Foto Ilustrasi |
Fak-Fak, -- Intimidasi
dan teror oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun Polisi Republik Indonesia
(Polri) terhadap para aktivis Papua masih saja berlanjut hingga kini di Papua.
Dalam
Pers Release Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) yang diterima majalahselangkah.com menyebutkan
sebanyak 5 modus aksi teror dan intimidasi terhadap aktivis Papua yang
terjadi dalam bulan September 2013 mempertegas bahwa potret buram terhadap
kemanusiaan di Papua sedang berlangsung.
Kelima serangkaian modus aksi teror
dan intimidasi terhadap aktivis Papua tersebut diantaranya adalah, pada 19 September 2013 Zakarias Wenza Pikindu seorang mahasiswa
Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi korban. Ia dipukul berkali-kali dibagian wajah dan kepala berlumuran darah menutupi
wajah, sampai korban ditodong untuk ditembak di Polsek Cililitan, Jakarta
Timur. Kedua, pada 14 September, seorang oknum yang diduga aparat, berpakaian preman, mendatangi asrama dan menanyakan jumlah mahasiswa.
Menerobos masuk ke kamar-kamar asrama mahasiswa dan melakukan pemeriksaan
tanpa seijin para mahasiswa. Sebelumnya, pada 17 Agustus oknum TNI
berpakaian lengkap mendatangi Asrama mahasiswa Papua di Bali.
Ketiga, penembakan dan penangkapan aktivis
Papua di Yapen; 25 September 2013, Edison Kendi ditangkap secara paksa dan
saat ini terdapat 20 orang aktivis ditahan di Mapolres Yapen. Aksi
teror yang berikut, tujuh orang pencari suaka politik Papua Barat ke Australia
pada tanggal 26 September 2013.
Serta
timidasi
terhadap aktivis Papua kembali lagi terjadi di Fak-fak pada tanggal 29
September. Empat aktivis dibuntuti tujuh mobil ketika pulang dari
kampung Tetar, Distrik Patipi, yang berjarak 65 KM dari kota Fak-Fak.
Mereka adalah Apner
Hegemur, Yanto Hindom, Morten Kabes dan Kaleb Hegemur menggunakan
kendaraan
beroda dua. Itu terjadi ketika mereka pulang setelah mengecek dugaan
kekerasan terhadap anak-anak yang terjadi di kampung Tetar, Distrik
Patipi.
"Pembuntutan
ini dilakukan oleh Densus 88, karena dalam perjalanan, mereka terus dibuntuti
dengan iring-iringan kendaraan roda empat. Beberapa mobil di depan dan lainnya
dibelakang, lalu terus berganti lagi, yang di belakang ke depan dan sebaliknya
yang di depan ke belakang. Kejadian ini terus dilakukan hingga mereka tiba di
kota Fak-Fak. Setelah memasuki kota mobil itu hilang menjauh," tulis dalam
release itu.
"Tidak
sampai disitu, bahkan keesokan harinya mereka diteror melalui short message
service (SMS) menggunakan nomor baru dengan bunyi "Ah Darah".
Ditulis pula, isu pemberantasan terorisme yang berbasis ideologi religi hanyalah merupakan
upaya propaganda politik untuk melegitimasi pembentukan dan pengoperasian unit
khusus dengan misi utama pembungkaman gerakan politik rakyat sipil dan
merupakan serangkaian propaganda pengalihan dan pembentukan opini publik tentang ancaman terorisme.
Stigma yang sering dikenakan terhadap
gerakan politik rakyat sipil Papua adalah antara lain stigma terorisme, gerakan
pengacau keamanan (GPK) dan kriminalitas. Dengan stigma seperti itulah,
rakyat dan aktivis politik Papua diteror, diintimidasi, ditanggkap bahkan
dibunuh. (AE/MS)
Sumber : http://majalahselangkah.com
0 komentar :
Posting Komentar