Kapal Free Papua |
JAYAPURA - Pengamat Hukum
Internasional, Sosial Politik Uncen Jayapura, Marinus Yaung,
mengatakan, Kapal Freedom Flotila (armada kebebasan) untuk misi
kemanusiaan diakui dan didukung oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Pasalnya, dianggap sesuai semangat piagam PBB di DUHAM (Dekrlarasi HAM) dan instrumen-instrumen hukum internasional lainnya, seperti konvensi Genewa 1958 dan 1977 dan konvensi PBB tentang hukum laut tahun 1982.
Ditambahkannya, jika memang Pemerintah Indonesia mau menyelesaikan persoalan Papua dengan cepat, tepat dan damai, maka sudah waktunya stigmatisasi separatisme buat orang Papua yang masih berseberangan pemikiran dengan Pemerintah Indonesia harus dikeluarkan dari ruang publik.
Istilah separatisme jangan terus menerus dipelihara, dipikiran dan mulut pihak keamanan di Papua dan Pemerintah Jakarta. Pasalnya ke-50 orang yang mau datang ke Papua adalah orang asli Papua namun berkwarganegaraan Australia dan mereka mengajukan permintaan turis ke KBRI Indonesia di Camberra.
Pengajuan visa mereka juga disampaikan ke negara-negara Melanesia lain di Pasifik Selatan. Untuk Negara-Negara lain tidak masalah dalam pengajuan visa, tapi untuk Indonesia pengajuan visa ada sedikit hambatan. Ini ada apa? Ini jelas membuat orang Papua akan semakin membenci Pemerintah Indonesia.
Menurutnya, Pemerintah Indonesia tidak perlu membatalkan visa mereka, tetapi menawarkan mereka masuk dalam program rapatrian, itu jauh lebih menguntungkan posisi Indonesia di luar negeri. Membatalkan visa mereka justru semakin memberikan keuntungan politik terhadap perjuangan Papua Merdeka di Pasifik.
Padahal pemerintah di bawah koordinasi Menkopolhukam sedang berusaha melobi negara-negara di Pasifik Selatan untuk meredam isu Papua Merdeka. Maka tindakan pembatalan visa sangat kontra produktif dengan tindakan pemerintah tersebut.
“Pemerintah harus buat solusi lain buat masyarakat Papua di Australia yang mau kembali ke Papua, sebab mereka juga datang di tanah asalnya sendiri, bukan tanah milik orang lain,” tandasnya.
Lanjutnya, Papua kedepannya mau merdeka atau tidak, sangat tergantung kepada pendekatan pemerintah dalam mengantisipasi setiap gerakan-gerakan Papua merdeka.
Masyarakat Papua sudah menawarkan pendekatan dialog sebagai final solution atau pendekatan terbaik untuk menciptakan perdamaian di Tanah Papua. Papua Damai adalah harga mati, dan komitmen ini jauh lebih mulia dari komitmen NKRI harga mati atau Papua Merdeka harga mati. (Nls/Don/l03)
Sumber : www.bintangpapua.com
0 komentar :
Posting Komentar