Lamaran agar West Papua jadi
anggota dalam
pertemuan Melanesian Spearhead
Group di
New Caledonia (Foto: Ist).
|
PAPUAN, Manokwari —
Perkembangan positif dari penyelenggaraan Konfrensi Tingkat Tinggi
(KTT) Pemimpin Melanesian Sperahead Group (MSG) Juni 2013 yang lalu di
Noumea, Kanaky adalah menyatakan dukungan atas hak penentuan nasib
sendiri bagi rakyat Papua Barat, hal itu terlihat sebagaimana ditetapkan
dalam mukadimah konstitusi MSG yang ditetapkan pada akhir pertemuan.
“Dari
pengalaman yang ada, belum pernah ada pemmpin negara manapun di dunia
yang secara terang-terangan mengakui dan atau mendukung sepenuhnya
hak-hak asasi orang Papua untuk menentukan nasib sendiri, selain hasil
dari MSG saat itu,” ujar Yan CH Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH
Manokwari, Papua.
Hanya,
pernah ada pernyataan dari Pimpinan Gereja-Gereja Se-Dunia,
Gereja-Gereja Pasifik, dan Sinode Gereja Kristen Injili di Tanah Papua
yang menyatakan pandangan mereka soal hak menentukan nasiba sendiri
Orang Papua, bahkan pimpinan Gereja seperti Uskup Agung Desmond Tutu
dari Zimbabwe juga pernah menegaskan hal yang sama.
Menurut
Warinussy, pernyataan yang sangat monumental tersebut masih diikuti
dengan pernyataan lain bahwa MSG memiliki kekhawatiran mengenai
pelanggaran hak asasi manusia dan bentuk lain yang berkaitan dengan
kekejaman terhadap rakyat Papua Barat.
“Inilah
yang menjadi dasar mengapa ada rencana kunjungan misi Menteri Luar
Negeri MSG ke Indonesia belakangan ini, termasuk ke Papua,” kata
Warinussy, melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi suarapapua.com, Selasa (13/8/2013) siang.
Satu
hal penting yang perlu dicatat oleh rakyat Papua dan Pimpinan Negara
Indonesia, lanjut Warinussy, bahwa pernyataan resmi para Pemimpin MSG
tersebut adalah fakta dan sulit ditarik kembali sampai kapanpun dan
telah membawa akibat baru yang cukup menghebohkan pula.
Pada
akhir Juli 2013 lalu, Warinussy mengemukakan, sejumlah anggota Parlemen
Tinggi Kerajaan Inggris telah mengadakan perdebatan resmi tentang
Papua, dimana mereka telah menyampaikan keberatan mereka tentang situasi
HAM dan memanggil Perdana Menteri Inggris untuk mengambil posisi yang
lebih tegas.
Bahkan,
kata Warinussy, beberapa dari para anggota Parlemen Tinggi Kerajaan
tersebut mengatakan bahwa mereka mendukung kebutuhan untuk referendum
tentang nasib Papua.
“Hal
ini bahkan terjadi hanya dalam waktu dua minggu setelah situasi Papua
dikemukakan di Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Jenewa, Swiss,”
tegas aktivis HAM senior ini.
“Dengan
demikian saya ingin menyampaikan pesan sebagai salah satu pembela HAM
di Tanah Papua, bahkan pernah meraih Penghargaan Internasional di Bidang
HAM ‘John Humphrey Freedom Award’ Tahun 2005′ agar para Pemimpin Dunia
seperti Preside Barack Obama dari Amerika Serikat, Perdana Menteri
Australia Kevin Ruud, Kongres Amerika Serikata, Parlemen Australia,
serta yang utama adalah Ratu Beatrix dari Kerajaan Belanda dan Perdana
Menteri serta Parlemen Belanda dan Bundestag (Parlemen) Jerman untuk
segera menyimak perkembangan luar biasa ini,” tutupnya.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.uarapapua.com
Blogger Comment
Facebook Comment