News
Loading...

Jelang HUT Kemerdekaan RI, Mahasiswa Papua Tuntut Merdeka

Masa Aksi AMP Bandung depan Gedung Sate
BANDUNG- Beberapa hari jelang HUT Kemerdekaan Republik Indonesia, belasan pemuda dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Kota Bandung menuntut Papua Barat merdeka. Aksi mereka disuarakan di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat.

Dalam aksinya, mereka menyoroti Perjanjian New York pada 15 Agustus 1962 antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea atau Papua Barat. Perjanjian itu dilakukan tanpa melibatkan satu pun wakil dari rakyat Papua. Padahal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua.

Koordinator aksi, Risel, mengatakan, perjanjian itu mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 pasal. Dalam pasal 14-21, perjanjian itu mengatur tentang penentuan nasib sendiri yang didasarkan pada praktik internasional yaitu satu orang satu suara. Pada pasal 12 dan 13, diatur tentang transfer administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia.

"Setelah proses transfer administrasi dilakukan pada 1 Mei 1963, Indonesia yang diberi tanggung jawab untuk mempersiapkan pelaksanaan penentuan nasib sendiri dan pembangunan di Papua tidak melaksanakan sesuai kesepakatan dalam Perjanjian New York," ujar Risel, Kamis (15/8/2013).

Dia menambahkan, saat itu pemerintah malah melakukan pengkondisian wilayah melalui operasi militer dan penumpasan gerakan pro-kemerdekaan rakyat Papua. "Lebih ironis, sebelum proses penentuan nasib dilakukan, tepat pada 7 April 1967, Freeport, perusahaan pertambangan milik Amerika telah menandatangani kontrak pertamanya dengan pemerintah Indonesia," ungkap Risel.

Selain itu, Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dinilai tidak demokratis, penuh teror, intimidasi, manipulasi, serta pelanggaran HAM berat. Bahkan dalam Pepera, hanya 175 orang yang memberikan pendapat dari 809.337 orang yang mempunyai hak.

"Teror, intimidasi, penahanan, penembakan, bahkan pembunuhan terus terjadi hingga kini. Hak azasi rakyat Papua tidak ada nilainya bagi Indonesia," ucap Risel.

Unuk itu, dalam rangka memperingati 51 tahun Perjanjian New York, AMP menyuarakan tiga sikap politiknya bagi pemerintah Indonesia. Pertama, berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.

Kedua, meminta pemerintah menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan milik asing di Papua. Ketiga, meminta pemerintah menarik militer Indonesia (TNI dan Polri) dari seluruh tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat Papua.
(tbn)
Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment