Tanah West Papua. Ilustrasi. |
Jakarta, -- Sidang
Paripurna DPR pada Kamis (24/10/13) menyepakati pembentukan 65 Daerah Otonom
Baru (DOB) di seluruh Indonesia. Sebagian besarnya (33 DOB) dari tanah Papua.
Kesepakatan DPR RI ini selanjutnya akan
diusulkan kepada pemerintah (presiden). Apabila pemerintah RI menyetujuinya,
maka presiden RI akan menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) untuk membahas DOB bersama DPR.
"Jika pemerintah menyetujui
usulan ini, maka Presiden akan menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) menunjuk
menteri untuk mewakili pemerintah membahas DOB bersama DPR," kata Ketua
Komisi II DPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa.
Ini
33 DOB di Tanah Papua
1)
Kabupaten Grimenawa, pemekaran dari Kabupaten Jayapura Provinsi Papua
2) Kabupaten Muyu, pemekaran dari
Kabupaten Boven Digul Provinsi Papua
3) Kota Merauke, pemekaran dari Kabupaten
Merauke Provinsi Kabupaten Papua
4) Kabupaten Balin Senter, pemekaran
dari Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Leni Jaya Provinsi Papua
5) Kabupaten Boboga, pemekaran dari
Kabupaten Tolikara Provinsi Papua
6) Kabupaten Puncak Trikora, pemekaran
dari Kabupaten Lanny Jaya Provinsi Papua
7) Kabupaten Muara Digul, pemekaran dari
Kabupaten Mapi Provinsi Papua
8) Kabupaten Admi Korbay, pemekaran dari
Kabupaten Mapi Provinsi Papua
9) Kabupaten Katengban, pemekaran dari
Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua
10) Kota Lembah Baliem, pemekaran dari Kabupaten Jaya Wijaya
Provinsi Papua
11) Kabupaten Okika, pemekaran dari Kabupaten Jaya Wijaya
Provinsi Papua
12) Kabupaten Yapen Barat Utara, pemekaran dari Kabupaten
Kepulaun Yapen Provinsi Papua
13) Kabupaten Yapen Timur, pemekaran dari Kabupaten Kepulauan
Yapen Provinsi Papua
14) Kabupaten Pulau Numfor, pemekaran dari Kabupaten Biak Numfor
Provinsi Papua
15) Kabupaten Yalimek, pemekaran dari Kabupaten Yahukimo
Provinsi Papua
16) Kabupaten Yahukimo Barat Pegunungan Ser, pemekaran dari
Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua
17) Kabupaten Mamberamo Hulu, pemekaran dari Kabupaten Yahukimo
Provinsi Papua
18) Kabupaten Yahukimo Barat Daya, pemekaran dari Kabupaten
Yahukimo Provinsi Papua
19) Kabupaten Yahukimo Timur, pemekaran dari Kabupaten Yahukimo
Provinsi Papua
20) Kabupaten Yahukimo Utara, pemekaran dari Kabupaten Yahukimo
Provinsi Papua
21) Kabupaten Gondumi Sisare, pemekaran dari Kabupaten Waropen
Provinsi Papua
22) Kabupaten Malamoy, pemekaran dari Kabupaten Sorong Provinsi
Papua Barat
23) Kabupaten Maibratsau, pemekaran dari Kabupaten Sorong Provinsi
Papua Barat
24) Kabupaten Raja Ampat Utara, pemekaran dari Kabupaten Raja
Ampat Provinsi Papua Barat
25) Kabupaten Raja Ampat Selatan, pemekaran dari Kabupaten Raja
Ampat Provinsi Papua Barat
26) Kabupaten Raja Maskona, pemekaran dari Kabupaten Teluk
Bintuni Provinsi Papua Barat
27) Kabupaten Kokas, pemekaran dari Kabupaten Fak Fak Provinsi
Papua Barat
28) Kabupaten Kota Manokwari, pemekaran dari Kabupaten Manokwari
Provinsi Papua Barat
29) Kabupaten Manokwari Barat, pemekaran dari Kabupaten
Manokwari Provinsi Papua Barat
30) Kabupaten Imeko, pemekaran dari Kabupaten Sorong Selatan
Provinsi Papua Barat
31) Provinsi Papua Selatan, pemekaran dari
Provinsi Papua
32) Provinsi Papua Tengah, pemekaran dari Provinsi Papua
33) Provinsi Papua Barat Daya, pemekaran dari Provinsi Papua
Barat
Gubernur Papua Tolak DOB
Penolakan
datang dari
Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe. "Rakyat Papua tidak membutuhkan
pemekaran di tanah Papua. untuk itu, saya menolak seluruh usulan Daerah
Otonomi
Baru," kata Gubernur Lukas Enembe melalui kepala Biro Tata Pemerintahan
Setda
Provinsi Papua, Sendius Wonda lewat press rilis kepada tabloidjubi.com, di Jayapura, Kamis (3/10).
"Atas nama Gubernur
Papua, kami tegaskan, Gubernur merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah
pusat di daerah, maka pemerintah Pusat dan komisi terkait bila syarat-syarat
yang dimaksud tidak memenuhi, maka sebaiknya DPR RI menolak dan
mengembalikan ke daerah untuk memenuhi prosedur atau persyaratan tersebut,
karena dari sekian DOB dari Papua yang baru masuk di Komisi II DPR RI sebagian
lompat tanpa mendapatkan persetujuan dan Rekomendasi DPRP dan Gubernur Papua,"
kata Lukas Enembe, dilangsir tabloidjubi.com edisi 3 Oktober 2013.
