Oleh : Dorus Wakum,S.Pd
Orang Asli Papua membicarakan hak-hak dasar dalam kehidupannya dalam
bentuk apapun, sudah pasti disanksikan " Seperatis ", apapun itu yang
dibicarakan dan diperjuangkan oleh Orang Asli Papua selalu saja mendapat
diskriminasi baik sisi diskriminasi kebijakan ( Discrimination Policy )
yang kemudian melegitimasi tindakan kekerasan kemanusiaan (Human
Violation) terhadap mereka yang dilakukan oleh aparat TNI-Polri atas
nama Undang-Undang dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.(NKRI).
Orang Asli Papua Merasa Dijajah Oleh Pemerintah Indonesia, hal ini terbukti dengan kebijakan pemerintah Indonesia atas Manusia dan Tanah Papua; terkadang bila dipikir tindakan orang asli papua itu benar, sebab berbagai kekerasan kemanusiaan yang terjadi di tanah papua adalah fakta kebijakan negara yang sesungguhnya tidak beda jauh dengan sebuah negara penjajah. Adapun catatan KAMPAK Papua dalam melihat, mengkaji, dan menganalisis tindakan-tindakan Negara Penjajah terhadap warga jajahannya, yang tidak beda jauh seperti berbagai kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Tanah Papua oleh aparat TNI-Polri atas dasar kebijakan negara dan undang-undang.
Menurut Muhammad Nurjihadji dalam artikelnya " Indonesia adalah Penjajahan Jawa di Luar Pulau Jawa ", menjelaskan bahwa Keberpihakan ekonomi politik pemerintah terhadap sistem ekonomi kapitalis adalah akar dari permasalahan ketimpangan dan penjajahan Jawa atas luar Jawa ini. Dalam hitung-hitungan investor asing, yang ada hanyalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa peduli keadilan dan keberimbangan pembangunan. Oleh sebab itu, Jawa dengan segala keunggulannya (terutama kepadatan penduduk) akan selalu menjadi daya tarik sebagai pusat investasi dengan melakukan eksploitasi kekayaan alam di daerah luar Jawa. Alasannya sederhana dan pragmatis, karena Jawa memiliki sumber daya manusia yang terampil, infrastruktur memadai, dan yang paling penting Jawa merupakan pasar yang paling potensial.
Selanjutnya, menurut Kartika Dewi dalam artikelnya tentang Ciri-ciri Negara Maju dan Berkembang, bahwa di Indonesia pengurasan sumber daya alm telah dilakukan sejak abad ke-16 oleh Belanda. Akibatnya negara negara di Eropa terjadi penumpukan modal dari hasil penindasan dan pemerasan daerah jajahannya. oleh sebab itu pasar dunia dikuasai oleh negara negara di Eropa. Keadaan itulah yang menyebabkan terjadinya perbedaan perkembangan negara negara di dunia, yaitu negara negara Eropa menjadi negara maju sedangkan di luar Eropa menjadi negara negara terbelakang.
Contoh penyebab keterbelakangan sebuah negara sebagai berikut:
Politik penjajah selalu menghendaki terjadinya perpecahan bangsa yang dijajah
Orang- orang yang memiliki kualitas setingkat kaum penjajah mendapat penghargaan yang rendah dan tertutup untuk menjadi pemimpin.
Pemimpin- pemimpin bangsa gerak geriknya selalu diawasi dan dibatasi oleh penjajah.
Penjajah tidak menghendaki negara jajahannya maju.
Sarana pendidikan sangat terbatas bagu rakyat umum dan terdapat diskriminasi.
