Operasi Militer Indonesia, Ujung lapangan Jalan Enaro ke Dagouto di Paniai (Dok. Pribadi) |
Operasi Militer Indonesia, Bukit gunung Ugi bagoo di Paniai (google) |
Operasi Militer Indonesia, Gunung Wege di Paniai (google) |
BOGOR-- Setelah memulangkan paksa Brimob yang beroperasi di Kabupaten
Paniai atas perintah kepala pemerintahan Republik Indonesia melalui
Kapolri di beberapa waktu lalu, hanyalah memanfaatkan situasi emosional
belaka untuk meredakan sorotan dari luar negeri atas operasi dingin
berlangsung disana.
Pada saat itupula, kepala pemerintahan baru yang terpilih di Kab. Paniai
Hengky Kayame, SH.M.Hum dalam pidato seratus hari kerja mengatakan di
Paniai tidak perlu penambahan keamanan lagi. Katanya densus 88 yang
bertugas di Paniai itupula harus dipulangkan ke Jakarta. Pidato ini
respon positif oleh Kapolda Papua Tito Karnavian banyak pasukan gelap
dipulangkannya.
Namun, selang beberapa bulan belakangan ini mereka mempesiapkan lebih
khusus lagi untuk kembali beroperasi melawan anggota gerilyawan dan
mengganggu masyarakat sipil Paniai.
Adapun daerah yang sudah dicap
sebagai daerah merah misalnya Paniai, Puncak Jaya, Kerom , Timika, dan
seluruh Papua.
Beberapa kompi Brimob yang tadinya dari Paniai ini sudah siap siaga satu
untuk kembali kesana lagi. Dua kelompok yang akan berangkat pada minggu
terakhir bulan Oktober 2013 ini yakni kelompok operasi gelap densus 88
dan pasukan Brimob.
Kedua ini berasal dari tim khusus dari Kidung
Halang Bogor.
Satu minggu lalu saya betemu dengan anggota brimob yang pernah bertugas
di Paniai, mengatakan setelah kami pulang dari sana kami belajar
pendidikan penembahkan jitu dan operasi bawah tanah. Kata dia lagi, Kab.
Paniai ini daerah darurat atau merah, maka polda Jawa Barat
mengembalikan kami kesana lagi.
Lanjut dia, kami sudah mengelilingi setiap kampung di Paniai termasuk
Bayak Biru tempat pendulangan Emas illegal jauh Kec. Bogobaida - Paniai.
Kami mengelilingi setiap malam dari kampung ke kampung, siang hari
kelompok gerilyawan bisa menembak kami. (ungkapnya).
Kata saya, apa kakak tidak takut membunuh rakyat sipil ini. Jawabnya ya,
masyarakat sipil ini tidak membebaskan pembangunan di Kab. Paniai,
maka kami kembali mengutus untuk pergi mengawasi pembangunan dari
pemerintah setempat.
Seharusnya mereka menerima pembangunan itu.
Tapi misi tidak sesuai dilapangan itu, tentunya satu–satu jalan kita
harus mengeluarkan peluruh untuk membunuh masyarakat untuk peringatan
untuk membebaskan operasi pembangunannya.
Bagaimana adaftasi ekologinya, katanya disana daerah dingin. Masyarakat
sipil rambut gimbal, kulitnya gelap sekali, kumis panjang dinilai ciri
khusus untuk dicurigakannya namun tak ingat daerah dingin ini. Kami tak
segang-segang menembaknya.
Lanjut dia lagi, setiap mata jalan punya monitor khusus.
Ada intel
operasi gelap tadi, mereka bertugas di persimpangan jalan dan sisip di
kios-kios disampingnya.
Kemudian, saya mengirimkan pesan singkat melalui handphone kepada Bupati
atas pengiriman brimob ini. Namun demikian belum dibalas pesang
singkat tersebut. Terpenting bagi saya adalah pesan protes sudah sampai
kepada pemimpin orang nomor satu di Paniai ini.
Tanggapan kita
menunggu dilapangan, apa dia menolak memulangkan lagi atau tidak.
Misi program seratus hari kerja sudah teratasi namun misi negara untuk
memusnakan orang asli Papua belum berhenti sampai kita semua habis. (UN/M.G)
0 komentar :
Posting Komentar