Penangkapan di Papua. Foto: Ist
Melihat kebijakan Militeristik Negara Indonesia yang selama ini sering dilakukan di Papua, melalui alat kelengkapan Negaranya (TNI/POLRI) di bawah Komando Kapolda dan Pangdam Papua baik pimpinan-pimpinan sebelumnya maupun sampai g sekarang, Khususnya dalam hal berekspresi menyampaikan pendapat dimuka umum oleh sebagain kelompok atau rakyat papua yang berbeda Ideologi atau pandangan, yang selalu dibungkam ruang demokrasinya oleh aparat dengan melakukan penangkapan dan pemenjarahan.
Tapi ternyata Sampai saat ini, semuanya itu tak kunjung juga dapat menyelesaikan masalah di Papua. Justru saya melihat bahwa aparat TNI/POLRI akan terus cenderung terpancing dan terprovokasi untuk selalu melakukan tindakan represif atau Kekerasan yang berakibat pada jatuhnya Korban Jiwa dan ini akan menambah dafar pelanggaran Ham berkepanjangan di tanah Papua yang dilakukan oleh negara melalui TNI/POLRI terhadap rakyat sipil bangsa papua di dalam bingkai "Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Jadi Saya melihat bahwa ini merupakan sebuah Siklus dan Proses yang akan berulang dan terjadi terus-menerus kedepan, apabila tidak mendeteksi dan menyelesaikan proses akar masalah sesungguhnya yang bertahun-tahun lamanya tidak pernah diselesaikan oleh Negara Indonesia selama ini.
Dan akibatnya yang akan menjadi Korban adalah Rakyat Sipil Papua dan tentunya akan berimbas juga pada kepercayaan dari seluruh rakyat Papua sebagai Warga Negara Indonesia yang lainnya juga akan rapuh dan tidak respek terhadap Negara, karena yang menjadi korban adalah keluarga mereka Ras malanesia bangsa Papua serta kepercayan terhadap negara Indonesia di mata dunia Internasionalpun terhadap penegakan Ham akan dipertanyakan?? sebagai negara yang katanya mengahargai demokrasi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) seperti yang sebagimana kita ketahui bahwa Kebebasan berpendapat maupun berekspresi yang diakui di Indonesia selaku negara demokrasi, itu dijamin dalam Dasar Konstitusi Negara yaitu UUD 1945 Khususnya Pasal 28E ayat 3 yang berbunyi:
"Setiap Orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat" dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik dimana terdapat pada article 19 paragraph 1 dan 2 yang telah diratifikasi Indonesia dimana telah diatur dalam Ketentuan UU No.9 tahun 1998 yang mengatur Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Jadi perluh diketahui bahwa dalam UU ini, diatur bahwa menyampaikan pendapat, berekspresi adalah hak dari setiap warga negara tapi ada Pasal 6 yang mengatur tentang batasan-batasan cara menyampaikan pendapat itu.
Ada lima point penting yang harus diperhatikan dalam Pasal 6, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 berbunyi warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: (a) menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, (b) menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, (c) menaati hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, d) menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan (e) menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Jadi dari ketentuan tersebut diatas maka sudah sangat jelas dapat dianalisis bahwa sebenarnya selama ini Demonstrasi Damai yg dilakukan oleh massa KNPB dan aktifis papua, serta pemberitaan terkini dibeberapa media terhitung sejak tanggal 30 s/d tgl 1 mei 2015 dibeberapa kabupaten kota di propinsi papua yang berakhir dengan terjadinya penangkapan dari pihak aparat ini, akan dilihat sebagai satu proses pembungkaman demokrasi dalam menyampaikan pendapat di tanah papua apalagi demo damai tersebut tidak mengganggu ketertiban umum misalnya menutup jalan, demonstrasi sambil lempar-lempar segalah macam, minta uang kepada masyarakat dengan paksa, membawa alat tajam seperti panah, tombak, parang, anak panah dan membikin onar serta lain sebaginya.
Hanya saja, saya melihat bahwa selama ini aparat keamanan cenderung beramsumsi bahwa Point paling penting dalam Pasal 6 itu, adalah point huruf terakhir huruf (e) yaitu menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Jadi, kalau kasarnya ngomong, kalau demonstrasi tentang suara kemerdekaan atau perbedaan pandangan Ideologi, dalam UU No. 9 Tahun 1998 itu sudah jelas tidak boleh karena membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dan ini sebenarnya merupakan kekeliruan dan tafsir yang salah secara tidak langsung, karena sebenarnya negara sendiri telah melanggar Struktur Sistem yang telah dibuat dan dibangun selama ini.
Seharusnya penafsiran ayat 6 Point (e) tersebut tidak dimaknai demikian, karena yang harus ditafsir di sini ialah demi tidak terjadinya Perpecahan dalam bingkai NKRI, serta guna untuk mempertahankan serta memupuk kesatuan dan persatuan bangsa yang sudah ada, dari kelompok-kelompok ataupun pihak-pihak tertentu dari sebagian rakyat Papua yang selama ini berbeda paham dan berseberangan dengan Ideologi Negara, maka negara seharusnya sudah mampu mendeteksi faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat tersebut serta adanya doktrin Ideologi yang berbeda. Kalau memang sebagian rakyat Papua berpandangan bahwa Proses Integrasi Kembalinya papua ke Pangkuan Indonesia dianggap sebagai Proses Aneksasi Bangsa Papua Ke Indonesia maka Negara berkewajiban seharusnya segera meluruskan proses sejarah Politik Papua barat ini, dan memberikan penjelasan secara Komprehensif terhadap sodara-sodara yang berseberangan.