Atas dasar lima point diatas , maka penulis mencoba untuk mendeskripsikan bagaimana Pemerintah dalam penerapan kelima ciri tersebut terhadap Tanah dan Manusia Papua; diantaranya :
a. Politik Penjajah Selalu Menghendaki Terjadinya Perpecahan Bangsa Yang Dijajah
Sekjend Presidium Dewan Papua Thaha Alhamid, dalam berbagai orasi politik dan statement media selalu mengatakan Pemerintah Indonesia sedang memainkan peran Politik Devide Et Empera alias Politik Pecah Bela; hal ini memang terbukti selama ini bahwa Pemerintah Indonesia melihat semangat persatuan rakyat papua barat dalam menuntut dan memperjuangkan aspirasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, selama 51 tahun sejak 1963, maka semangat kemerdekaan itu didorong pula dengan adanya reformasi 1998 dengan jatuhnya rezim Soeharto, maka Rakyat Papua Barat merasa mendapat angin segar dengan kondisi politik saat itu, dengan persatuan dan kesatuan rakyat yang dinyatakan lewat Kongres Papua II yang melahirkan seorang sosok pemimpin kharismatik alm. Dortheys Hiyo Eluay yang pada akhirnya dibunuh oleh satuan KOPASUS pimpinan Letnan, Hartomo pada tangga 10 November 2005. Milihat dinamika yang nyata itu, berbagai program Pemerintah Indonesia dengan mengirim Transmigrasi ke Papua dalam jumlah besar dan menguasai sebagian hak orang asli papua, melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap berbagai kelompok binaan untuk melawan masyarakat lokal, mendorong adanya slogan pantai dan gunung, mendorong adanya filosofi Otonomi Khusus menjadi tuan di negeri sendiri, adanya agresi militer dengan melakukan operasi-operasi terselubung, kemudian melakukan pemekaran-pemekaran masiv, mendatangkan minuman keras dan pelajuran yang terinveksi HIV/AIDS. Mengadu domba perang suku melalui provokator partai politik; dan juga adanya Barisan Merah Putih (BMP), Pemuda Panca Marga (PPM), Pemuda Pancasila (PP) dan lain sebagainya yang turut memperkeruh kondisi di tanah papua barat. Maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah Indonesia berhasil memporak-porandakan kondisi dan keadaan di Tanah Papua Barat yang berbuntut adanya MRP bentukan Pemerintah, adanya LMA bentukan Negara, dan juga Milisi-milisi yang turut mengacaukan Tanah dan Manusia Papua Barat. Maka wajar jika berbagai LSM. HAM dan Tokoh Gereja serta Aktivis Pro Demokrasi papua mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia sengaja memelihara konflik Vertikal dan Horisotal di Papua, membiarkan terjadinya kekerasan dan korupsi serta perang suku dan lain sebagainya supaya papua distigmakan sebagai daerah primitif, sengaja membiarkan tindakan-tindakan kejahatan kemanusiaan dengan melegalkan peraturan perundang-undangan NKRI.
b. Orang-Orang Yang Memiliki Kualitas Setingkat Kaum Penjajah Mendapat Penghargaan Yang Rendah dan Tertutup Untuk Menjadi Pemimpin
Teori terbaliknya bahwa karena kondisi dan suhu politik papua barat merdeka, maka diberikanlah jabatan kepada sejumlah orang asli papua, supaya rakyatnya menilai bahwa orang asli papua juga mendapat perhatian dari pemerintah indonesia, para pemimpin yang dimaksudkan disini adalah mereka yang dapat bekerja sama dengan pemerintah indonesia, seperti Imanuel Kaisepo mantan menteri Daerah Tertinggal era Gusdur; Fredy Numberi mantan menteri Perhubungan dan Kelautan Era kabinet bersatu dibawa pimpinan Presiden Dr.H.Susilo Bambang Yudhoyono; Baltlazar kambuaya Menteri lingkungan Hidup Kabinet Indonesia Bersatu II; yang berhasil diangkat oleh Presiden SBY sebagai Menteri karena berhasil menghalangi dan tidak mengizinkan Kampus UNCEN digunakan oleh Rakyat Papua yang ketika itu akan melakukan Kongres Papua III dibulan Agustus 2012. Mantan Duta Besar Meksiko Barnabas Suebu, Mantan Duta Besar Papua New Guinea Jhon Jopari, Mantan Duta Besar Kolombia Theo Waumuri, dan Mantan Duta Besar Kolombia Michael Manufandu; Gubernur Papua dan Papua Barat, serta para Bupati dan Walikota; yang semuanya diawasi gerak-geriknya oleh TNI-Polri, BIN dan BAIS, faktanya bahwa mantan Gubernur Papua alm. Drs. Jacobus P. Salossa terbunuh tanpa wajar. Penjelasan ini juga menjawab point ke tiga diatas, termasuk mantan Ketua MRP alm. Dr. Agus Alua yang meninggal tidak wajar.
