SORONG - Bupati
Raja Ampat, Drs Marcus Wanma,MSi dalam jumpa pers di Honay Room, Luxio
Hotel Sorong, Jumat sore (30/08/2013) mengaku sangat kaget mendengarkan
informasi dari berbagai media massa mengenai statusnya sebagai
tersangka, padahal hingga saat ini Ia sendiri belum pernah menerima
surat dari pihak Kejaksan Agung RI yang yang menetapkan dirinya sebagai
tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD) Kabupaten Raja Ampat. Bagaimana proses hingga hadirnya
proyek PLTD yang kini bermasalah itu dituturkan panjang lebar oleh
Bupati Marcus Wanma. Dimana intinya bahwa karena keprihatinannya yang
mendalam atas kondisi ibukota Waisai yang saat itu masih sangat terbatas
terutama dibidang penerangan, maka untuk kepentingan rakyat, sebagai
anak negeri, Bupati Max Wanma-sapaan akrabnya- berpikir untuk berbuat
sesuatu. Terkait dengan status dirinya sebagai tersangka karena
kebijakan penunjukan langsung kepada PT GSD dalam proyek PLTD, Bupati
Wanma mengakui adanya pelanggaran administrasi.
Namun menurutnya,
pelanggaran administrasi yang tertuang dalam kebijakan itu dilakukan
karena dirinya termotivasi oleh pernyataan Presiden SBY dalam pertemuan
di Manado, Sulawesi Utara bahwa berbuatlah sesuatu untuk rakyat. Karena
itulah ia pun berani mengeluarkan kebijakan yang mengarah kepada
kepentingan rakyat namun kini menyeretnya sebagai tersangka. Bahwa
kenapa sampai proyek PLTD ditangani PT GSD, menurut bupati, saat itu
kondisi Kabupaten Raja Ampat benar-benar masih sangat memprihatinkan.
Meski Ia sendiri sudah mencari investor sampai ke Jawa sana, namun saat
itu belum ada yang mau berusaha di Raja Ampat. Akhirnya dengan usulan
dari mantan Sekda, Abner Kaisepo, dimana ada seorang puteri Raja Ampat,
SW yang bersedia membantu dalam membangun penerangan di Waisai, akhirnya
proyek PLTD itupun ditangani oleh PT GSD yang dipimpin oleh SW. Waisai
Butuh Listrik Sebelumnya diuraikannya oleh, Bupati Wanma bahwa Kabupaten
Raja Ampat yang ditetapkan melalui UU Nomor 26 Tahun 2002 sebagai salah
satu kabupaten pemekaran dari 14 kabupaten lainnya di Papua dan Papua
Barat saat itu, kondisi Waisai sebagai ibukota kabupaten merupakan satu
dusun dari kampung Saonek yang masuk dalam wilayah pemerintahan Distrik
Waigeo Selatan.
"Itu hanya dusun kecil, tapi karena ditetapkan melalui
UU sebagai ibukota kabupaten Raja Ampat, Waisai hanya terdapat 10 rumah,
1 puskesmas dan 1 sekolah dasar yang merupakan tindaklanjut dari
kegiatan ABRI masuk desa pada waktu itu. Semua fasilitas infrastruktur
yang ada di sana hanya jalan setapak yang selain dilalui oleh manusia,
tapi juga dilalui oleh binatang, maaf saya harus sebut babi atau orang
Papua bilang kaki empat, kadal-kadal dan biawak, itulah kondisi Waisai
saat itu," urai Bupati Wanma yang dalam jumpa pers ini didampingi Kabag
Hukum Setdakab Raja Ampat, Mohyat Mayalibit,SH serta Kabag Humas, Petrus
Rabu,S.Fil. Dikatakannya, saat itu Waisai sebagai ibukota Kabupaten
Raja Ampat mengalami kekurangan pasokan aliran listrik, hanya dilayani
listrik desa yang menyala dari pukul 18.00 - 02.00 WIT.
Keadaan inilah
yang mengakibatkan dirinya sebagai seorang putra daerah, sebagai anak
negeri yang dipercayakan oleh pemerintah melalui masyarakat, untuk
memimpin kabupaten Raja Ampat dan membangun kabupaten baik pada sector
pemerintahan, pelayanan kemasyarakatan. "Listrik desa hanya menyala dari
pukul 18.00 Wit sampai pukul 02.00 WIT. Lalu timbul satu pemikiran
untuk mengatur dan berdialog dengan PLN," tutur Wanma sembari
menambahkan, setelah berdialog dengan PLN, akhirnya disepakati listrik
di Waisai menyala selama 4 jam pada malam hari dari pukul 18.00-22.00
WIT, dan dari pukul 09.00-13.00 WIT siang hari untuk mendukung
kegiatan-kegiatan pemerintahan saat itu. Dengan suara yang agak bergetar
bahkan seperti mau menangis, kepada pers, Wanma mengatakan dirinya
membangun Raja Ampat dengan hati bukan karena statusnya sebagai pejabat
Bupati, tapi sebagai pelayan masyarakat.
Hal inilah yang memotivasi dan
mendorong dirinya untuk mengambil kebijakan lahirnya PLTD.
