Retaknya Indonesia |
SAYA harus mengurus visa lebih dulu jika ingin pergi ke Yogyakarta. Benar, karena daerah istimewa yang dulu bisa saya kunjungi kapan saja saya mau, sudah bukan lagi bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Jogja sudah menjadi sebuah negara baru, seperti Kazakhstan atau Ukraina yang memisahkan diri dari Uni Soviet (sekarang Rusia). Begitulah gambaran yang ada dalam benak saya, jika referendum untuk menentukan cara memilih gubernur dan wakil gubernur Daerah Itimewa Yogyakarta, benar-benar terjadi. Ini sangat mengkhawatirkan karena bukan cuma bisa menjadi preseden buruk bagi provinsi lain, namun juga bisa menjadi awalan yang nyata tentang disintegrasi bangsa dan bahkan bubarnya NKRI. Bukan mustahil, referendum akan dianggap sebagai cara ampuh untuk tujuan lain, misalnya memisahkan diri dari NKRI. Sinyal ini mengingatkan saya pada buku bersampul merah dengan judul “Tahun 2015 Indonesia Pecah” yang ditulis Djuyoto Suntani, Presiden The World Peace Committee (WPC). Dalam buku yang diterbitkan Pustaka Perdamaian tersebut, memaparkan secara lugas tentang kekuatan konspirasi dunia internasional, menggarap pemecahan NKRI menjadi sekitar 17 negara bagian. Bagian pertama buku tersebut mengupas strategi konspirasi global menghancurkan NKRI yang nyaris tidak terdeteksi. Strategi tersebut diulas secara rinci pada bagian ketiga, di mana memuat tujuh strategi konpirasi global menghancurkan NKRI, yaitu 1) memperlemah Negara Kesatuan (NKRI); 2) menghapus Ideologi Pancasila, 3) menempatkan uang sebagai dewa, 4) menghapus Rasa Cinta Tanah Air, 5) menciptakan sistem Multi Partai, 6) menumbuhkan sekularisme, dan 7) membentuk tata dunia baru. Fenomena perpecahan bagi Republik Indonesia itu sudah makin nyata di depan mata, melalui lepanya provini ke-27 Timor Timur pada 1999 menjadi negara Republik Demokrat Timor Lete (RDTL). Lalu semangat Otonomi Daerah, di mana para Bupati dan Wali Kota menjelma menjadi ”Raja-Raja Kecil’ di daerah. Mereka sering memandang sebelah mata keberadaan pemerintah pusat. Sinyal nyata lainnya adalah meletusnya konflik sesama anak bangsa secara sporadis di berbagai daerah, yang didasari kepentingan primordial atau kesamaan etnis, kepentingan bisnis, kepentingan politik dan kepentingan membangun negara berdasarkan agama. Fakta terbaru itu adalah konflik HKBP di Bekasi, bentrokan massa antarwarga di Tarakan, perang antarkelompok di Jalan Ampera Raya Jakarta Selatan, dan konflik lain yang terjadi sebelumnya. Tanda-tanda di bidang ekonomi juga semakin nyata, jika kita menilik semakin banyaknya aset penting dan berharga yang dikuasai invetor asing di bawah kendali organisasi keuangan internasional. Sementara di bidang kebudayaan, ditandai dengan begitu derasnya kebudayaan global memengaruhi gaya hidup kalangan muda. Dan, fakta paling nyata dan mengerikan terkini adalah meningkatnya kejahatan bersenjata api dan bentrokan bersenjata api. Walhasil, memotret peristiwa yang terjadi sepanjang 2010 bisa diperoleh gambaran nyata tentang tanda-tanda Indonesia yang sedang berjalan menuju perpecahan bangsa seperti yang sudah terjadi di Uni Soviet, Yugoslavia, Kosovo dan dmikian juga Cekoslowakia. Kita semua, sebagai anak-anak bangsa, harus lebih peka dan tidak memandang semua ini dengan sebelah mata. Kita perlu mengkaji kembali kekuatan Pancasila sebagai simbol persatuan dan kesatuan yang dibingkai dalam Bhinneka Tunggal Eka. Sekarang juga sebelum semuanya terlambat! @Kompasiana
Sumber : Sejarah Aceh
0 komentar :
Posting Komentar