c. Waspada dan Kecurigaan Tingkat Tinggi
Untuk menjawab pertanyaan ke 4 dan 5, penulis dapat menjelaskan sebagai berikut; realitanya benar bahwa Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpin Presiden Ir.Soekarno, Soeharto, Megawati Soekarno Putri dan Dr.H. Susilo Bambang Yudhoyono; bahwa setiap orang pintar papua pasti mati terbunuh secara tidak wajar seperti Arnold C. Ap seorang dosen di Uncen 1984-1986 termasuk seniman dan budayawan papua, Sam Kapisa yang meninggal di sebuah hotel di Jakarta setelah kembali dari Belanda seorang Seniman dan Budayawan, Prof. Ir. Frans Alexander Wospakrik, MSc yang meninggal tiidak wajar setelah saudaranya yang juga fisikawan ITB Bandung Hans Jacobus Wospakrik, Dr, yang baru menyelesaikan gelar doctornya di inggrris, sehari setelah tiba dari inggris kemudian meninggal dengan tidak wajar. Dr. Agus Alua mantan ketua MRP yang dikenal vocal ini mengalami stroke ringan dan meninggal, Kelompok Group Band Flamboyan Black Brothers yang dikejar rezim Soeharto akhirnya melarikan diri ke luar negeri, masih ada lagi baik itu dari militer maupun polisi yang didik oleh institusi polisi maupun TNI, sebut saja Seth Yafet Rumkorem, Edu Ayomi, Prawar, Awom, dan lainnya yang juga terbunuh dan meninggal secara tidak wajar dengan masing-masing riwayat hidupnya. Masih banyak lagi orang pintar papua yang terbunuh karena dikawatirkan oleh negara, bahwa akan semakin banyak yang pintar maka semakin pusing negara mengurus tuntutan papua merdeka; satu hal yang terpenting dalam catatan penulis sebagai aktivis HAM adalah seorang Aktivis HAM senior Jhon Rumbiak dari ELSHAM Papua yang hingga saat ini lumpuh karena terkena racun udara yang diduga dilakukan oleh intelijen Indonesia dengan CIA; hal serupa yang dialami oleh mantan Gubernur Papua Jaap P.Salossa.
Semua lulusan anak-anak asli papua ini adalah dari sekolah YPK, sekarang YPK sudah hampir tinggal nama saja, sebab seluruh bantuan dana pendidikan dari gereja-gereja dunia dihentikan atau dilarang oleh Pemerintah Indonesia, nah ini membenarkan apa yang disebutkan oleh kartika dewi dalam artikelnya ciri-ciri negara berkembang yang juga adalah wujud penjajahan moderen melalui sistem politik ekonomi sebagai mana diungkapkan oleh Muhammad Nurjihadji dalam artikelnya " Indonesia adalah Penjajahan Jawa di Luar Pulau Jawa ", dengan sistem Neoliberalisme adalah paham Ekonomi yang mengutamakan sistem Kapitalis Perdagangan Bebas, Ekspansi Pasar, Privatisasi/Penjualan BUMN, Deregulasi/Penghilangan campur tangan pemerintah, dan pengurangan peran negara dalam layanan sosial (Public Service) seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Neoliberalisme dikembangkan tahun 1980 oleh IMF, Bank Dunia, dan Pemerintah AS (Washington Consensus). Bertujuan untuk menjadikan negara berkembang sebagai sapi perahan AS dan sekutunya/MNC.
Sistem Ekonomi Neoliberalisme menghilangkan peran negara sama sekali kecuali sebagai “regulator” atau pemberi “stimulus” (baca: uang negara) untuk menolong perusahaan swasta yang bangkrut. Sebagai contoh, pemerintah AS harus mengeluarkan “stimulus” sebesar US$ 800 milyar (Rp 9.600 trilyun) sementara Indonesia pada krisis monter 1998 mengeluarkan dana KLBI sebesar Rp 144 trilyun dan BLBI senilai Rp 600 trilyun. Melebihi APBN saat itu. Sistem ini berlawanan 100% dengan Sistem Komunis di mana negara justru menguasai nyaris 100% usaha yang ada.
Di tengah-tengahnya ada Ekonomi Kerakyatan seperti tercantum di UUD 45 pasal 33 yang menyatakan bahwa kebutuhan rakyat seperti Sembako, Energi, dan Air harus dikuasai negara. Begitu pula kekayaan alam dikuasai negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Untuk itu dibuat berbagai BUMN seperti Pertamina, PAM, PLN, dan sebagainya sehingga rakyat bisa menikmatinya dengan harga yang terjangkau.
Neoliberalisme disebut juga dengan Globalisasi (Globalization). Neoliberalis adalah orang yang menganut paham Neoliberalisme.
Lembaga Utama yang menjalankan Neoliberalisme adalah IMF, World Bank, dan WTO. Di bawahnya ada lembaga lain seperti ADB. Dengan belenggu hutang (misalnya hutang Indonesia yang meningkat dari Rp 1.200 trilyun 20 tahun 2004 dan bengkak jadi Rp 1.600 trilyun di 2009) lembaga tersebut memaksakan program Neoliberalisme ke seluruh dunia. Pemerintah AS (USAID) bertindak sebagai Project Manager yang kerap campur tangan terhadap pembuatan UU di berbagai negara untuk memungkinkan neoliberalisme berjalan (misalnya di negeri kita UU Migas).
