Rofinus Yanggam ( kiri ) , Yuvensius Goo ( tengah) dan Markus Jerewon (kanan ) (The Guardian / Marni Cordell) |
Jayapura, 6/10 – “Kami membutuhkan bantuan Anda. Kami
berlindung dan memohon untuk keselamatan kami. Kami tidak merasa aman di
Papua.”
Tiga warga Papua yang menduduki konsulat Australia di Bali pada hari
Minggu pagi, 6 Oktober 2013 (sekitar pukul 06.30 WIB) meminta pemerintah
untuk menekan Abbott Indonesia untuk membebaskan semua tahanan politik
Papua dan membuka akses kepada wartawan asing untuk memasuki provinsi
Papua.
Ketiga warga Papua tersebut adalah Markus Jerewon, 29 , Yuvensius
Goo, 22 dan Rofinus Yanggam, 30. Ketiganya memasuki konsulat Australia
dengan memanjat pagar tembok kantor konsulat tersebut.]
Dalam surat terbuka kepada rakyat Australia, yang diserahkan kepada
staf konsulat, ketiganya menulis, “Kami menulis untuk memberitahu Anda
bahwa kami memasuki konsulat Australia di Bali untuk mencari
perlindungan dan untuk menyampaikan pesan kami kepada para pemimpin APEC
di Bali termasuk Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan perdana Menteri
Australia Tony Abbott. Kami ingin para pemimpin ini membujuk pemerintah
Indonesia untuk memperlakukan orang Papua dengan lebih baik.”
Ketiganya juga meminta, melalui surat tersebut agar semua tahanan politik Papua dibebaskan.
“Kami ingin orang asing, termasuk wartawan, diplomat, pengamat dan
wisatawan untuk dapat berkunjung ke Papua Barat secara bebas tanpa
meminta izin khusus.” tulis ketiganya.
Juru bicara kelompok itu , Rinto Kogoya , yang adalah Kordinator
Aliansi Mahasiswa Papua, mengatakan bahwa sudah saatnya dunia mengerti
apa yang terjadi di dalam provinsi , yang secara resmi dianeksasi oleh
Indonesia pada tahun 1969 .
” Masyarakat internasional tidak mengetahui kenyataan di Papua .
Militer menindas masyarakat sipil – kita tidak bebas untuk melakukan apa
saja – dan saya pikir ini adalah saat untuk membuka demokrasi ke
Papua,” kata Rinto Kogoya. (Jubi/Guardian/Victor Mambor)
sUMBER : jubi
0 komentar :
Posting Komentar