
memang itu dia yang buat atau orang lain yang buat lalu dia baca. Itu
yang harus kita lihat baik-baik,’’ terangnya.
Ketika ditanya hal kongkrit dalam upaya
penyelesaian masalah papua secara komprehensif, Ferry marisan mengatakan
bahwa kasus-kasus yang didalamnya terdapat pelanggaran ham harus
didorong agar sampai pada vonis hakim pengadilan HAM. ‘’Misalnya kasus
wamena dan wasior itu mesti didorong sampai tingkat pengadilan HAM,’’
ungkapnya.
Dikatakan juga bahwa yang sangat penting
adalah bagaimana penanganan para korban perlanggaran HAM di Papua.
‘’Tapi yang juga tidak kalah penting bahwa para korban pelanggaran ham
itu mesti mendapat perhatian dari pemerintah. Ganti rugi mungkin. Mereka
mendapat perlakuan yang layak seperti orang-orang lain. Selama ini para
korban pelanggaran HAM itu kan tidak mendapat tempat yang layak di mata
pemerintah,’’ lanjutnya.
Sedangkan tentang dialog yang diinginkan
Elsham, Ferry Marisan mengatakan bahwa pihaknya hanya menginginkan ada
ruang bagi masyarakat Papua untuk bicara secara terbuka kepada
pemerintah. ‘’Disini tidak bicara dialog Papua-Jakarta, tetapi musti ada
ruang yang terbuka oleh pemerintah Jakarta untuk orang Papua dulu yang
bicara. Jadi bukan berarti dialog yang sekarang dibicarakan antara Papua
dengan Jakarta. Akan tetapi ada ruang yang terbuka oleh pemerintah
Jakarta yang terbuka secara menyeluruh sesuai dengan yang terjadi di
Papua, entah itu politik, sosial, ekonomi dan lain-lain.
Vide0nya : http://www.youtube.com/watch?v=1lESjEr54-o
Sumber : www.komnas-tpnpb.net
Prabowo memang memiliki segudang prestasi, namun sayang tidak banyak orang yang tahu karena sudah terlalu parah fitnah-fitnah yang ditujukan pada tokoh bangsa Indonesia yang satu ini. Maju terus Pak Bowo, kalau sudah jadi presiden tolong buat Indonesia menjadi macan asia.
BalasHapus