Akhirnya bahwa Penulis berkesimpulan bahwa memang realita Stigmatisasi Separatisme TPN/OPM, Bodoh, Malas, Pemabuk, Doyan Perempuan menghamburkan uang rakyat, dan lain sebagainya adalah sebuah cara untuk membunuh dan membungkam karakteristik orang asli papua yang sesungguhnya adalah pekerja keras, nelayan, pemburuh alias berburuh, dengan sistem nomaden termasuk barter ekonomi budaya papua, semuanya dihancurluluhlantahkan dengan kehadiran pemerintah Indonesia yang nota bene melakukan tindakan Diskriminasi, Marjinalisasi, dan Kekerasan serta Devide Et Emparea; merupakan legalitas kapitalisme baru ala Indonesia menguasai Tanah dan Manusia Papua dalam berbagai segi kehidupan; seperti bidang Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi Kerakyatan, termasuk pembangunan Infrastruktur, semua itu sudah terlambat, sebab sejak tahun 1963 Agresi Militer ke West Irian, kemudian Kontrak Karya Freeport McMoran 1967 seperti dijelaskan oleh Iswahyudi Sondi dalam artikelnya tentang " Data dan Fakta Kontrak Karya Freeport". bahwa Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tahun 1967 berdasarkan UU 11/1967 mengenai PMA. Berdasarkan KK ini, Freeport memperoleh konsesi penambangan di wilayah seluas 24,700 acres (atau seluas +/- 1,000 hektar. 1 Acres = 0.4047 Ha). Masa berlaku KK pertama ini adalah 30 tahun. Kemudian pada tahun 1991, KK Freeport di perpanjang menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali @ 10 tahun. Jadi KK Freeport akan berakhir di tahun 2021 jika pemerintah tidak menyetujui usulan perpanjangan tersebut.
Berdasarkan kontrak karya ini, luas penambangan Freeport bertambah (disebut Blok B) seluas 6,5 juta acres (atau seluas 2,6 juta ha). Dari Blok B ini yang sudah di lakukan kegiatan eksplorasi seluas 500 ribu acres (atau sekitar 203 ribu ha). Hal serupa dilakukan oleh Beyond Petrolium BP Migas di Bintuni, dimana Presiden Megawati menandatangani kontrak dengan nilai yang sangat kecil, dari hasil-hasil ini Orang asli Papua sama sekali tidak dilibatkan dan juga sangat merugikan rakyat papua secara khusus tetapi juga Indonesia sebagai Negara Penjajah yang juga dijajah oleh imperialisme Asing sangat tidak menguntungkan, dan disinilah Orang Asli Papua melihat dirinya hanya merupakan Objek Kepentingan negara-negara penjajah termasuk indonesia yang menjajah Tanah dan Manusia Papua.
Penutup artikel ini, penulis ingin menegaskan bahwa memang benar bahwa Pemerintah Indonesia Gagal Mengindonesiakan orang asli papua, adanya penjajahan moderen ala pemerintah Indonesia yang melakukan ekspansi militer, penguasahan Bisnis oleh Militer maupun non papua, panguasaan tanah-tanah adat oleh militer dan polisi indonesia, pembohongan publik oleh Indonesia, Amerika, dan PBB dalam PEPERA 1969, Kontrak Karya I Freeport, BP Migas Bintuni, Ilegal Minning, Ilegal Loging, Ilegal Fishing, dan Kejahatan Kemanusiaan(Pelanggaran Berat HAM) serta Pembungkaman Demokrasi, adalah wujud luka borok yang sudah susah untuk diobati dengan Otonomi Khusus maupun UP4B ataupun Kepres lainya dalam hal percepatan pembangunan papua dan papua barat, nampaknya akan sia-sia saja, sebab upaya pemaksaan dengan pendekatan militerisme dalam pembangunan Tanah dan Manusia Papua bukan merupakan tuntutan rakyat papua barat yang mangharapkan adanya penghargaan dan penghromatan terhadap harkat, martabat, dan harga diri rakyat papua sebagai sebuah bangsa merdeka yang tidak ingin dijajah oleh Pemerintah Indonesia.
Sekalipun perjuangan bangsa papua dibungkam dengan membunuh para pejuangnya, bukan menurun tetapi akan menjadi berlipat ganda semangat pemisahan diri melalui perjuangan Penentuan Nasib Sendiri, lewat dinamika perjuangan Politik, Gerilya, maupun seni dan budaya dalam mengkampanyekan kepada dunia bahwa Orang Papua semakin hari semakin habis dibunuh oleh aparat TNI-Polri melalui tindakan kekerasan atau kejahatan kemanusiaan atas dasar kebijakan negara tanpa ada ikhtikad baik untuk melakukan Dialog Damai yang mengutamakan penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan secara universal.
