Jeremy Bally dengan sepedanya (Jubi/Bally’s doc) |
Jayapura, 12/10 – Seorang pria Kanada yang bersepeda
melintasi tujuh negara selama enam bulan untuk meningkatkan kesadaran
tentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat, akhirnya mencapai
Selandia Baru.
Pria Kanada yang bernama Jeremy Bally ini, lulusan University of
Victoria, bersepeda sejauh ribuan kilometer dari Kanada guna
mengumpulkan uang dan membangun kepedulian dunia internasional buat
Papua. Bally memulai aksi bersepedanya ini sejak tanggal 27 April 2011
dari Victoria menuju New Found Land St Yohanes, Kanada.
Bally, mngaku tak punya latar belakang bersepeda. Baik sebagai
pesepeda profesional ataupun hanya sebatas hobby saja. Ia mengatakan
jika dirinya hanya menemukan cara berkontribusi untuk permasalahan dunia
dengan bersepeda.
“Saya menemukan cara yang baik untuk berkontribusi pada masalah
dunia. Bagi saya itu adalah bersepeda. Saya memasang bendera Bintang
Kejora pada sepeda saya dan saya pikir itulah alat terbaik yang saya
miliki untuk menarik perhatian orang. Karena orang akan bertanya, ‘Apa
itu?’ Itulah cara kita dapat terlibat dalam sebuah cerita dan dengan
cara itu saya bisa meluangkan waktu yang saya habiskan di jalan dan
membuatnya sebagai sebuah kampanye untuk meraih kepedulian, kata Bally
kepada Jubi, Sabtu (12/10) pagi.
Bally mengatakan selama bulan Januari hingga Februari, ia telah
mewawancarai sembilan orang Papua Barat yang hidup di luar Indonesia
sebagai pengungsi atau di pengasingan, melalui Skype. Ia mencatat semua
percakapannya dengan orang-orang Papua tersebut dan membuatnya menjadi
sebuah narasi selama 60 menit.
“Dengan bantuan sponsorship saya membuat animasi, yang diproyeksikan
di samping saya saat berkampanye di atas panggung, yang dibuat di setiap
pemberhentian saya. Peran saya adalah untuk berhenti sejenak dan
memutar animasi dan menceritakannya menggunakan kata yang diucapkan dan
diiring musik hip-hop dari ukulele .” lanjut Bally.
Setiap pertunjukkan yang dilakukannya ini, menurut Bally didasari
oleh semangat meningkatkan kepedulian terhadap Papua. Dalam
pertunjukkannya ini Bally bercerita tentang persoalan-persoalan di Papua
dan tantangan masyarakat asli Papua. Pelanggaran hak asasi manusia,
pendudukan militer dan eksploitasi lingkungan.
Untuk mempersiapkan perjalanannya ini, Bally menghabiskan tiga bulan
berkeliling, wawancara dan belajar bahasa di Papua. Ia juga pernah
mengalami perampokan saat berada di Papua. Beberapa wawancaranya dengan
warga Papua, hilang dalam perampokan tersebut.
“Saya dirampok sekali. Mereka mengambil ponsel saya yang ada rekaman wawancara di dalamnya. Saya telah memindahkan beberapa rekaman dan menghapusnya setelah dipindahkan. Tapi masih ada dua file yang mencakup nama dan lokasi.” kata Bally.
Bally tidak memungkiri, aparat keamanan di Papua bisa menangkap dan
mendeportasi dirinya tapi ia lebih khawatir pada orang-orang yang telah
dia wawancarai karena mereka bisa dipenjara akibat wawancara tersebut.
“Saya merasa benar-benar didedikasikan untuk melakukan ini karena
orang tua saya. Mereka telah menerapkan konsep berbagi dan
bermasyarakat, yang pada dasarnya berpikir bukan untuk diri sendiri.
Saya sangat berterima kasih kepada mereka untuk membawa saya pada cara
ini,”. kata Bally tentang ide bersepedanya ini. (Jubi/Victor Mambor)
sUMBER : http://tabloidjubi.com
0 komentar :
Posting Komentar