Pdt. Benny Giay bersama Matius Murib mendatangi Kejati Papua (Foto: Oktovianus Pogau/SP) |
Ketua Sinode Kingmi Papua, Pdt. Dr. Benny Giay, Rabu (22/10/2014)
siang tadi, langsung mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua,
yang beralamat di Dok V, Jayapura, untuk bertemu dengan Kajati Papua,
Maruli Hutagulung, terkait kasus pemerasan yang menimpa warga jemaatnya.
Pdt. Benny Giay, yang datang didampingi salah staf gereja Kingmi Papua, Matius Murib, tiba di Kantor Kejati sekitar pukul 11.30 Wit, namun petugas piket mengarahkan untuk bertemu dengan Asisten Intelejen Kejati Papua, dan melakukan pertemuaan sekitar 20 menit.
Usai melakukan pertemuaan, Benny Giay, kepada wartawan mengungkapkan, walaupun di berbagai media massa mengkampanyekan keberhasilan Kajati Papua, Maruli Hutagalung, bahkan mendapatkan peringkat pertama di Indonesia, namun fakta lain menunjukan hal yang berbeda.
“Kami baca di koran, Kejati Papua dapat peringkat satu dari Kejaksaan Agung, tapi kenyataannya ada warga jemaat kami yang diperas oleh oknum jaksa di Kejati, karena itu kami datang untuk meminta pertanggung jawaban dari Kajati,” kata Giay.
Menurut Giay, ia sendiri telah menerima laporan dari Pdt. Sarihati Adii Purba, suami dari mantan Kakanwil Agama, yang kini ditahan di LP Abepura, terkati pemerasan terhadap dirinya dengan nominal uang senilai 200 juta rupiah.
“Oknum jaksa memakai dua orang, yakni pendeta Abednego, dan pak Asso untuk memeras warga jemaat kami. Mereka dua sempat bertemu dengan suami ibu Adii di Lapas Abepura, dan meminta uang sebesar 200 juta rupiah agar dapat dibebaskan.”
“Ibu Adii sudah transfer sejumlah uang, saya sendiri tidak tau berapa yang sudah di transfer, dua orang ini datang atas perintah Kajati Papua, Maruli Hutagalung, dan pak Aspidsus, Mamik Sugiono, karena itu kami datang untuk sampaikan pemerasan yang dilakukan oleh kantor ini,” ujar Giay, sambil menunjuk kantor Kejati Papua.
Kronologinya, lanjut Giay, pada tanggal 11 Oktober 2014, Pdt. Abednego datang bersama seseorang yang diduga sebagai staf Kejati, dan menyampaikan kepada pak Melias Adii, untuk membicarakan rencana di SP-kan kasus korupsi yang melibatkan dirinya, namun meminta uang sebesar 200 juta rupiah agar dapat dibebaskan.
Adapun bunyi SMS yang diterima ibu Pdt. Sarihati Adii Purba, seperti yang dilampirkan Pdt. Giay, berbunyi, “Mnt maaf klo ganggu. Begini bu barusan Pak Kasidik tanya lagi, bagaimana dengan pembicaraan yang kemarin karena beliau berangkat ke Jakarta, kalau kira2 sudah ada uang sekitar 75 juta, tidak apa2, supaya kita pergi ke sana sebelum beliau pergi ke Jakarta. Tadi saya sudah coba nego sama beliau, karena keadaan lagi susah, dan puji Tuhan, beliau setuju, kira2 ibu bisa antar biar segera kita antar hari ini sebelum beliau bergerak, Makasih."
Kemudian, pada tanggal 20 Oktober 2014, lanjut Giay, Pdt Abednego yang diketahui pendoa dan juga pemeras dari Kajati itu diganti dengan pemeras lainnya yang bernama Imron atau Ibrahim Asso, yang katanya pengawai di Kejati sendiri.
