Ketua Umum
Persekutan Gereja Gereja
Baptis Papua Socratez Sofyan Yoman
|
JAYAPURA — Otsus Plus
tak perlu dan tak penting diterapkan, karena tak akan pernah
menyelesaikan masalah di Papua. Bahkan MRP sebagai lembaga kultur
masyarakat Papua menyatakan menolak Otsus Plus. Hal ini sebagaimana
rekomendasi dan konsultasi publik antara MRP dan rakyat Papua di
Hotel Sahid Papua, Jayapura 25-27 Juli 2013 lalu.
“Sebagai pemimpin Gereja di Papua, saya melihat realitas kegelisaan, penderitaan umat Tuhan di Tanah Papua ini, maka saya katakan Otsus Plus tak perlu diterapkan. Barangkali Otsus Minus bukan Otsus Plus,” tegas Ketua Umum Persekutan Gereja Gereja Baptis Papua Socratez Sofyan Yoman, ketika menyampaikan tanggapan kepada Bintang Papua di ruang kerjanya, Rabu (9/10).
Dikatakan, pihaknya mengusulkan hanya ada dua solusi yang relevan dan tepat. Pertama, dialog damai dan setara antara pemerintah Indonesia dan rakyat Papua tanpa syarat dimediasi pihak ketiga di tempat netral. Kedua, pemerintah Indonesia mengakui Papua sebagai negara merdeka dan berdaulat sejak 1 Desember 1961 yang pernah dibubarkan oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno.
Menurut Socratez, tuntutan rakyat Papua kini adalah bagaimana masa depan mereka diperbaiki dengan pendekatan-pendekatan dialog. Pasalnya, Otsus lahir bukan hadiah pemerintah Indonesia. Tapi merupakan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan rakyat Papua, seketika itu hampir seluruh rakyat Papua dari Sorong hingga Merauke menyatakan merdeka sekaligus keluar dari Indonesia.
“Kalau kita lihat UU Otsus dari bab demi bab, pasal demi pasal dari item ke item luar biasa dan bagus sekali. Tapi dalam implementasinya gagal,” tukasnya.
Dikatakan Socratez, ketika pertama kali membaca draf atau naskah akademis Otsus Plus dari Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Felix Wanggai dan kawan-kawan dan Uncen, yang dikirim rekan saya di LIPI. Pasalnya, memang ada beberapa yang mereka hanya ubah dari nama Aceh menjadi Papua. Ada beberapa bagian seperti UU Penyiaran di Papua itu harus sesuai dengan ajaran Islam, masalah peran TNI/Polri di Aceh.
“Ini kan terlihat ada jiplak dari UU Pemerintahan Aceh. Itu artinya suatu pelacuran intelektual yang luar biasa, penghinaan dan pelecehan terhadap eksitensi orang asli Papua. Jadi orang Papua dianggap bodok,” ujar Socratez.
Socrates menuturkan, penjiplakan Otsus Plus adalah suatu kebohongan didalam pemerintahan SBY. Padahal dalam sambutan resmi kenegaraan SBY menyampaikan pihaknya akan menyelesaikan masalah Papua dengan hati dengan dialog. Tapi hingga kini belum ada realisasinya.
Karena itu, beber Socratez, Papua ini sebenarnya bukan bagian dari Indonesia. Tapi, Papua ini daerah koloni, daerah pendudukan dan penjajahan Indonesia. “Ingat karena kepentingan Indonesia hanya ekonomi, hanya tanah. Dia tak pusing dengan manusia Papua,” urai Socratez. (Mdc/don/l03)
Sumber : http://bintangpapua.com
0 komentar :
Posting Komentar