News
Loading...

Malas Kerja Bukan Kebudayaan Orang Papua Barat*

Adhen Dimi. Foto: Dok. Pribadi.
Oleh Adhen Isodorus Dimi)*

Budaya rakyat Papua Barat  adalah budaya kerja keras. Sejak kecil,  orang tua kami telah ajarkan kami untuk bisa bekerja. Kami ingat kata leluhur kami dari dulu; 'kalo ko mau hidup, usaha. Kalo ko mau makan, kerja.'  
 
Orang yang tidak bekerja tidak bisa makan, karena untuk bisa makan inilah manusia harus bekerja.  Untuk mendapat sesuatu, orang dituntut berusaha meraih impiannya itu. Dan untuk memeroleh impiannya itulah, ia berusaha.

Bagi saya secara pribadi, budaya kerja kami orang Papua, misalnya saja dalam suku bangsa Mee, ada yang unik dalam budaya kerja kami. Apa yang unik? Yakni bahwa kami bekerja bukan hanya untuk diri kami sendiri, tetapi untuk sesama yang lain di sekitar kami hidup, kerabat, dan demi kemanusiaan.  Bukan demi nama baik gaya Indonesia yang kini popular.

Bagi kami dahulu, kewajiban orang adalah berbuat baik. Nama baik akan mengikutinya dari belakang. Nama baik bukan hal yang dituju untuk dicapai. Bukan. Yang ingin dicapai adalah kehidupan bersama yang damai. Barulah, bagi orang yang berhasil menciptakan kedamaian, nama baik akan melekat padanya.
SAYANG sekali kawan. Saat ini, budaya kerja keras orang Papua mulai sirna. Indoensia telah membuka pintu modernisasi dan globalisasi bagi orang Papua. Globaliasi dan modernisasi melanda masuk, seperti bendungan yang jebol, melanda orang Papua.

Kini, apa yang dapat kita banggakan sebagai generasi muda Papua dari budaya kerja kita yang dahulu pernah ada, dan kita miliki?

Semua orang Papua Barat mulai tidak  berdaya, dibelenggu budaya instan, budaya cepat saji, budaya konstan, budaya cepat. Kita tidak lagi menghargai dan menikmati proses sebagai sebuah jalan yang indah, yang nikmat  untuk dinikmati.  Mata  kita semakin sayup-sayup, seperti bangsa yang tidak  berdaya, kita orang Papua dibuat.

Orang Papua Barat kini telah, sedang dan akan selalu dididik oleh negara Indonesia dan negara sahabat-sahabatnya untuk menjadi konsumen abadi.  Orang Papua  saat ini tidak mau bekerja karena akan di sediakan uang oleh Indonesia. 

Orang Papua  tidak perlu susah payah bekerja  karena banyak uang yang di sediakan saat ini, berupa Otonomi khusus dan UP4B untuk orang Papua. INTINYA,  kita  orang Papua di ajarkan untuk menikmati hidup ini dengan santai dan jalan untuk bersenang-senang saja tanpa harus bekerja. Ini letak bahayanya kawan. 

Budaya enak, santai, instan Ini bertentangan dengan dasar kebudayaan kita, dimana kita hidup dari hasil keringat kita. Ingat kata-kata leluhur; Kau kerja, kau makan. Kau usaha, kau dapat.

Indonesia telah menjadikan generasi Papua Barat sekarang adalah kumpulan manusia yang tidak suka bekerja. Sebagai contoh, kita bisa melihat apa yang sedang terjadi di Papua Barat, betapa banyak orang yang tidak mau bekerja lagi. Di Papua Barat, hampir setiap hari, sebagian  besar orang Papua Barat hanya duduk-duduk dan berdiri di pasar, terminal, dan emper-emper toko tanpa berbuat apa-apa, mereka datang hanya melihat jualan di pasar toko milik para pendatang, cerita-cerita sembarang, yang jelas mereka tidak berbuat apa-apa. Itu saja. 

Teman-teman generasi muda Papua Barat, mungkin sekarang saat yang pas, bahwa kita harus SADAR, BERSATU dan LAWAN! Bahwa orang tua  ajari kita  untuk  hidup tidak hanya bergantung pada uang atau barang-barang yang di berikan, tetapi dengan hasil keringat sendiri. Kata bapak pendeta  Yoman;  "kita harus meminum air dari sumur galian kita sendiri."  Dan itu benar. Kita harus mandiri! Jangan hidup kita ini kita  gantungkan pada pemerintah saja.  
 
Apa gunanya tanah Papua yang subur, hutan yang perawan, gunung yang indah, pantai yang teduh, air yang dingin bening? Maki  kita lindungi mereka, usir negara penjajah perusak alam kita, dan dengan bebas mandiri, kita atur semua sumber daya yang kita punyai, untuk kemakmuran kita sendiri, bangsa Papua Barat. Maju!
-------------
*Papua Barat, atau West Papua bukan merujuk pada provinsi Papua Barat ala Indoensia, tetapi merujuk pada tanah Papua Barat, dari Sorong sampai Samarai, Merauke.
 
)* Penulis adalah mahasiswa Papua, kuliah di Solo.
 
Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar