Sekjen PBB dan Presiden SBY dalam pertemuan
di Istana Bogor tgl 20 Maret tahun lalu. Foto: Antara
|
Luar Negeri : PBB telah menetapkan tanggal 9 Agustus sebagai Hari Masyarakat Adat Dunia atau International Day of World’s Indigenous People.
Di Indonesia, hari tersebut bertepatan dengan perayaan Idul Fitri (hari
kedua). Tidak ada acara khusus untuk sekadar merayakannya, padahal di
Indonesia ada ratusan kelompok masyarakat adat yang menjadi bagian dari
sekitar 5 ribu kelompok masyarakat adat di seluruh dunia.
Hanya ada
satu kelompok masyarakat adat yang muncul di media massa, itupun media
local yang lingkup pembacanya boleh dibilang terbatas. Yaitu masyarakat
adat Papua yang memanfaatkan momen itu untuk menghidupkan kembali
makanan tradisional mereka.
“Mengapa?
karena saat ini masyarakat pribumi sangat tergantung pada makanan luar
yang tidak bisa kita jamin bagi keberlangsungan hidup masyarakat pribumi
Papua,” kata Leonard Imbiri, Sektretaris Dewan Adat Papua (DAP) dalam
perayaan Hari Masyarakat Adat Dunia di Sekretariat P3W Padang Bulang,
Jayapura. http://tabloidjubi.com/2013/08/10/masyarakat-papua-rayakan-hari-pribumi-internasional/
Tujuan PBB
menetapkan Hari Masyarakat Adat itu sebenarnya memuat pesan agar
masyarakat duni memberikan perhatian serius terhadap warga masyarakat
adat.
Pertanyaannya, perhatian seperti apakah yang mestinya kita berikan kepada mereka?
Barangkali
kita bisa mengaplikasikannya dari pernyataan Sekjen PBB, Ban Ki-moon dua
hari lalu, yang meminta pemerintah anggota PBB harus memasukkan
perspektif, hak dan kebutuhan masyarakat adat dalam pembangunan. Hal itu
harus diimplementasikan setidaknya pada 2015 mendatang.
“Masyarakat
pribumi telah menjelaskan bahwa mereka mengingini pembangunan yang
memperhitungkan kebudayaan dan identitas serta hak untuk menetapkan
prioritas mereka sendiri,” kata Ban. Ia menambahkan agenda pembangunan
pasca-2015 harus bersinergi dengan hak, perspektif dan kebutuhan
masyarakat pribumi. http://zonadamai.wordpress.com/2013/08/10/sekjen-pbb-desak-dunia-hormati-masyarakat-pribumi/
Bicara soal
perhatian pemerintah, khususnya terhadap masyarat adat di Tanah Air
sebagaimana himbauan PBB, tentu masih banyak hal yang perlu dibenahi
Pemerintah. Seperti hak masyarakat adat terhadap tanah ulayat mereka,
pendidikan dan kesehatan di beberapa wilayah yang masih tertinggal,
perang antarsuku, dan kelestarian alam dan budaya lokal.
Terlepas
dari pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan Pemerintah, khusus
untuk masyarakat Adat Papua, memang sudah mengalami kemajuan signifikan
dibandingkan dengan kondisi dua puluh tahun lalu. Melalui
kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) yang diberlakukan sejak 13 tahun lalu,
masyarakat adat Papua mendapatkan perlakuan istimewa yang tidak
didapatkan masyarakat adat di wilayah lainnya.
Saya
bisa membeberkan beberapa saja, seperti bertambahkanya fasilitas
kesehatan dan tenaga medis untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
semua lapisan masyarakat adat Papua. Demikianpun di bidang pendidikan, perhatian pemerintah memang luar biasa. Selain membangun fasilitas, juga ada ribuan generasi muda Papua saat ini yang mendapatkan beasiswa untuk kuliah gratis di berbagai PTN di Indonesia dan di luar negeri. Soal isolasi wilayah, pembangunan jalan dan jembatan sangat gencar dilakukan agar masyarakat adat yang tinggal di pedalaman tidak lagi terisolasi. Selain itu juga terus dikembangkan pariwisata berbasis budaya dan sumber daya.
Di bidang politik, hanya orang Papua asli yang boleh menjadi kepala daerah (bupati dan gubernur) di seluruh wilayah Papua. Lembaga adat, gereja dan kaum perempuan dilibatkan dalam pemerintahan daerah melalui MRP (Majelis Rakyat Papua) dimana anggota-anggotanya digaji dengan dana dari APBN sebagaimana layaknya wakil rakyat. Di tingkat nasional, sudah banyak orang asli Papua yang mengambil bagian di lembaga pemerintah Pusat, DPR RI dan DPD RI, perwira Polisi dan TNI, Duta Besar.
Kendati keistimewaan-keistimewaan itu sudah banyak dinikmati, namun masih ada kelompok-kelompok atau ormas di Papua yang menilai bahwa Otsus telah gagal. Mata hati mereka
seakan tertutup untuk merespon kemajuan itu secara positif. Mereka
lebih percaya pada kampanye-pampanye bangsa Asing yang menyudutkan
Pemerintah Indonesia.
Saya percaya, cepat atau lambat kelompok-kelompok
itu akan sadar bahwa mereka hanya diperalat oleh bangsa asing yang
mengincar kekayaan alam Indonesia. Semoga dengan bertambahnya waktu,
bertambah pula kesejahteraan masyarakat adat di seluruh wilayah Papua,
dan semakin sedikit kelompok-kelompok yang menentang keberadaan
Pemerintah Indonesia di Tanah Papua. Semoga. ***
Sumber : www.luar-negeri.kompasiana.com
Blogger Comment
Facebook Comment