Adapun SMS yang dikirimkan oleh Ibrahim Asso, pada 20 Oktober 2014, yakni, “Kita tadi sudah coba nego sama beliau (Kasidik) karena keadaan lagi susah, dan puji Tuhan, ini sebelum beliau berangkat. makasih.”
Beberapa pesan SMS yang dikirimkan oleh oknum anggota jaksa di kemudian hari, lanjut Giay, masih dengan topik yang sama, yakni, terus-menerus melakukan pemerasan agar uang sebesar 200 juta rupiah dapat segera diberikan.
“Kami kira ini cara-cara yang tidak dibenarkan, karena itu perlu mendapatkan perhatian dari publik, makanya kami panggil teman-teman wartawan untuk beritakan.”
“Ada oknum-oknum jaksa di kantor ini yang bermain dengan jabatan untuk terus memeras utama Tuhan di tanah Papua, buktinya seperti yang dialami warga jemaat kami, karena itu kami datang minta Kajati tanggung jawab,” tegas Giay.
Ditambahkan oleh Matius Murib, dalam waktu dekat Gereja Sinode Kingmi Papua akan melaporkan kasus ini kepada Kepolisian Daerah Papua, agar dapat ditindak lanjuti, sebab cara-cara tersebut sudah banyak menimpa umat Tuhan lainnya, namun belum pernah ada yang berbicara secara lantang.
“Kami sebagai Gereja menyatakan keprihatinan kami atas perilaku penegak hukum, terutama jaksa-jaksa di kantor ini, karena itu kami minta segera ditindak lanjuti, dan hentikan pemerasan terhadap umat Tuhan,” tegas Murib.
Kajati Papua, Maruli Hutagalung, ketika dikonfirmasi wartawan terkait laporan Pdt. Benny Giay, membantah anak buahnya melakukan tindakan pemerasan yang dimaksud.
“Sudah banyak yang mengatasnamakan saya, dan ini merupakan penipuan, dan ini tidak benar, saya sudah buktikan Doren Wakerkwa dan Jhon Way ditangkap hingga dihukum, bahkan saya tuntut mereka enam tahun penjara, jadi tidak benar ada pemerasan,” ujarnya.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com
Pdt. Benny Giay, yang datang didampingi salah staf gereja Kingmi Papua, Matius Murib, tiba di Kantor Kejati sekitar pukul 11.30 Wit, namun petugas piket mengarahkan untuk bertemu dengan Asisten Intelejen Kejati Papua, dan melakukan pertemuaan sekitar 20 menit.
Usai melakukan pertemuaan, Benny Giay, kepada wartawan mengungkapkan, walaupun di berbagai media massa mengkampanyekan keberhasilan Kajati Papua, Maruli Hutagalung, bahkan mendapatkan peringkat pertama di Indonesia, namun fakta lain menunjukan hal yang berbeda.
“Kami baca di koran, Kejati Papua dapat peringkat satu dari Kejaksaan Agung, tapi kenyataannya ada warga jemaat kami yang diperas oleh oknum jaksa di Kejati, karena itu kami datang untuk meminta pertanggung jawaban dari Kajati,” kata Giay.
Menurut Giay, ia sendiri telah menerima laporan dari Pdt. Sarihati Adii Purba, suami dari mantan Kakanwil Agama, yang kini ditahan di LP Abepura, terkati pemerasan terhadap dirinya dengan nominal uang senilai 200 juta rupiah.
“Oknum jaksa memakai dua orang, yakni pendeta Abednego, dan pak Asso untuk memeras warga jemaat kami. Mereka dua sempat bertemu dengan suami ibu Adii di Lapas Abepura, dan meminta uang sebesar 200 juta rupiah agar dapat dibebaskan.”