Sementara
itu, Wakil Gubernur (Wagub) Provinsi Papua, Klemen Tinal mengingatkan tentang syarat-syarat berdirinya
DOB yang dalam realitanya di Papua kurang dilihat, yakni jumlah penduduk dan
luas wilayah di DOB.
"Jadi, tergantung dari sudut pandangnya,
kalau luas wilayah mungkin Papua ini luasnya 3 kali pulau Jawa. Tetapi, kalau
melihat dari jumlah penduduk sedikit sekali. Jadi semua relatiflah sesuai
kebutuhan daerah," kata Klemen Tinal, Jumat (25/10).
DPR
Provinsi Papua Tolak Pemekaran
Ketua Komisi A
DPRP Provinsi Papua, Ruben Magai yang
membidangi Politik, Hukum dan HAM menilai usulan pemekaran di Papua tidak masuk
akal.
"Itu hanya
kepentingan kelompok oportunis yang kalah dalam Pilgub. Jelas ini bukan untuk
pembangunan," katanya kepada majalahselangkah.com beberapa waktu lalu, seperti
diberitakan media ini edisi 21 Maret 2013.
Ruben mengatakan,
Undang-Undang Otonomi Khusus Papua itu untuk Provinsi Papua. Kata dia, selama
pelaksanaan Otonomi Khusus banyak yang dikendalikan pusat.
"Untuk
membangun Papua hanya membutuhkan kewenangan. Bukan pemekaran provinsi. Selama
ini banyak janji-janji negara dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang
tidak terwujud di Papua," kata dia.
"Mereka pakai
alasan kesejahteraan, tetapi banyak kabupaten pemekaran di Papua tidak mampu
mengangkat kesejahteraan rakyat Papua. Untuk itu, Jakarta harus bisa
melihat masalah Papua secara baik," tegasnya.
TPN
PB Tolak DOB
Dalam siaran persnya, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB), di bawah komando Jenderal Gen. Goliath Tabuni menyataklan menolak DOB karena penilaian TPN PB,
pembentukan DOB bukan merupakan prioritas utama bagi kejahteraan orang asli
Papua (Indigenous Peoples of West Papua).
Menurut TPN PB, fakta membuktikan, semua
pemekaran kabupaten dan provinsi di atas tanah Papua Barat belum pernah
memihak kepada masyarakat adat pribumi Papua.
"Dari hasil pemekaran yang telah
berjalan saja tidak pernah memberikan jaminan kesejahteraan bagi Indigenous
Peoples of West Papua, melainkan memperkaya diri para pejabat dan pegawai
negeri sipil (PNS) orang asli Papua, serta memberikan ruang yang seluas-luasnya
bagi kaum imigran dari luar Papua. Imigran mendominasi dan memonopoli, serta
menguasai daerah pemekaran baru dengan nafsu yang rakus," kata TPN PB dalam siaran
persnya.
FKPMPTP Tolak DOB
Penolakan atas DOB juga datang dari Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa
Pegunungan Tengah Papua (FKPMPTP).
"Dalam setiap pemekaran di Papua selama ini, hasilnya telah menunjukkan hasil pembangunan pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) yang teratur dan sistematis. Untuk apa ada pemekaran lagi
di negeri saya untuk menghasilkan pelanggaran HAM yang baru lagi?," kata Yance Awegapay Gobay, salah satu tokoh
Adat Pegunungan Tengah Papua, juga ketua umum FKPMPTP.
AMP dan KNPB Tolak DOB
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) pun
menolak adanya 33 DOB di tanah Papua. Berdasarkan pernyataan dari AMP kepada
media ini, AMP menganggap semua kebijakan RI di tanah Papua masuk dalam kategori
illegal, karena proses masuknya Papua ke dalam RI itu sangat manipulatif untuk
memuaskan nafsu bejat RI akan SDA Papua yang kaya.
AMP mencatat, saat ini Orang Asli Papua
jumlahnya 30% dan Pendatang di Papua 70%. Artinya, menurut AMP, 33
Daerah Otonom Baru itu
untuk masyarakat Jawa, Sumatera, Sulawesi, Ambon, Timor, dan yang
lainnya di tanah Papua, dan
bukan untuk Orang Asli Papua.
33 DOB di Tanah Papua, menurut AMP, akan
menjadi puntu masuk legal bagi kaum imigran dari luar Papua. Sehingga
presentase OAP 30% Pendatang 70% menjadi lebar perbedaannya. Bila
demikian, diprediksi, OAP akan tersingkir, minoritas baik secara
kuantitas maupun proteksi di dalam lingkungan ekonomi, sehingga OAP
benar-benar termarjinal di atas tanah mereka sendiri.
Sementara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) telah berkomitmen dari awal, bahwa Papua harus merdeka, dan itu adalah hak bangsa Papua. Oleh karena itu, secara konsisten KNPB tetap menolak
semua produk NKRI di atas tanah Papua. (BT/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com
0 komentar :
Posting Komentar