News
Loading...

Dibalik Ketidakjelasan Kematian Edmon Felle Bersama Pesawat Layang : Firasat Tidak Meninggal, Keluarga Harus Tempuh Jalur Hukum

Meninggalnya Edmon Edward Felle (26)

Meninggalnya Pilot yang juga sebagai seorang siswa sekolah penerbangan Angkatan Udara bernama, Edmon Edward Felle (26),  yang jatuh di Kalijati, Subang, Jawa Barat 4 Juli tahun 2013 saat menggunakan pesawat Layang jenis Gilder 2101, kini menjadi pertanyaan keluarga yang ditinggalkan di Kabupaten Jayapura. Berikut pengakuan orang tua kandung Almarhum Edmon Edward Felle.

Oleh : Antonius Loy/Bintang Papua  
Helena Deda yang merupakan orang tua kandung dari, Edmon Edward Felle beralamat di Kelurahan Hinekombe, Distrik Sentani Kota, Kabupaten Jayapura, harus menempuh jalur hukum, dengan melaporkan langsung ke Kapolda Papua untuk meminta kejelasan secara pasti atas kematian anak kandungnya, Alm. Edmon dengan nama akrabnya EDU yang sudah ditinggal selama kurang lebih empat bulan lalu karena diduga jatuh saat ikut latihan terbang dengan menggunakan pesawat Layang jenis G 20101.

Helena mengungkapkan, dia merasa tidak percaya dan keluarga tidak ada firasat bahwa anaknya Edu tidak meninggal dunia sehingga meminta kejelasan secara pasti atas kematian, alm. Edu kepada pelatih Terbang Layang bernama, Paul Mnusefer dan juga meminta kejelasan kepada KONI Provinsi Papua.

Sebab keberangkatan Alm Edu berdasarkan surat keputusan Kepala Staf  TNI AU selaku ketua umum Federasi Aero Sport Indonesia nomor : Skep/53/VIII/a987 tentang pembentukan pusat pendidikan pelatihan dan latihan terbang layang, dan Keputusan Pembentukan Pusat Ketua umum KONI nomor 60 : tahun 2010 tentang pengukuhan Personalia Pengurus Besar Federasi Aero Sport Indonesia (PB.FASI) Masa Bhakti 2010-2014 tanggal 23 Juni 2010.

Berdasarkan surat tersebut, kata Helena, Pusat pendidikan Layang Lanud Suryadarma akan menyelenggarakan pendidikan dan latihan terbang layang tingkat mula Angkatan XXIV yang akan dilaksanakan pada tanggal 2 Juni sampai 2 Juli 2013. “Atas surat itu, anak saya harus terbang berangkat untuk ikut latihan terbang,” katanya menceritakan satu persatu kepada Bintang Papua terkait kematian anak kandungnya tersebut.

Seiring berjalan waktu saat alm. Edu mengikuti pelatihan di Subang, maka tanggal 4 Juli 2013, tepat pukul 09.00 WIT menelpon Helena (Ibu Kandung dari Alm)  bahwa dirinya baik-baik saja karena ia sedang jalan-jalan dengan kedua anak pelatih Tim diantaranya, Duvan Mnusefer dan Willy Mnusefer. “Saat saya mendapat telepon itu, saya yakin bahwa anak saya tidak kenapa-kenapa,” katanya sederhana.

Namun selang beberapa menit kemudian, tepat pukul 09.45 WIT  Helena (Ibu Kandung) mendapat kabar buruk dari keluarga Kampung Ifale bahwa anak kandungnya telah meningkat dunia bersama pesawat Terbang Layang di Subang.

Sontak kejadian itu, Helena langsung menelpon pelatih Tim Terbang Layang untuk memastikan kematian anaknya namun mendapat jawaban bahwa anaknya telah meninggal akibat pesawat terbang Layang tersebut rusak berat, yang kemudian keesokan harinya diterbangkan ke Sentani lalu diserahkan oleh Lanud kepada Wakil Bupati Jayapura yang selanjutnya diserahkan kepada keluarga.

Sayangnya, kata Helena, ketika disemayamkan di rumah duka dilarang untuk membuka kain penutup, melainkan hanya cukup melihat wajah.  “Yang menjadi pertanyaan kami, kenapa anak kami dilarang untuk membuka pakaian. Ini kan, anak kami  sehingga wajar untuk melihat wajah dan bentuk tubuh secara pasti, tapi hanya diperlihatkan wajah dan saat kami melihat wajah dan kepala tidak sama persis saat berangkat ke Subang karena sebelum berangkat kepala anak kami tidak ada rambut dan setelah tiba di rumah duka, kok rambut panjang. Inilah yang menjadi pertanyaan kami, sehingga meminta penjelasan kepada Lanud dan KONI Porvinsi Papua terkait anak kami tersebut, karena ada somasi ketidak percayaan atas kematian anak kami” ungkap Helena.

Untuk memastikan kembali, Helena mengakui, bahwa dirinya memaksa pelatih Alm. Edu bernama Paul untuk menceritakan secara mendetail kematian serta membuat kronologis dan surat kematian anak itu, namun hingga sekarang ini belum ada surat tersebut, karena merasa tanggal 4 itu tidak ada jadwal terbang. “Kami yakin bahwa anak kami tidak meninggal, karena waktu sempat terjadi komunikasi bahwa dia sedang jalan-jalan tapi beberapa menit kemudian mendapat kabar sudah meninggal,” katanya.

Somasi ketidak percayaaan itu, akhirnya Helena selaku orang tua dari Alm. EDU harus melaporkan ke Polda Papua untuk mengusut kembali atas kematian anaknya, karena merasa anak tidak meninggal dunia melainkan masih hidup. “Saya sudah melaporkan kasus ini ke Polda Papua karena tidak penjelasan pasti baik dari Lanud maupun dari Koni Provinsi Papua, dan kami minta kuburan Alm. Edu di gali ulang untuk mengecek kepastian bahwa dia anak kami atau bukan,” tuturnya. (***/don/l03)

Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar