News
Loading...

Tangkap 260 Lebih Orang di Papua, Polisi Tunjukkan "Kebodohan" pada Dunia

Penangkapan di Papua. Foto: Ist

Rentetan kekerasan di Papua, hanya menunjukkan kebodohan aparat dan keberadaan negara Indonesia di Papua yang Penuh tandatanya.

Indonesia mewacanakan bahwa Negaranya adalah Negara Demokrasi. Tapi di Papua seperti Neraka tanpa Demokrasi. Kebebasan orang Papua untuk menyampaikan pendapat dilarang, dan bahkan dimusuhi. Kasus penangkapan selama dua hari, 30 April 2015 1 Mei 2015, terhadap 260-an lebih orang Papua, saat melakukan aksi Protes Aneksasi, yang kasus penangkapannya tidak hanya di seluruh tanah Papua tapi juga merambat di Jawa (Suarabaya), yang penangkapannya dilakukan oleh TNI dan Polri, sesungguhnya menunjukkan bahwa Negara terus Represif dan Diskriminatif terhadap orang Papua.

Aksi damai selalu dipaksakan untuk dibubarkan, dan kasus seperti itu sangat meluas di mana-mana dan sistematis terjadi terus menerus dan berulang-ulang.

Aksi tanggal 1 Mei, sangat jelas, di mana Orang Papua menyatakan penyerahan Papua oleh UNTEA ke Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963 adalah "ILEGAL". Dan jika dilihat dari prespektif Hukum mana pun, proses ini memang sangat Ilegal dan tidak ada yang bisa membantah hal itu. Ini bukan pada soal perdebatan ini atau itu, lebih dari itu adalah soal subtansi hukum dan prinsip-prinsip dasar hukum berdasarkan atas Hak Hidup sebuah bangsa sesuai dengan amanah Hak Asasi Manusia, tentang Hak hidup tiap Individu/Kelompok/Bangsa manusia di muka Bumi.

Penyerahan sepihak atas konspirasi yang dilakukan oleh Amerika dan Indonesia, tidak melibatkan orang Papua, selaku pemilik tanah Papua dan pemilik hak atas hidup mereka di alam kebebasan mereka, sudah sangat melecehkan dan bahkan merendahkan Martabat Bangsa Papua, dan itu sudah melanggar Hak Kebangsaan sebuah bangsa dan melanggar Hak Asasi Manusia.

Semestinya, minimal dalam proses itu, harus menanyakan apa mau orang Papua, apalagi, pada 1 Mei 1963, tanah Papua itu bukan milik Indonesia, Bukan Milik Amerika, Bukan Milik UNTEA bukan Milik Belanda atau Siapapun. Pada 1 Mei 1963, tanah Papua ini milik Bangsa Papua atas warisan tanah leluhur moyang orang Papua semenjak mereka diciptakan TUHAN untuk hidup dan berkembang di Tanah Papua yang diberikan TUHAN pad Nenekmoyang orang Papua.

Jika kita tengok, katanya, Indonesia memiliki landasan Hukum pada Negara-nya, dan kemudian TNI dan Polri dilihat sebagai penegak Hukum. Jika demikian adanya, semestinya Negara dan TNI Serta Polri menyadari bahwa proses 1 Mei 1963 adalah "ILEGAL" dan mereka justru mendorong upaya penegakan hukum atas kesalahan besar yang sudah dilakukan oleh Pemimpin Negara pendahulu. Ini bukan Soal mungkin atau tidak mungkin.

Ini soal bagimana menaati prinsip-prinsip hukum berdasarkan Hak Hidup Sebuah Bangsa. Dan menarik lagi, itu kemudian ditegaskan pada Mukadimah UUD45 "Bahwa Kemerdekaan itu ialah Hak segala bangsa, maka, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan". Dan prektek-prakter represif yang berlebihan sampai pada menutup ruang Demokrasi, Penangkapan membabibuta terhadap orang Papua, Pelarangan Aksi, Penyiksaan, Pembunuhan dan lain-lain yang sudah secara terstruktur dan berlaku sejak 1962 sampai saat ini, mengindikasikan dengan tegas bahwa Bangsa Papua sedang dijajah oleh Negara Indonesia.

Disisi lain, jika Indonesia pun adalah Negara Demokrasi, semestinya, ketika ada komunitas masyarakat yang melakukan aksi menuntut keadilan dan kebenaran, harus didukung dan diberi apresisiasi yang besar, dan harus dibuka ruang Demokrasi selebar-lebarnya. Bukan menunjukan kebodohan dengan menangkap dan menyiksa orang Papua yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Tindakan tidak manusia yang dipraktekan oleh Negara dan Aparat Negaranya, sangat memaluhkan, dan sangat tidak manusiawi.

Dalam proses penangkapan seperti ini, tidak ada prespektif hukum atau penegakan Hukum. Yang ada hanya prespektif preman dan tindikan brutal. Tindakan yang sudah dipraktekan ini, sesungguhnya menunjukan tidak ada niat dan kepedulian terhadap peneggakan Hukum untuk orang Papua. Indonesia masih memakai penegakan Politik dengan gaya preman. Dan hal seperti ini, harus dikritisi dengan prespektik kemanusiaan dan hukum. Walau kita tahu, tidak ada hukum untuk orang Papua di Republik ini, namun, ini akan menguatkan kita pada perjuangan kebenaran berdasarkan Hak Asasi Manusia.

Tindakan kejahatan yang sudah dilakukan oleh Negara melalui Aparat Negaranya, seperti penangkapan dan penyiksaan dalam dua hari kemarin, ini bagian dari rentetan kasus kejahatan sebelumnya. Dan ini memberikan bukti bahwa, hak hidup orang Papua sangat terancam di Indonesia. Dan kasus ini juga menunjukan bahwa, kekerasan yang dilakukan oleh aparat, masih melakukan pola-pola lama yang sama terus menerus, dan ini menunjukan pada Dunia bahwa:

 (1) Tidak ada hak hidup untuk orang Papua;

(2) Tidak ada ruang Demokrasi untuk orang Papua;

 (3) tidak ada penegakan hukum untuk orang Papua;

(4) yang ada, hak hidup orang Papua hanya di ujung moncong senjata dan hak hidup orang Papua hanya ditentukan oleh Negara dan aparat Negara (TNI dan Polri).

Tindakan brutal seperti ini, sangat kelewatan batas. Dan sangat tidak manusiawi. Tindakan-tindakan tidak manusiawi seperti ini harus dikutuk.

Sebuah Negara yang Demokratis dan Negara yang Menjunjung Tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia, semestinya melakukan:

Satu: Permintaan Maaf pada kesalahan dan mendorong perbaikan di masa lalu, dan berani menyatakan kesalahan dan mencari solusi damai;

Dua: Ruang Demokrasi dibuka sebebas-bebasnya;

Tiga: Penegakan hukum berdasarkan kebenaran;

Empat: Membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Lima: Mendorong Dialog damai sebagai sarana penyelesaian masalah-masalah secara menyeluruh dan objektif.

Dari rentetan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Negara terhadap orang Papua, saya sangat pesimis kalau 5 Poin yang harus dilakukan oleh Negara yang menjunjung tinggi Demokrasi dan Hukum bisa dilakukan oleh Negara Indonesia. Jika itu tidak dilakukan oleh Negara, maka, kepunahan orang Papua hanya hitung tahun, apalagi kejahatan kemanusiaan sudah dilakukan dari tahun 1962  sampai saat ini.

Cukup sudah dengan stigmatisasi orang Papua, cukup sudah dengan menangkap dan menyiksa orang Papua, cukup sudah dengan menembak orang Papua. Orang Papua itu bukan binatang. Jangan lagi melakukan Diskriminasi atas hak hidup orang Papua. Ada proses damai yang lebih bermartabat yang bisa dilakukan sebagai sarana pencapaian Solusi Damai.

Ada 5 Poin di atas yang bisa dilakukan. Jika Negara jujur, bisa ditempuh melakukan kajian Sejarah kembali dan harus mampu mengakui kesalahan, bukan dengan pemaksaan orang Papua untuk melupakan sejarah Papua dengan melakukan kekerasan.

Marthen Goo Adalah Aktivis Kemanusiaan Papua

http://majalahselangkah.com/content/-tangkap-260-lebih-orang-di-papua-polisi-tunjukkan-kebodohan-pada-dunia
Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment