Foto AMP |
ALIANSI MAHASISWA PAPUA [AMP] KOMITE KOTA YOGYAKARTA
BUKA RUANG DEMOKRASI DI ATAS TANAH WEST PAPUA
Pernyataan Sikap
Sejarah West Papua berjalan dengan berbagai manipulasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat demi kepentingan ekonomi politik yang berpuncak pada klaim West Papua sebagai daerah integral Indonesia pada tanggal 01 Mei 1963 melalui UNTEA. UNTEA pada waktu itu adalah perwakilan orang Asia dan sangat berpihak kepada Indonesia.
Setelah West Papua menjadi bagian dari Negara kolonial Indonesia sebelum dilakukannya Pepera 1969, teror, intimidasi, pembantaian, pembunuhan, dan manipulasi dibuat oleh pemerintah Indonesia demi kepentingan terselubung mereka secara terus menerus.
53 tahun lamanya, segala sektor dan lini kehidupan orang Papua hidup dibawa tekanan moncong senjata militer Indonesia. Militeris diterapkan besar-besaran di Papua tanpa izin pemilik hak ulayat demi kepentingan Negara kolonial Indonesia untuk memusnahkan manusia Papua.
Perjuangan Panjang West Papua pun bergulir dengan penangkapan semena-mena, pembunuhan nyata hingga misterius, teror, intimidasi mewarnahi lini kehidupan kebebasan berekspresi. Ruang demokrasi dibungkam habis-habisan hingga berpuncak pada 01 Mei 2015 kemarin. Dalam peringatan hari Aneksasi West Papua, dari Sorong sampai Samarai, 164 orang ditangkap secara paksa, dan 3 orang rakyat Papua dibunuh oleh Polisi dan 2 orang lainnya ditangkap secara tidak manusiawi di Nabire.
Dalam kondisi pembungkaman ruang demokrasi, perjuangan bangsa West Papua melalui United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada 5 Februari 2015 telah mengajukan aplikasi keanggotaan di Melanesia Spearhead Group (MSG). Itu pun dilakukan dengan lika-liku Indonesia untuk menutupi kesalahan-kesalahan dan mau membatalkan semua ruang gerak perjuangan rakyat Papua.
Hingga pada 08 Mei – 13 Mei 2015 kemarin. Kedatangan Presiden Jokowi dan 10 Menteri ke West Papua, dengan membebaskan 5 Tahanan Politik (Tapol) tanpa Amnesty, Pembebasan Jurnalis Asing ke Papua yang sampai saat ini masih melahirkan kontravesrial di antara para pemegang birokrasi kolonial Indonesia, dan pemberian 6 triliun rupiah yang katanya untuk dana pembangunan di Papua untuk menjauhakan dan membatalkan peran diplomasi West Papupa masuk ke MSG.
Kondisi mahasiswa Papua saat ini di tanah rantauan pun memiliki hal yang sama. Ruang demokrasi dibungkam semakin nyata, terlihat ketika Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 diselenggarakan di Bandung, penangkapan 3 mahasiswa Papua secara paksa yang tidak sesuai dengan jalur hukum. Juga pada peringatan hari Aneksasi West Papua pada 01 Mei 2015 kemarin, 2 mahasiswa Papua ditangkap di Surabaya.
Ruang gerak dan pembungkamanan semakin kentara, disamping diplomasi West Papua yang akan dibicarakan di MSG pada 21 Mei mendatang mendapat banyak respon dari dunia internasional.
Melihat semua kompleksitas semua persoalan di atas tanah West Papua saat ini, dimana belum ada pengakuan terhadap hak-hak demokratis rakyat Papua Barat, maka AMP menyatakan sikap kepada Rezim Jokowi – JK untuk segera:
1. Buka ruang demokrasi seluas-luasnya di atas tanah Papua.
2. Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat.
Sekian pernyataan sikap ini kami buat atas perhatian dan dukungan semua pihak, kami ucapkan terima kasih.
Salam Pembebasan.....!
Yogyakarta, 16 Mei 2015
Kordinator Aksi
Aworo Tutu
Blogger Comment
Facebook Comment