Orang Asli Papua Merasa Dijajah Oleh Pemerintah Indonesia, hal ini terbukti dengan kebijakan pemerintah Indonesia atas Manusia dan Tanah Papua; terkadang bila dipikir tindakan orang asli papua itu benar, sebab berbagai kekerasan kemanusiaan yang terjadi di tanah papua adalah fakta kebijakan negara yang sesungguhnya tidak beda jauh dengan sebuah negara penjajah. Adapun catatan KAMPAK Papua dalam melihat, mengkaji, dan menganalisis tindakan-tindakan Negara Penjajah terhadap warga jajahannya, yang tidak beda jauh seperti berbagai kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Tanah Papua oleh aparat TNI-Polri atas dasar kebijakan negara dan undang-undang.
Menurut Muhammad Nurjihadji dalam artikelnya " Indonesia adalah Penjajahan Jawa di Luar Pulau Jawa ", menjelaskan bahwa Keberpihakan ekonomi politik pemerintah terhadap sistem ekonomi kapitalis adalah akar dari permasalahan ketimpangan dan penjajahan Jawa atas luar Jawa ini. Dalam hitung-hitungan investor asing, yang ada hanyalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa peduli keadilan dan keberimbangan pembangunan. Oleh sebab itu, Jawa dengan segala keunggulannya (terutama kepadatan penduduk) akan selalu menjadi daya tarik sebagai pusat investasi dengan melakukan eksploitasi kekayaan alam di daerah luar Jawa. Alasannya sederhana dan pragmatis, karena Jawa memiliki sumber daya manusia yang terampil, infrastruktur memadai, dan yang paling penting Jawa merupakan pasar yang paling potensial.
Selanjutnya, menurut Kartika Dewi dalam artikelnya tentang Ciri-ciri Negara Maju dan Berkembang, bahwa di Indonesia pengurasan sumber daya alm telah dilakukan sejak abad ke-16 oleh Belanda. Akibatnya negara negara di Eropa terjadi penumpukan modal dari hasil penindasan dan pemerasan daerah jajahannya. oleh sebab itu pasar dunia dikuasai oleh negara negara di Eropa. Keadaan itulah yang menyebabkan terjadinya perbedaan perkembangan negara negara di dunia, yaitu negara negara Eropa menjadi negara maju sedangkan di luar Eropa menjadi negara negara terbelakang.
Contoh penyebab keterbelakangan sebuah negara sebagai berikut:
Politik penjajah selalu menghendaki terjadinya perpecahan bangsa yang dijajah
Orang- orang yang memiliki kualitas setingkat kaum penjajah mendapat penghargaan yang rendah dan tertutup untuk menjadi pemimpin.
Pemimpin- pemimpin bangsa gerak geriknya selalu diawasi dan dibatasi oleh penjajah.
Penjajah tidak menghendaki negara jajahannya maju.
Sarana pendidikan sangat terbatas bagu rakyat umum dan terdapat diskriminasi.
Atas dasar lima point diatas , maka penulis mencoba untuk mendeskripsikan bagaimana Pemerintah dalam penerapan kelima ciri tersebut terhadap Tanah dan Manusia Papua; diantaranya :
a. Politik Penjajah Selalu Menghendaki Terjadinya Perpecahan Bangsa Yang Dijajah
Sekjend Presidium Dewan Papua Thaha Alhamid, dalam berbagai orasi politik dan statement media selalu mengatakan Pemerintah Indonesia sedang memainkan peran Politik Devide Et Empera alias Politik Pecah Bela; hal ini memang terbukti selama ini bahwa Pemerintah Indonesia melihat semangat persatuan rakyat papua barat dalam menuntut dan memperjuangkan aspirasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, selama 51 tahun sejak 1963, maka semangat kemerdekaan itu didorong pula dengan adanya reformasi 1998 dengan jatuhnya rezim Soeharto, maka Rakyat Papua Barat merasa mendapat angin segar dengan kondisi politik saat itu, dengan persatuan dan kesatuan rakyat yang dinyatakan lewat Kongres Papua II yang melahirkan seorang sosok pemimpin kharismatik alm. Dortheys Hiyo Eluay yang pada akhirnya dibunuh oleh satuan KOPASUS pimpinan Letnan, Hartomo pada tangga 10 November 2005. Milihat dinamika yang nyata itu, berbagai program Pemerintah Indonesia dengan mengirim Transmigrasi ke Papua dalam jumlah besar dan menguasai sebagian hak orang asli papua, melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap berbagai kelompok binaan untuk melawan masyarakat lokal, mendorong adanya slogan pantai dan gunung, mendorong adanya filosofi Otonomi Khusus menjadi tuan di negeri sendiri, adanya agresi militer dengan melakukan operasi-operasi terselubung, kemudian melakukan pemekaran-pemekaran masiv, mendatangkan minuman keras dan pelajuran yang terinveksi