Hutan Papua (foto; Ist) |
Oleh : Paulus Leopati*
Papua sebagai suatu pulau dengan dangan
daerah terluas, merupakan salah satu pulau dengan sumber daya alam
melimpah ruah: lautan yang menyimpan berjenis-jenis ikan dan terumbuh
karang serta koral, daratan yang memiliki pepohonan serta
mineral-mineral (emas,tembaga, besi, nikel, dan juga uranium) serta
kekayaan budaya yang dimiliki dengan sekitar dua ratus suku bangsa yang
ada. Semuanya menunjukan bagaimana pulau Papua sebagai surga bagi
masyarakat Papua yang juga sering disebut sebagai Mother Of Land dalam
filosofi masyarakat Papua.
Kekayaan alam dan khasana budaya yang
menjadi primadona bagi Papua, ternyata mendatang petaka kematian bagi
masyarakat Papua sebagai manusia yang oleh Sang Transenden atau yang
Absolout diberi kuasa dan kebebasan serta tanggung jawa dalam mengatur
dan menjaga tanah surga yang telah diberikan oleh sang Khalik.
Petaka kematian ini disebabkan oleh
sebagian manusia-manusia “asing” dan sebagian masyarakat Papua yang
dengan tega menjual tanah surga miliknya kepada manusia “asing” yang
mencari keuntungan atas kekayaan yang ada.
Manusia asing tersebut dapat kita sebut
saja dengan pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat yang dengan
embel-embel memajukan darah Papua serta melindungi dunia ternyata
menyembunyikan kemaksiatan dengan “memperkosa” habis kekayaan yang ada.
Sebagai contoh: PT. Freeport yang telah beroprasi sejak setahun
integritas Papua ke dalam bangsa Indonesia, telah banyak menguras dan
membunuh manusia Papua yang mempunyai hak atas tanah yang dimiliki.
Ataukah contoh yang paling relevan saat ini degan adanya pemekaran
daerah yang bagai uforia;
Namun bila ditelaah lebih lanjut apakah
daerah yang dimekarkan telah siapa menerima adanya sebuah perubahan baru
yang menentukan nasib masyarakat daerah tersebut? bila telah siapa maka
hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah SDM (sumber daya manusia),
dan kemudian segi antropologi dan sosial masyarakat setempat yang akan
mengalami perubahan.
Sungguh menyakitkan bila mana tanah air
yang seharusnya menjadi surga bagi masyarakat setempat tidak dioleh oleh
tangan sendiri melainkan tangan-tangan orang yang berasal dari luar
daerah tersebut. Memang dapat dilihat bahwa pejabat-pejabat disetiap
daerah pemekaran baru dipengang oleh putra-putri asli Papua yang memang
berasal dari daerah tersebut namun apakah jumlah itu mencukupi untuk
memenuhi semua segi dalam masing-masing bidang pemerintahan daerah?
Tentu tidak!
Realitas lain juga adalah terdapat
beberapa masyarakat Papua yang dengan kehausan materi dan kekayaan;
dengan tega menjual tanah-tanah yang dimilikinya kepada manusia asing
tanpa berfikir bahwa apa yang ia terima dengan menjual tanah surga
leluhurnya telah beralih tangan kepada bangsa lain.
Ketika tanah leluhur kita telah habis
terjual diamanakah lagi manusia Papua dapat tinggal, bekerja memenuhi
kebutuhan hidup, dan mengingat kembali kuburan leluhur yang telah
menjadi milik manusia asing. Bagaimana mungkin tanah surga leluhur kita
dapat dikelaim kembali sebagai milik pusaka sedang telah dijual?
Dapat perkirakan bahwa dua puluh tahun
kedepan bila tanah surga leluhur yang oleh sang Transenden, tidak di
jaga, rawat dan pergunakan dengan sebaik-baiknya maka yang terjadi
adalah manusia Papua menjadi tamu atas tanah leluhurnya sendiri dana
meminum air yang dibeli dari sumur manusia asing yang telah mencuri dan
memiliki tanah laluhur yang telah dialih tangan.
Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur, Abepura.
Sumber : http://suarapapua.com
0 komentar :
Posting Komentar