“Ibu Adii sudah transfer sejumlah uang, saya sendiri tidak tau berapa yang sudah di transfer, dua orang ini datang atas perintah Kajati Papua, Maruli Hutagalung, dan pak Aspidsus, Mamik Sugiono, karena itu kami datang untuk sampaikan pemerasan yang dilakukan oleh kantor ini,” ujar Giay, sambil menunjuk kantor Kejati Papua.
Kronologinya, lanjut Giay, pada tanggal 11 Oktober 2014, Pdt. Abednego datang bersama seseorang yang diduga sebagai staf Kejati, dan menyampaikan kepada pak Melias Adii, untuk membicarakan rencana di SP-kan kasus korupsi yang melibatkan dirinya, namun meminta uang sebesar 200 juta rupiah agar dapat dibebaskan.
Adapun bunyi SMS yang diterima ibu Pdt. Sarihati Adii Purba, seperti yang dilampirkan Pdt. Giay, berbunyi, “Mnt maaf klo ganggu. Begini bu barusan Pak Kasidik tanya lagi, bagaimana dengan pembicaraan yang kemarin karena beliau berangkat ke Jakarta, kalau kira2 sudah ada uang sekitar 75 juta, tidak apa2, supaya kita pergi ke sana sebelum beliau pergi ke Jakarta. Tadi saya sudah coba nego sama beliau, karena keadaan lagi susah, dan puji Tuhan, beliau setuju, kira2 ibu bisa antar biar segera kita antar hari ini sebelum beliau bergerak, Makasih."
Kemudian, pada tanggal 20 Oktober 2014, lanjut Giay, Pdt Abednego yang diketahui pendoa dan juga pemeras dari Kajati itu diganti dengan pemeras lainnya yang bernama Imron atau Ibrahim Asso, yang katanya pengawai di Kejati sendiri.
Adapun SMS yang dikirimkan oleh Ibrahim Asso, pada 20 Oktober 2014, yakni, “Kita tadi sudah coba nego sama beliau (Kasidik) karena keadaan lagi susah, dan puji Tuhan, ini sebelum beliau berangkat. makasih.”
Beberapa pesan SMS yang dikirimkan oleh oknum anggota jaksa di kemudian hari, lanjut Giay, masih dengan topik yang sama, yakni, terus-menerus melakukan pemerasan agar uang sebesar 200 juta rupiah dapat segera diberikan.
“Kami kira ini cara-cara yang tidak dibenarkan, karena itu perlu mendapatkan perhatian dari publik, makanya kami panggil teman-teman wartawan untuk beritakan.”
“Ada oknum-oknum jaksa di kantor ini yang bermain dengan jabatan untuk terus memeras utama Tuhan di tanah Papua, buktinya seperti yang dialami warga jemaat kami, karena itu kami datang minta Kajati tanggung jawab,” tegas Giay.
Ditambahkan oleh Matius Murib, dalam waktu dekat Gereja Sinode Kingmi Papua akan melaporkan kasus ini kepada Kepolisian Daerah Papua, agar dapat ditindak lanjuti, sebab cara-cara tersebut sudah banyak menimpa umat Tuhan lainnya, namun belum pernah ada yang berbicara secara lantang.
“Kami sebagai Gereja menyatakan keprihatinan kami atas perilaku penegak hukum, terutama jaksa-jaksa di kantor ini, karena itu kami minta segera ditindak lanjuti, dan hentikan pemerasan terhadap umat Tuhan,” tegas Murib.
Kajati Papua, Maruli Hutagalung, ketika dikonfirmasi wartawan terkait laporan Pdt. Benny Giay, membantah anak buahnya melakukan tindakan pemerasan yang dimaksud.
“Sudah banyak yang mengatasnamakan saya, dan ini merupakan penipuan, dan ini tidak benar, saya sudah buktikan Doren Wakerkwa dan Jhon Way ditangkap hingga dihukum, bahkan saya tuntut mereka enam tahun penjara, jadi tidak benar ada pemerasan,” ujarnya.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com
Blogger Comment
Facebook Comment