Oleh: Jackson Ikomouw*)
Pada setiap manusia tentu ada “asal usulnya” masing-masing, dan punya habitat hidupnya. Dalam kehidupan manusia, tentu ada para penyamun berupaya untuk mengiri barang orang lain, dan akhirnya manusia yang hidup ditempat tersebut (Orang Asli Sebagai Pemilik Tanah) menjadi korban diskriminasi oleh pihak lain menginingi barangnya.
Mahasiswa Papua bersuara di jalanan karena barang mereka di curi orang lain. Persoalan tersebut masih terus di suarakan oleh mahasiswa Papua, sebab sumber daya alam Papua selalu dan selalu di curi para pencuri Dunia yang dirasuki Iblis.
Namun. Dari sejak kontak luar terhadap Papua, mula perebutan pihak asing terhadap sumber daya alam Papua namun akhirnya rakyat papua menjadi korban konspirasi Kapitalis dan imperialisme.
Upaya untuk melepaskan dari rantai para penjajah, generasi Papua terus menerus bersuara. Dalam proses ini, butuh komitmen dan konsisten, semua tercipta pada bating OAP “Hanya karena kecintahan terhadap tanah AIR”.
Ilustrasinya: Sebuah rumah, yang tahu akan eksitensi pada rumah tersebut hanya tuan rumahnya bukan para tamu.
Jika, rumah kami diatur oleh para tamu, pasti pada tiap kami merasa diskriminasi oleh pihak lain. Pada tiap manusia pasti ada rasa kecintaan terhadap rumahnya
“Yang tahu akan persoalan di bumi Cendrawasih hanya orang asli Papua, karena rentetan konflik dihadapi oleh orang Papua, bukan kaum imigrasi.
Papua Memanggil, Engkau dan Saya
Masalah ada di depan mata kami. Apa yang mesti kami lakukan untuk bebas secara utuh ? Dengan steragi apa kami melangkah ? Apakah masalah tersebut dibiar untuk tumbuh subur ?
Dalam berbagai kalangan, pasti memunyai taktik perjuangannya masing-masing. Akan saya beberkan dalam sepotong tulisan ini mengenai gaya dan takti perjuangan Mahasiswa. Persoalan Papua, kian meningkat dari tahun ke tahun, Mahasiswa sebagai tulang punggung bangsa Papua, “Harus punya gaya tersendiri untuk memperjuangan jati diri bangsa Papua.
Mahasiswa Papua jangan berdiam diri dalam kondisi ini. Mahasiswa jangan berfoya-foya diatas penderitaan orang tua kami, Mahasiswa Papua jangan jadi faktor penyebab penindasan terhadap rakyat, mahasiswa Papua jangan banyak berdiam, mahasiswa Papua jangan asal kulia, ketika selesai kulia pulang ke Papua menindas rakyat Papua, dan mahasiswa Papua jangan banya retorika.
Masalah Papua ada didepan mata, namun diharapkan untuk menyikapi persoalan Papua dengan jurusan yang sedang tekuni. Perlu melihat persoalan Papua dengan jurusan yang kitong pelajari.
Seperti, Jurusan Ilmu Pemerintah; Kawan-Kawan di jurusan tersebut perlu punya analisis untuk memantau mengenai baik dan buruk sistem birokrasi di Prov. Papua dan Papua Barat, dan mampu memberikan kontribusi kepada publik ketika pulang memimpin Papua.
Jurusan Arsitektur; Mampu memantau gaya pembangunan yang desainnya. Disisi lain, untuk merubah wajah Kota/Kabupaten masing-masing dengan budayanya masing-masing. Contoh Kasus. Yang bagian dari upaya memtikan budaya Papua, ialah: Tugu Roket di Kabupaten Nabire, hal tersebut tak pantas tugu itu ada dan atau di gusur saja. Kantor DPR Papua, Gaya arsitek harus ada rumah adata Papua, pada Kantor yang megah itu. Nama-nama jalan raya juga harus rubah sesuai dengan nama Kepala suku setempat.
Jurusan Hukum: Tanah Papua gudang masalah, namun kawan-kawan Mahasiswa Papua yang menekuni bidang hukum punya taring untuk menyikapi persoalan Papua dari sudut padang Hukum. Selama ini yang bergerak untuk jadi pengacara ialah Kaka Gustaf Kawer dan Olga Hamadi, selain itu; yang bergerak di bidang advokad ialah beberapa Lembaga dan Ormas di Papua. Akan tetapi perkembang di belakang semakin subur di tanah Papua. Namun, harap untuk kedepan kawan2 Hukum jangan hanya gelar SH tapi belum punya kapasitasi untuk menyikapi persoalan Papua dari padang Hukum.
Jurusan Hubungan Internasional (HI): Masalah Papua sangat membutukan seorang Diplomat dan/atau figur yang mampu kompanyekan persoalan Papua di tingkat Internasional. Jangan asal kulia hubungan Internasional tapi mampu dalam tindakan nyata.
“Semua jurusan yang kitong sedang belajar, sangat penting sekali melihat persoalan di tanah Papua. Sebab, kami diutus untuk kulia karena di utus oleh orang tua kami, dan masyarakat Papua Barat.
Harapan mereka, untuk membangun tanah Papua. Kitong belajar bukan jadi pintar untuk mebunuhan tapi jadi pintar untuk membangun, sesuai dengan jurusan yang kitong pelajari.
Demikian, penulisa artikel ini menjadi sebuah pencerahan bagi kitong semua sebagai anak bangsa Papua yang kulia di wilayah Papua bahkan di luar Papua.
Blogger Comment
Facebook Comment