HIV/AIDS. Mengadu domba perang suku melalui provokator partai politik; dan juga adanya Barisan Merah Putih (BMP), Pemuda Panca Marga (PPM), Pemuda Pancasila (PP) dan lain sebagainya yang turut memperkeruh kondisi di tanah papua barat. Maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah Indonesia berhasil memporak-porandakan kondisi dan keadaan di Tanah Papua Barat yang berbuntut adanya MRP bentukan Pemerintah, adanya LMA bentukan Negara, dan juga Milisi-milisi yang turut mengacaukan Tanah dan Manusia Papua Barat. Maka wajar jika berbagai LSM. HAM dan Tokoh Gereja serta Aktivis Pro Demokrasi papua mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia sengaja memelihara konflik Vertikal dan Horisotal di Papua, membiarkan terjadinya kekerasan dan korupsi serta perang suku dan lain sebagainya supaya papua distigmakan sebagai daerah primitif, sengaja membiarkan tindakan-tindakan kejahatan kemanusiaan dengan melegalkan peraturan perundang-undangan NKRI.
b. Orang-Orang Yang Memiliki Kualitas Setingkat Kaum Penjajah Mendapat Penghargaan Yang Rendah dan Tertutup Untuk Menjadi Pemimpin
Teori terbaliknya bahwa karena kondisi dan suhu politik papua barat merdeka, maka diberikanlah jabatan kepada sejumlah orang asli papua, supaya rakyatnya menilai bahwa orang asli papua juga mendapat perhatian dari pemerintah indonesia, para pemimpin yang dimaksudkan disini adalah mereka yang dapat bekerja sama dengan pemerintah indonesia, seperti Imanuel Kaisepo mantan menteri Daerah Tertinggal era Gusdur; Fredy Numberi mantan menteri Perhubungan dan Kelautan Era kabinet bersatu dibawa pimpinan Presiden Dr.H.Susilo Bambang Yudhoyono; Baltlazar kambuaya Menteri lingkungan Hidup Kabinet Indonesia Bersatu II; yang berhasil diangkat oleh Presiden SBY sebagai Menteri karena berhasil menghalangi dan tidak mengizinkan Kampus UNCEN digunakan oleh Rakyat Papua yang ketika itu akan melakukan Kongres Papua III dibulan Agustus 2012. Mantan Duta Besar Meksiko Barnabas Suebu, Mantan Duta Besar Papua New Guinea Jhon Jopari, Mantan Duta Besar Kolombia Theo Waumuri, dan Mantan Duta Besar Kolombia Michael Manufandu; Gubernur Papua dan Papua Barat, serta para Bupati dan Walikota; yang semuanya diawasi gerak-geriknya oleh TNI-Polri, BIN dan BAIS, faktanya bahwa mantan Gubernur Papua alm. Drs. Jacobus P. Salossa terbunuh tanpa wajar. Penjelasan ini juga menjawab point ke tiga diatas, termasuk mantan Ketua MRP alm. Dr. Agus Alua yang meninggal tidak wajar.
c. Waspada dan Kecurigaan Tingkat Tinggi
Untuk menjawab pertanyaan ke 4 dan 5, penulis dapat menjelaskan sebagai berikut; realitanya benar bahwa Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpin Presiden Ir.Soekarno, Soeharto, Megawati Soekarno Putri dan Dr.H. Susilo Bambang Yudhoyono; bahwa setiap orang pintar papua pasti mati terbunuh secara tidak wajar seperti Arnold C. Ap seorang dosen di Uncen 1984-1986 termasuk seniman dan budayawan papua, Sam Kapisa yang meninggal di sebuah hotel di Jakarta setelah kembali dari Belanda seorang Seniman dan Budayawan, Prof. Ir. Frans Alexander Wospakrik, MSc yang meninggal tiidak wajar setelah saudaranya yang juga fisikawan ITB Bandung Hans Jacobus Wospakrik, Dr, yang baru menyelesaikan gelar doctornya di inggrris, sehari setelah tiba dari inggris kemudian meninggal dengan tidak wajar. Dr. Agus Alua mantan ketua MRP yang dikenal vocal ini mengalami stroke ringan dan meninggal, Kelompok Group Band Flamboyan Black Brothers yang dikejar rezim Soeharto akhirnya melarikan diri ke luar negeri, masih ada lagi baik itu dari militer maupun polisi yang didik oleh institusi polisi maupun TNI, sebut saja Seth Yafet Rumkorem, Edu Ayomi, Prawar, Awom, dan lainnya yang juga terbunuh dan meninggal secara tidak wajar dengan masing-masing riwayat hidupnya. Masih banyak lagi orang pintar papua yang terbunuh karena dikawatirkan oleh negara, bahwa akan semakin banyak yang pintar maka semakin pusing negara mengurus tuntutan papua merdeka; satu hal yang terpenting dalam catatan penulis sebagai aktivis HAM adalah seorang Aktivis HAM senior Jhon Rumbiak dari ELSHAM Papua yang hingga saat ini lumpuh karena terkena racun udara yang diduga dilakukan oleh intelijen Indonesia dengan CIA; hal serupa yang dialami oleh mantan Gubernur Papua Jaap P.Salossa.
Semua lulusan anak-anak asli papua ini adalah dari sekolah YPK, sekarang YPK sudah hampir tinggal nama saja, sebab seluruh bantuan dana pendidikan dari gereja-gereja dunia dihentikan atau dilarang oleh Pemerintah Indonesia, nah ini membenarkan apa yang disebutkan oleh kartika dewi dalam artikelnya ciri-ciri negara berkembang yang juga adalah wujud penjajahan moderen melalui sistem politik ekonomi sebagai mana diungkapkan oleh Muhammad Nurjihadji dalam artikelnya " Indonesia adalah Penjajahan Jawa di Luar Pulau Jawa ", dengan sistem Neoliberalisme adalah paham Ekonomi yang mengutamakan sistem Kapitalis Perdagangan Bebas, Ekspansi Pasar, Privatisasi/Penjualan BUMN, Deregulasi/Penghilangan campur tangan pemerintah, dan pengurangan peran negara dalam layanan sosial (Public Service) seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Neoliberalisme dikembangkan tahun 1980 oleh IMF, Bank Dunia, dan Pemerintah AS (Washington Consensus). Bertujuan untuk menjadikan negara berkembang sebagai sapi perahan AS dan sekutunya/MNC.
Sistem Ekonomi Neoliberalisme menghilangkan peran negara sama sekali kecuali sebagai “regulator” atau pemberi “stimulus” (baca: uang negara) untuk menolong perusahaan swasta yang bangkrut. Sebagai contoh, pemerintah AS harus mengeluarkan “stimulus” sebesar US$ 800 milyar (Rp 9.600 trilyun) sementara Indonesia pada krisis monter 1998 mengeluarkan dana KLBI sebesar Rp 144 trilyun dan BLBI senilai Rp 600 trilyun. Melebihi APBN saat itu. Sistem ini berlawanan 100% dengan Sistem Komunis di mana negara justru menguasai nyaris 100% usaha yang ada.
Di tengah-tengahnya ada Ekonomi Kerakyatan seperti tercantum di UUD 45 pasal 33 yang menyatakan bahwa kebutuhan rakyat seperti Sembako, Energi, dan Air harus dikuasai negara. Begitu pula kekayaan alam dikuasai negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Untuk itu dibuat berbagai BUMN seperti Pertamina, PAM, PLN, dan sebagainya sehingga rakyat bisa menikmatinya dengan harga yang terjangkau.
Neoliberalisme disebut juga dengan Globalisasi (Globalization). Neoliberalis adalah orang yang menganut paham Neoliberalisme.
Lembaga Utama yang menjalankan Neoliberalisme adalah IMF, World Bank, dan WTO. Di bawahnya ada lembaga lain seperti ADB. Dengan belenggu hutang (misalnya hutang Indonesia yang meningkat dari Rp 1.200 trilyun 20 tahun 2004 dan bengkak jadi Rp 1.600 trilyun di 2009) lembaga tersebut memaksakan program Neoliberalisme ke seluruh dunia. Pemerintah AS (USAID) bertindak sebagai Project Manager yang kerap campur tangan terhadap pembuatan UU di berbagai negara untuk memungkinkan neoliberalisme berjalan (misalnya di negeri kita UU Migas).
