Ilustrasi Area Pertambagan PT. Freeport. (IST) |
Timika, 4/7 (Jubi) – Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan
(YAHAMAK), Kabupaten Mimika, berencana menggugat pemerintah Republik
Indonesia (RI) dan pemerintah Provinsi Papua ke Mahkamah Internasional
(MI), terkait pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral, Energi dan Batu Bara (Minerba), yang dinilai
tanpa solusi yang jelas.
Menurut Wakil Direktur YAHAMAK, Arnold Ronsumbre menegaskan rencana untuk menggugat pemerintah Indonesia
dan Provinsi Papua ke Mahkamah Internasional, sebab UU Minerba ini
diterapkan secara membabi-buta tanpa memperhitungkan dampak yang bakal
menimpa warga pada umumnya.
“Kenapa baru sekarang UU Minerba ini
diberlakukan, kenapa tak ada waktu PT Freeport Indonesia (PT FI) lagi
masa jaya-jayanya tidak diberlakukan UU itu. Problema ini harus segera
ditindaklanjuti, karena sebelumnya dari pihak SPSI-PT FI sudah
memperjuangkan nasib karyawan ke depannya. Tapi apabila tak segera
ditindaklanjuti, akan berdampak pada kesejahteraan dan kehidupan
masyarakat Papua khususnya,” kata Arnold dalam siaran pers , di Timika,
Jumat (4/7).
Atas
alasan itu , YAHAMAK berencana merangkul beberapa pihak dan
lembaga-lembaga di kabupaten dan provinsi untuk membentuk tim penggugat
ke Mahkamah Internasional, yang berkedudukan di Den Haag,
Belanda. “Hari ini kita akan melakukan pertemuan dengan pihak Lemasa,
Lemasko, LPMAK dan beberapa pihak lainnya. Juga selama ini sudah
melakukan hubungan kemiraan kerja dengan Freeport,” kata Arnold.
Menurut Arnold, ini dilakukan karena beberapa pihak yang bergantung pada PT FI tidak bisa tinggal diam
saja, melihat Freeport mengalami goresan seperti ini. “Problema ini
semua harus diusut secara mendalam. Sebagai lembaga, jangan hanya
menerima uangnya Freeport saja, tetapi melihat keadaan seperti ini kami
sebagai lembaga harus bertindak,” jelasnya.
Pasalnya,
menurut Arnold, ketidakjelasan sejak UU Minerba ini diberlakukan yang
tidak memberikan solusi ini, justru memicu pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) terhadap ribuan pekerja Freeport. Khsusunya bagi warga Papua.
“Sekarang
ini anak-anak Amungme dan Kamoro tak bisa dikirim lagi keluar daerah
untuk menempuh pendidikannya, karena Lemasa dan Lemasko sudah tidak
mampu memberi beasiswa sejak dana dihentikan. Rumah Sakit Mitra
Masyarakat (RSMM) juga kesulitan biaya karena kucuran dana sangat minim,
kita tidak mungkin persalahkan LPMAK, karena LPMAK juga bergantung pada
Freeport,” kata Arnold.
Arnold
menilai, UU Minerba ini diterapkan secara membabi-buta tanpa
memperhitungkan dampak yang bakal menimpa warga pada umumnya. “Mungkin
Pemerintah Pusat tidak tahu kehidupan warga Papua sangat bergantung pada
Freeport. Kalau kondisi terus seperti ini, jelas yang rugi bukan
Freeport, tapi karyawan dan warga Papua yang merasakan dampak
langsungnya,” katanya.
Di
sisi lain, pemberlakuan UU Minerba mengancam kehidupan ribuan karyawan
yang bekerja di PT Freeport Indonesia. Pasalnya, tidak ada jalan keluar
pasca penetapan UU itu, yang menyebabkan ribuan karyawan bakal
dirumahkan. Termasuk sejumlah kontraktor-kontraktor lokal yang selama
ini menggantungkan hidupnya bermitera kerja di PT FI pun bakal gulung
tikar.
“Terlalu
banyak kami mendapat keluhan mengenai ketidak-jelasan nasib mereka, ada
yang sudah dirumahkan. Ada kontraktor yang terpaksa gulung tikar karena
tidak dapat pekerjaan. Nah, dalam kondisi begini keberpihakan
pemerintah ada dimana?,” tutur Arnold.
Dalam pandangan YAHAMAK, selama ini pemerintah daerah Mimika, pemerintah Provinsi Papua, MRP, dan DPRP
tidak berbuat banyak untuk menyelamatkan karyawan dan warga Papua pada
umumnya. Dalam menanggapi pergolakan akibat pemberlakuan UU Minerba yang
kini terjadi ditubuh perusahaan pertambangan PT Freeport Indonesia.
“Sekarang
ini, keluarga-keluarga karyawan resah karena ketika karyawan kehilangan
pekerjaan, tentu berdampak pada kehidupan keluarga mereka. Belum lagi
Yayasan-yayasan yang selama ini sudah menggantungkan hubungan kemiteraan
kerjanya di Freeport seperti LPMAK, Lemasa, Lemasko, dan lembaga
lainnya juga nantinya akan lumpuh,” paparnya.
Menurut
Arnold, daerah Mimika yang mendapatkan dampak langsung setelah UU
Minerba ini diterapkan karena mengakibatkan banyak karyawan yang sudah
dan masih akan dirumahkan. Sudah jelas, kondisi ini sangat
dikhawatirkan, karena akibat dari dampak ini juga tingkat kriminalitas
seperti pembunuhan, pencurian, dan perampokan siap meningkat terjadi
dimana-mana.
Secara
terpisah, salah satu karyawan PTFI, Daniel berharap masalah ini dapat
terselesaikan dengan baik, terutama pemerintah Indonesia bisa memikirkan
dampak dan mencari solusi, jika nantinya sekitar seribuan karyawan
terkena dampak PHK atau dampak ekonomi lainnya akibat pemberlakuan UU
Minerba. (Jubi/Eveerth)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Blogger Comment
Facebook Comment