Oleh ; MANDO MOTE
Generasi muda merupakan barisan baru yang dengan babak baru akan munculkan suatu peradaban serta perubahan. Menanamkan pola mengasah, mengasi dan mengasuh adalah sangat ungensif demi oleh para yang tertua demi memperkuat harapan masa depan yang penuh diharapakan ulet, konsisten dan kontinyu.
Generasi
muda itu pun juga adalah asset pembanguan sebab dengan mereka niscaya akan
membuat sesuatu yang mencerminkan berbeda warna ukiran sesuai bakat, niat,
pengetahuan dan teknologi yang nantinya akan dimiliki.
memperkuat
harapan masa depan Papuani tentunya sebagai pijakan menata, mengurus,
mendorong, memperbaiki yang dianggap awal itu dengan pola asah, asih, asuh
secara optimal dan perlu dijadikan program berkelanjutan. Pendidikan merupakan
celah yang terbaik agar masa depan penuh dengan harapan yang terjamin.
Pola
pendidikan sementara ini di papua dalam era reformasi yakni papua berada dalam
masa otsus cermin pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal justru
terjadi degradasi sehingga karakter kepapuaan tidak berakar dan mendarat sesuai
kultur Papuani.
a.
Percampuran atau perbauran budaya dari beragam kultur dan lebih dominan
keikutan generasi muda papua pada kultur lain sehingga pendidikan kepapuaan
yakni pola asah, asih, asuh dari rumah justru tidak mengindahkan. Factor
masuknya budaya luar mempengaruhi sehingga hancurnya pendidikan non formal
basis habitat papuani.
Sebagai
contoh ; paksa meluruskan rambut keriting, tidak mengindahkan pembinaan pola
didikan dasar dari orang tua di rumah, dan lain sebagainya.
b. Pola pendidikan formal yang selama ini
terbeber dan berlaku di semua nusantara khusus papua tidak sesuai dengan kultur
yang menjadi atributif Papuani. Berlakunya kurikulum javanisai ( jawa)
mematahkan keadaan pengembangan kekuatan dasar yang terkutur secara sistematis
itu. Contonhya Menurut Methu Badii, bahwa kita sejak SD, SMP, SMA kami
diajarkan pelajaran sejarah itu sejarah Indonesia bukan sejarah Papua.Kebijakan
penerapan kurikulum ini adalah salah satu tindakan mematahkan nasionalisme
Papua.
c. Tenaga Pengajar kini lebih dominan adalah
bukan orang asli Papua. Menata dan mengurus bahkan mengendalikan papua akan
lebih baik oleh orang asli papua sendiri dengan harapan bahwa inilah pengganti
kita. Sehingga oleh karena lebih dominan pengajar bukan kita justru bias diakui
bahwa pasti pengetahuan yang ditransfer hanya kulit bukan masuk pada
intisarinya.
d. Gedung sekolah kian melonjak dan berkembang
secara pesat tanpa menggunakan metode analisis yakni pola pembanding antara
gedung sekolah dengan kuantitas tenaga pengajar.
Dalam
hal ini yang menjadi lebih tinggi adalah jumla pembanguan gedung sekolah, maka
kalau kondisi ini tidak diimbangi dengan tenaga pengajar maka degradasi
kualitas dan mutu pendidikan justru tidak berkembang.
semua
adalah masalah maka mendobrak hal itu untuk meningkatkan mutu pendidikan para
pemimpin harus punya gigi untuk bagaimana merubah pola pendidikan Papuani
dengan menimbang dan memperhatikan kuktul Papuani. Dan setuju paham wartawan
Muda majalahselangkah.com yang mengklaim bahwa Papua adalah Papua maka Sejarah
Papua jadikan salah satu mata pelajaran supaya ada jiwa nasionalisme kepapuaan.
Generasi muda yang sekarang maru melangkah
perlu tanamkan dan pahami sejarah Papua mulai dari keberadaan awal manusia asli
Papua di tanah leluhur, pemerintah dan agama, hingga sampai saat ini. saya
secara pribadi pun modal pengetahuan awal khususnya sejarah Papua belum
mengetahui sebab waktu SD, SMP, SMA belum belajar tentang sejarah Papua.
Dengan
demikian pengetahuan sejarah Papua penting dan penting sekali dijadikan suatu
mata pelajaran. Bila perlu mata pelajaran sejarah jawa harus digantikan dengan
sejarah Papua. berdasarkan asas desentralisasi di sector pendidikan pemerintah
daerah punya kewenangan untuk mengubah cermin pendidikan Papua dan kewenangan
ada ditangan Pemerintah. Menurut sumber informasi dari http://www.mpr.go.id/
bahwa angaran pendidikan APBN 20% ( tahun 2013 sebesar Rp 340 triliun).
Menimbang
dan memperhatiakn bahwa papua adalah daerah terisolir maka alokasi dana
pendidikan untuk mengoptimalisasi dan mendobrak keisolasian khususnya di aspek
pendidikan pasti lebih besar. Dan tambahan juga dari dana otonomi khusus.
Pertanyaan mendasarnya adalah “ dana begitu besar tapi kenapa potret/ cermin
pendidikannya masih jalan ditempat..?
Masalah
tidak akan selesai apabila pemimpin tidak meninjau, melihat, merasakan, dan
membangun dari hari untuk menerobos isolasi-isolasi yang teratribut itu.
Khususnya di sector pendidikan yang terjadi degradasi yang sesungguhnya di
asah, asih, asuh dengan didukung oleh bajirnya fiscal itu.
***Penulis adalah
Mahasiswa Papua peduli Tanah Air****
Sumber : www.malanesia.com
0 komentar :
Posting Komentar