Uskup Timika, Papua, Mgr John Philip Saklil |
Timika - Uskup Timika, Papua, Mgr John Philip Saklil meminta kepada semua
orang Papua untuk hidup dari hasil olah tanah, bukan dari hasil jual
tanah.
“Tanah adalah modal utama dalam pengembangan ekonomi dalam rangka
meningkatkan kesejateraan keluarga. Tinggalkan kebiasaan jual tanah.
Semua orang Papua harus hidup dari hasil olah tanah, bukan dari hasil
jual tanah,” kata Uskup Saklil kepada majalahselangkah.com, Kamis,
(29/08/13).
Prelatus itu menjelaskan, melalui Surat Gembala masa Prapaskah tahun
2013 Gereja telah mengajak umat di Papua untuk kerja. Kerja berarti
melakukan sesuatu untuk kesejahteraan pribadi dan bersama.
Menurutnya, dewasa ini ‘kerja’ dipahami hanya sekedar sebagai
mencari nafkah, mendapatkan uang, dan jabatan. Padahal lebih dari itu,
kerja itu sebagai pembangunan martabat manusia, beriman untuk mengubah
bumi sebagai tempat yang sejahtera dan layak dihuni.
“Manusia hidup di atas tanah, berusaha mengolah tanah, agar tanah
menjadi tempat kehidupan. Melalui ‘kerja’, manusia tidak hanya mengubah
tanah atau bumi tetapi juga mengubah diri sendiri menjadi lebih
manusiawi,” tuturnya.
Bagi umat Kristiani, kata dia, di atas tanah ini manusia perlu
merenungkan kembali tentang kisah penciptaan Allah. Hendaklah tanah
menumbuhkan tunas tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis
buah-buahan yang menghasilkan buah berbiji, supaya ada tubuh- tumbuhan
di bumi. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam Kejadian1:11.
Jadi, menurutnya, tanah bukan untuk dijual, dibiarkan, ditanduskan.
Namun, musti diolah, ditanami tumbuhan, dibangun rumah/pemondokan oleh
pemiliknya demi menghasilkan sesuatu yang bisa menghidupi, melengkapi
kebutuhan, mensejahterakan diri, keluarga, lebih dari itu sesama di
sekitar.
“Masyarakat pribumi Papua belum menghargai, mencintai tanah warisan
para leluhur kita yang penuh dengan susu dan madu, sebagai anugerah dari
Yang Maha Kuasa. Sebagai tempat kehidupannya, warisan bagi anak
cucunya, sebagai tempat tinggal bagi makhluk hidup pada umumnya,”
katanya.
Di sisi lain, kata Uskup, hutan dimusnakan, tanah dibiarkan gundul,
dampaknya bumi memusuhi manusia, bumi juga melahirkan penderitaan dan
ancaman, seperti sungai jadi dangkal, kebanjiran, air meluap, pencemaran
udara, suhu bumi memanas, munculnya wabah penyakit, kehilangan marga
satwa, hilangnya lahan subur sebagai daerah pertanian.
Dengan menelaah eksistensi kehidupan orang asli Papua di saat ini,
Uskup meminta, orang Papua perlu menyadari bahwa tanah adalah tempat
manusia kerja untuk hidup. Allah menciptakan manusia dari tanah, hidup
dan mengolah tanah, serta akan kembali ke tanah. Jadi tanah merupakan
awal, pertengahan dan akhir kehidupan manusia. Manusia bisa
menaklukkannya agar manusia bisa hidup dari hasil ciptaan Yang Maha
Pencipta.
“Mengolah tanah dan hutan sendiri demi memenuhi kebutuhan sendiri, menuju peningkatan swasembada pangan dan hutan,” tambahnya.
Sumber : www.indonesia.ucanews.com
0 komentar :
Posting Komentar