Akhirnya bahwa Penulis berkesimpulan bahwa memang realita Stigmatisasi Separatisme TPN/OPM, Bodoh, Malas, Pemabuk, Doyan Perempuan menghamburkan uang rakyat, dan lain sebagainya adalah sebuah cara untuk membunuh dan membungkam karakteristik orang asli papua yang sesungguhnya adalah pekerja keras, nelayan, pemburuh alias berburuh, dengan sistem nomaden termasuk barter ekonomi budaya papua, semuanya dihancurluluhlantahkan dengan kehadiran pemerintah Indonesia yang nota bene melakukan tindakan Diskriminasi, Marjinalisasi, dan Kekerasan serta Devide Et Emparea; merupakan legalitas kapitalisme baru ala Indonesia menguasai Tanah dan Manusia Papua dalam berbagai segi kehidupan; seperti bidang Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi Kerakyatan, termasuk pembangunan Infrastruktur, semua itu sudah terlambat, sebab sejak tahun 1963 Agresi Militer ke West Irian, kemudian Kontrak Karya Freeport McMoran 1967 seperti dijelaskan oleh Iswahyudi Sondi dalam artikelnya tentang " Data dan Fakta Kontrak Karya Freeport". bahwa Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tahun 1967 berdasarkan UU 11/1967 mengenai PMA. Berdasarkan KK ini, Freeport memperoleh konsesi penambangan di wilayah seluas 24,700 acres (atau seluas +/- 1,000 hektar. 1 Acres = 0.4047 Ha). Masa berlaku KK pertama ini adalah 30 tahun. Kemudian pada tahun 1991, KK Freeport di perpanjang menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali @ 10 tahun. Jadi KK Freeport akan berakhir di tahun 2021 jika pemerintah tidak menyetujui usulan perpanjangan tersebut.
Berdasarkan kontrak karya ini, luas penambangan Freeport bertambah (disebut Blok B) seluas 6,5 juta acres (atau seluas 2,6 juta ha). Dari Blok B ini yang sudah di lakukan kegiatan eksplorasi seluas 500 ribu acres (atau sekitar 203 ribu ha). Hal serupa dilakukan oleh Beyond Petrolium BP Migas di Bintuni, dimana Presiden Megawati menandatangani kontrak dengan nilai yang sangat kecil, dari hasil-hasil ini Orang asli Papua sama sekali tidak dilibatkan dan juga sangat merugikan rakyat papua secara khusus tetapi juga Indonesia sebagai Negara Penjajah yang juga dijajah oleh imperialisme Asing sangat tidak menguntungkan, dan disinilah Orang Asli Papua melihat dirinya hanya merupakan Objek Kepentingan negara-negara penjajah termasuk indonesia yang menjajah Tanah dan Manusia Papua.
Penutup artikel ini, penulis ingin menegaskan bahwa memang benar bahwa Pemerintah Indonesia Gagal Mengindonesiakan orang asli papua, adanya penjajahan moderen ala pemerintah Indonesia yang melakukan ekspansi militer, penguasahan Bisnis oleh Militer maupun non papua, panguasaan tanah-tanah adat oleh militer dan polisi indonesia, pembohongan publik oleh Indonesia, Amerika, dan PBB dalam PEPERA 1969, Kontrak Karya I Freeport, BP Migas Bintuni, Ilegal Minning, Ilegal Loging, Ilegal Fishing, dan Kejahatan Kemanusiaan(Pelanggaran Berat HAM) serta Pembungkaman Demokrasi, adalah wujud luka borok yang sudah susah untuk diobati dengan Otonomi Khusus maupun UP4B ataupun Kepres lainya dalam hal percepatan pembangunan papua dan papua barat, nampaknya akan sia-sia saja, sebab upaya pemaksaan dengan pendekatan militerisme dalam pembangunan Tanah dan Manusia Papua bukan merupakan tuntutan rakyat papua barat yang mangharapkan adanya penghargaan dan penghromatan terhadap harkat, martabat, dan harga diri rakyat papua sebagai sebuah bangsa merdeka yang tidak ingin dijajah oleh Pemerintah Indonesia.
Sekalipun perjuangan bangsa papua dibungkam dengan membunuh para pejuangnya, bukan menurun tetapi akan menjadi berlipat ganda semangat pemisahan diri melalui perjuangan Penentuan Nasib Sendiri, lewat dinamika perjuangan Politik, Gerilya, maupun seni dan budaya dalam mengkampanyekan kepada dunia bahwa Orang Papua semakin hari semakin habis dibunuh oleh aparat TNI-Polri melalui tindakan kekerasan atau kejahatan kemanusiaan atas dasar kebijakan negara tanpa ada ikhtikad baik untuk melakukan Dialog Damai yang mengutamakan penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan secara universal.
Dorus
Wakum,S.Pd, Aktivis HAM Papua (Mantan Jebolan Peggiat HAM KontraS Papua)
0 komentar :
Posting Komentar