Titus Pekey (duduk kanan) bersama Wakil Menteri Pendidikan Nasional (duduk tengah) saat penetapan noken sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO di Prancis. Foto: Ist |
Jakarta, -- Manajer Museum
Rekor Indonesia (MURI), Sri Widayati, mewakili Ketua Umum MURI, Jaya Suparna,
menyerahkan piagam penghargaan MURI Noken Merah Putih masing-masing kepada
Sekda Papua, drh. Constan Karma; Ketua Persit Candra Kirana Kodam
XVII/Cenderawasih, Ny. Atik Christian
Zebua, dan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI, Drs. Christian Zebua, Sabtu (05/10/13)
lalu di Jayapura.
Rekor MURI Noken Merah Putih diberikan karena dinilai telah memecahkan rekor pembuatan noken
terbanyak dengan jumlah total mencapai 652 buah dengan Nomor
Rekor 6.165 di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Pemberian rekor MURI disaksikan Kapolda
Papua, Irjen (Pol) Drs. M. Tito Karnavian, M.A.,P.hD.; Asisten II Setda Papua, Drs. Eli Loupatty, M.M.;
dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Herman da Silva, S.H., M.H.
Pembuatan Noken terbanyak diproduksi atas kerjasama Persit Candra Kirana Kodam XVII/Cenderawasih dan Yayasan Gema Valentine
Papua, melibatkan 350 Mama-mama Papua.
Pemberian
penghargaan kepada para pejabat di Papua
ini ditanggapi serius oleh Titus Pekei, penggagas noken Papua warisan dunia melalui UNESCO.
"Saya
dapat
pesan melalui SMS dari berbagai kalangan, terutama mama-mama Papua.
Mereka
mengeluh banyak soal, antara lain soal perhatian para pejabat Papua
sebelum noken
masuk menjadi warisan dunia, soal museum noken, bahkan soal pasar
mama-mama di
Jayapura yang mestinya menjadi pasar di mana mama-mama memasarkan hasil
kerja
mereka termasuk noken, tapi belum dibangun hingga saat ini," kata Titus
yang berjuang 4 tahun untuk noken diakui sebagai warisan dunia.
Karena
itu, kata dia, pihaknya perlu memberikan beberapa catatan. "Penghargaan 5
Oktober 2013 itu salah sasaran kalau memang Muri sebagai LSM untuk itu mesti
buka diri untuk memastikan kebenaran terdahulu, kalau tidak sama saja MURI
menyesatkan Noken Warisan Budaya tak benda ini," katanya.
Penggagas
noken ini menyampaikan, "Noken Merah Putih di tanah Papua tidak ada dan atas
nama noken Merah Putih berarti tidak benar. Karena noken berwarna-warni itu
benar ada, tetapi kalau diklaim Noken Merah Putih oleh Yayasan atau Lembaga
tertentu berarti itu cara mereka untuk menyesatkan identitas budaya rakyat
Papua," tuturnya serius.
Apalagi, kata
dia, di HUT TNI ke-68 berarti itu hanya pemenuhan kebutuhan petinggi di
provinsi Papua semata. "Penghargaan
diterima oleh para petinggi atas keringat mama-mama noken di tanah Papua baik
Provinsi Papua dan Papua Barat. Komunitas Noken di Tanah Papua tidak pernah
mengenal Noken Merah Putih karena noken warisan budaya luhur orang Papua itu,
noken rajutan/anyaman," tegasnya sekali lagi.
"Penggagas
Noken Papua tidak mencari nama untuk mendapatkan penghargaan di atas keringat
mama mama noken. Tetapi hal yang
pertama harus dihargai adalah mama-mama noken dan angkat hargai diri, derajat
hidup secara manusiawi. Noken ini bukan untuk kepentingan, tapi ini harga diri
orang Papua," katanya tegas.
Lalu, kata
dia, pembuatan noken terbanyak atau tersedikit itu MURI belum paham bahwa dari
semua etnik di tanah Papua bisa menghasilkan Noken dalam jumlah berapapun. "Noken
ditetapkan UNESCO, bukan karena MURI berikan penghargaan lalu diakui. MURI juga
harus ketahui bahwa noken Papua terdaftar warisan budaya takbenda dalam
perlindungan mendesak adalah suatu perjuangan yang tidak mudah."
Ketika
itu, jelasnya, sangat sulit mendapatkan informasi. Namun, tim nominasi noken
mendatangi ke beberapa kabupaten/kota dengan tujuan mencatat kembali tentang
noken ini. "Pada kesempatan ini, saya sebagai yang mengeksekusi Noken hingga
Tim Nominasi Noken sukses mengisi kuisioner, melakukan verifikasi di Jayapura
dan Sorong hanya untuk mengangkat harga diri orang Papua. Saya mempertanyakan
kembali kepada MURI," kata lelaki yang membawa Noken ke Unesco 4
Desember 2012 di Prancis ini.
Titus
Pekei, alumni Universitas Indonesia ini menegaskan, ia sangat kaget dengan
sikap Manajer MURI Saudari Sri Widayati yang mewakili Ketua Umum MURI Jaya Suparna
dan menyerahkan piagam penghargaan MURI kepada para pejabat di Papua ini.
"Saya
sebagai penggagas Noken, sangat terkejut ketika membaca sikap Ketua Yayasan
Gema Valentine Papua Ny. Mince Wamuar Rolo yang mengatakan merasa bangga dan dengan
tercatatnya Noken di MURI maka Noken makin diterima di komunitas dunia serta
memberi manfaat dan meningkatkan ekonomi rumah tangga mama-mama Papua," tuturnya.
"Sebagai
penggagas noken, saya membantah pernyataan Ketua Yayasan Gema Valentine Papua Ny. Mince
Wamuar Rolo dan bertanya, pejabat yang terima penghargaan sudah berbuat apa? Karena
Noken sudah ditetapkan UNESCO 4 Desember 2012 berarti itu sudah mempromosikan ke dunia, di hadapan 148 negara. Ibu sebagai
pimpinan Yayasan, mesti mengikuti proses Noken agar tidak salah paham dan
komentar hanya untuk mengisi acara seremonial. Kita ikuti aksi nyata dari para
pembesar di atas keringat mama-mama noken yang menerima penghargaan MURI ini,"
katanya.
Ketua
Yayasan
Ekologi Papua ini menegaskan kembali kepada semua pihak untuk tidak
gunakan Noken yang merupakan harga diri orang Papua ini untuk
kepentingan
pribadi dan kepentingan tertentu. Ia sarankan, semua pihak di Papua
hargai
mama-mama Papua secara lebih profesional
dengan memberikan fasilitas berupa galeri dan pasar khusus buat mereka.
Ia juga
meminta semua pihak di Papua untuk hentikan acara-acara seremonial tetapi
lakukan kegiatan-kegiatan yang lebih berbobot untuk mama-mama Papua. Pekey juga
berpesan, semua pihak di Papua menjaga alam dan hutan kita agar bahan baku
noken tetap terlestari. "Noken itu bahan
baku ada di hutan, jadi kita lestarikan hutan bahkan kita harus mulai
membiasakan diri untuk menanam bahan baku noken untuk menjaga keaslian noken
Papua," pintanya. (MS)
Sumber : http://majalahselangkah.com
0 komentar :
Posting Komentar