Jadi sekali lagi jangan lagi Negara melakukan Pembungkaman Demokrasi terhadap aksi-aksi demonstrasi damai yang dilakukan oleh rakyat papua, karena aksi-aksi tersebut bukan aktifitas terorisme yang harus dihadang dengan moncong senjata sehingga banyak aktifis papua yang ditangkap, bibunuh dan bahkan dipenjarakan karena itu hanya akan merusak citra negara Indonesia khususnya dimata rakyat papua dan dunia Internasional dalam melakukan pelanggaran Ham.
Karena menurut hemat saya yang dibutuhkan sekarang ini sebagai solusi adalah melawan akar-akar masalah yang muncul melalui doktrin ideologi, karena penebaran kebencian merupakan bagian kecil dari penyebaran doktrin. Oleh karenanya negara harus mampu mencarikan solusi menjelaskan kepada rakyat papua terhadap perbedaan pandangan Doktrin Ideologi yang ada ini.
Jadi sudah saatnya negara harus mempunyai solusi final dan alat tawar yang komprehensif secara menyeluruh di Papua dengan melakukan dialog terutama kepada saudara-saudara yg mempunyai perbedaan pandangan dan ideologi yg berbeda tersebut, dalam meluruskan Status Politik Papua Barat di Indonesia berdasarkan fakta sejarah yang sebenarnya.
Artinya, negara harus mampu memberikan fakta kebenaran yang rasional, berdasarkan kajian-kajian Akademis tentang Integrasi Papua kedalam NKRI, apakah Berintegarasinya Papua Barat Ke Indonesia semenjak Pepera tersebut dilakukan secara Paksa dibawah tekanan tertentu ataukah dilakukan secara Sukarela oleh Rakyat Papua untuk mengintegrasikan diri menjadi bagian dari NKRI?? Supaya dengan demikian diharapkan ada Pembuktian yang Komprehensif apakah Ideologi-Ideologi yang berbeda Pandangan dari saudara-saudara kami selama ini yang ingin memisahkan diri dari pangkuan NKRI sudah berdasar atas fakta-fakta sejarah atau tidak? agar terbukti kebenarannya dengan demikian tidak terjadi dusta diantara kami rakyat papua dan bangsa indonesia saling tuding-menuding siapa yang paling benar dan siapa yg salah.
Jadi saya pikir negara tidak perluh takutlah dan terlalu kawatir serta gegabah dalam melakukan tugas kamtibmas dan menjaga kedaulatan negara dengan melakukan tindakan represif terhadap aksi demo damai tertentu yang dilakukan oleh rakyat papua yang berbeda ideologi, kalau memang negara Indonesia benar dan berdasar atas fakta sejarah berintegrasinya bangsa papua kedalam pangkuan NKRI, sekali lagi saya tegaskan seharusnya negara tidak perluh kawatir justru negara harus merangkul dan merespon terhadap pihak-pihak tertentu yg berseberangan tersebut kalo memang negara benar serta menjelaskan semuanya dan membuktikannya berdasar atas fakta-fakta sejarah demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karenanya Kami dari Lembaga Investigasi dan Informasi Kemasyarakatan (LIDIK) Propinsi Papua meminta dan mendorong:
SATU: Kepada Presiden Republik Indonesia sudah saatnya Negara harus mempunyai Itikad yg baik serta berani mengakui kesalahan Pelanggaran Ham masa lalu di Papua serta menyelesaikannya di Pengadilan Hak Asasi Manusia serta meminta pihak-pihak tertentu yang diduga dan telah terbukti untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di negara ini agar secara khusus dapat memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban serta secara umum dapat memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Papua dengan demikian kepercayaan rakyat asli Papua kembali tumbuh pada pemerintah.
DUA: Kami juga meminta dan mendorong kepada Presiden Republik Indonesia agar Segera menyelesaikan akar persoalan sebenarnya dan sesungguhnya yang selama ini menjadi batu sandungan penghambat kebijakan pembangunan dalam segalah bidang baik itu dalam hal Politik, Keamanan, Ekonomi dan Sosial Budaya yang telah merembes kedalam semua dimensi Kehidupan yang terjadi di Papua, yaitu Pelurusan sejarah Status Politik Papua dengan dimediasi oleh Pihak Ketiga dalam membuka Ruang Dialog dengan Kelompok-Kelompok yang berseberangan ideologi dan pandangan selama ini berdasarkan atas fakta-fakta sejarah yang ada, supaya dapat terungkap kebenaran hakiki yang sesungguhnya demi tetap kokoh dan terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI.
Jayapura, 2 Mei 2015
Ketua LIDIK Provinsi Papua
ttd
Hendrik Abnil Gwijangge, S.H.,M.Si.
(Contac Person 082197591166)
Blogger Comment
Facebook Comment