Dikisahkannya, saat Presiden SBY menggelar rapat koordinasi di tiga
wilayah, yang mana wilayah timur dilaksanakan di Manado, SBY
mengingatkan Gubernur, Bupati dan Walikota harus berbuat sesuatu untuk
kepentingan masyarakat. Dengan kondisi yang masih sangat sulit saat itu ,
Wanma mengaku dirinya membangun Raja Ampat dengan doa dan air mata.
"Oleh karena itu pada akhir tahun 2005, disepakati bangun PLTD dan
dibantu oleh putri kampung sendiri yang melihat kondisi Raja Ampat saat
itu yang tergerak hatinya untuk membantu, nominalnya Rp 20 miliar. Terus
terang dengar Rp 20 miliar itu saya ngeri, krena saya mau bayar dengan
apa, sedangkan kepentingan pelayanan kepada masyarakat harus diutamakan.
Untuk melunasinya kami bayar sampai 4 tahun, dengan tidak merubah itu,"
tandasnya.
Inilah kebijakan yang harus dibuat, dikarenakan termotivasi
seruan dan himbauan dari Presiden SBY yakni buatlah sesuatu untuk
masyarakat. Kebijakan menurut presiden, ada yang mengarah ke korupsi,
tetapi juga ada kebijakan yang betul-betul untuk kepentingan masyarakat.
"Itulah satu- satunya kado yang diterima darinya setelah dari Manado
dalam pertemuan Gubernur, Bupati dan Walikota se-Indeonsia dengan
Presiden SBY. Mungkin dengan adanya proyek yang lebih besar, makanya
tadi saya katakan proyek Rp 20 M.
Ini bulu badan berdiri, apakah saya
mampu untuk membayar ini. Tuhan berikan petunjuk dengan nilai yang tidak
berubah dari tahun dan itu sudah kesepakatan dari DPRD, bahkan salah
satu anggota DPRD Kabupaten Raja Ampat pernah mengatakan kalau Wanma dan
Inda Arfan tidak punya uang, jual satu pulau untuk kita bangun PLTD.
Anggota DPRD ini pernah menjabat sebagai pimpinan dewan dan masih hidup
sampai sekarang, masih bernyawa, masih bisa berpikir dan masih bisa
bekerja untuk rakyat di Raja Ampat. Nah kita lakukan dan mulai berubah
sampai Raja Ampat jadi seperti sekarang ini," tukasnya.
Membangun dengan
Hati dan Air Mata Bupati Wanma mengatakan, jika ada orang yang berpikir
bahwa nilai pembangunan PLTD Rp 20 M, Bupati mendapatkan sekian persen
dan sebagainya, itu sama sekali tidak benar, dan cari kemana-mana pun
itu semua tidak ada. Dirinya membangun Raja Ampat bersama Inda Arfan
(Wakil Bupati) adalah membangun dengan hati, setiap malam Pkl 00.00 Wit
dirinya berdoa dengan air mata kepada Tuhan agar buka jalan kepada
dirinya.
"Jujur saja tiap malam saya berdoa kepada Tuhan dengan
mengucurkan airmata, apa yang harus dibuat, karena membangun Raja Ampat
tidak segampang dan semudah dibayangkan," tandasnya. Diakuinya,
kebijakan yang diambil untuk membangun PLTD, mungkin ada kesalahan
administrasi yang dinilai tidak sesuai dengan Kepres Nomor 80. Namun
terkait dengan pelanggaran administrasi tersebut, Wanma menegaskan, di
dunia ini hanya Alkitab dan Alquran saja yang tidak bisa dirubah, lain
halnya jika hanya masalah administrasi untuk kepentingan masyarakat.
"Manusia tidak punya hak merubah Alkitab dan Alquran, siapapun. Kalau
hanya administrasi, padahal itu satu proses untuk mencapai satu tujuan
yakni pelayanan listrik bagi masyarakat," imbuhnya.
Bupati Wanma
menyatakan sangat menyesal sebagai seorang kepala daerah dan seorang
pejabat daerah terus diganggu, hanya karena persaingan politik saja.
"Perlu tahu, tidak ada orang lain yang datang campur kita yang ada di
kabupaten Raja Ampat, semua anak Raja Ampat boleh bertarung dan kalau
tahu siapa pemenangnya marilah kita dukung sama-sama dan bantu.
Bukan
malah terus jadi provokator dimana-mana, itu bukan anak Raja Ampat
namanya, dikarenakan orang Raja Ampat punya budaya serta adat istiadat.
Tetapi sebagai manusia, saya akan tetap mendoakan dia, pada suata saat
Tuhan akan melihatnya," imbuh Wanma. Dengan ditetapkan dirinya sebagai
tersangka, Wanma mengatakan bahwa sebagai warga negara yang baik,
dirinya siap mengikuti proses hukum yang sedang berjalan. "Sebagai warga
negara yang patuh terhadap hukum, dimana masalah ini diserahkan
sepenuhnya kepada proses hukum dan silahkan saja.Tetapi perlu tahu apa
yang telah dibangun bukan karena keinginan saya semata, tapi semata-mata
untuk kepentingan masyarakat," tegasnya. [RadarSorong]
Sumber : www.papua.us
0 komentar :
Posting Komentar