“TRIKORA 19 Desember 1961 Ilegal, Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Sebagai Solusi Demokratis”
Press Release
Salam Demokrasi...
Tanggal 19 Desember 1961, Soekarno mengumandangkan TRIKORA di Alun-Alun Utara Yogyakarta dengan tujuan untuk mengagalkan pembentukan Negara Papua Barat yang telah dideklarasikan pada 1 Desember 1961. TRIKORA merupakan ekspresi awal dilakukannya penjajahan Indonesia atas Negara Papua Barat yang faktanya bukan bentukan Belanda.
Realisasi dari isi Trikora, Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat (Sekarang Papua) mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer dengan nama Operasi Mandala ke wilayah Papua Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu.
Hingga kini, Militer (TNI-Polri) merupakan alat negara Indonesia yang paling ampuh untuk menghalau gejolak perlawanan Rakyat Papua yang menghendaki kemerdekaan sepenuhnya dari Indonesia. Berbagai kasus pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) Rakyat Papua terjadi akibat kebrutalan Militer Indonesia.
Berbagai aksi kebrutalan Militer Indonesia terus berlanjut, pada dekade 1980an-1990an terjadi pembunuhan terhadap tokoh nasionalis Papua Arnold Clemens Ap pada 26 April 1984 disertai pengungsian besar-besaran ke Papua New Guinea (PNG), kemudian pembunuhan terhadap DR. Thomas Wanggai pada 13 Maret 1996. Pada dekade 200an terjadi pembunuhan oleh pasukan khusus Tentara Nasional Indonesia (Kopassus) terhadap Ketua Dewan Presidium Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay pada 10 November 2001. Dekadea 2010 terjadi penembakan kilat terhadap Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni pada 14 Juni 2012. Hingga baru-baru ini terjadi penangkapan terhadap aktivis KNPB Wamena dan penembakan kilat terhadap Kordinator Komisariat Militan KNPB Pusat Hubertus Mabel pada tanggal 16 Desember 2012 di Wamena.
Pada 2013, saat peringatan Hari Aneksasi 1 Mei di Sorong terjadi penembakan oleh Brimob yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia, skenario yang dilakukan kepolisian Nabire dengan alasan kecelakaan saat tinju di Gor Nabire pada 14 Juli yang mengakibatkan 18 orang meninggal dunia, dan penembakan terhadap Donatus Mote seorang siswa SMA yang meninggal paska penembakan di Wagete, Deiyai.
Dan berbagai kasus kejahatan terhadap kemanusian yang dilakukan Militer Indonesai terhadap Rakyat Papua lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.
Kenyataan ini membenarkan kehadiran Indonesia di Papua bertujuan untuk menguasai dan menjajah, tidak untuk membangun Rakyat Papua.
Maka, Aliansi Mahasiswa Papua menuntut dan mendesak rezim SBY-Boediono untuk segera;
1. Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Sebagai Solusi Demokratis.
2. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua Sebagai Syarat Damai.
3. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh dan MNC lainnya Yang Merupakan Dalang Kejahatan Kemanusiaan di Atas Tanah Papua.
Demikian press release ini kami buat. Kami mengharapkan kepada Kawan-kawan jurnalis untuk dapat memberitakan aksi kami dengan sebenar-benarnya sesuai apa yang kami sampaikan. Dan atas perhatian dan dukungan seluruh Kawan-kawan jurnalis, kami ucap terima kasih. Tuhan beserta kita.
Salam!
Kamis 19 Desember 2013
Jubir Aksi
Solo
0 komentar :
Posting Komentar