News
Loading...

Diskriminasi Rasial dan Papua di dalam Indonesia Ilegal

Ratusan mahasiswa Papua berdemonstrasi menuntut kemerdekaan Papua Barat lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2014). Mereka mengenakan simbol Bintang Kejora hingga dilarang menuju ke Istana Merdeka. Foto: Warta Kota/Henry Lopulalan
Sangat disayangkan saat mendengar ungkapan Kepolisian bahwa "Tadi pagi kita sudah memfasilitasi mereka di Bundaran HI", seperti diungkap melalui https://www.youtube.com/watch?v=OAJx9BK76Xk#t=68, terkait aksi 1 Desember 2014 di Bundaran HI, Jakarta. Dan, lanjut TV-ONE, "Aksi ini berakhir ricuh, Polisi memaksa demonstran menanggalkan kaos Papua Merdeka," sesungguhnya patut dikritisi.

Pernyataan dan tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian, sesungguhnya menunjukkan pentingnya pembelajaran Demokrasi dan Hak Asasi Manusia secara menyeluruh dan utuh.

Hal yang harus dikritisi adalah "Ada upaya penciptaan bentrok yang dilakukan oleh Aparat dengan memblokade jalan". Tujuan aksi Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) adalah Istana Negara, dan itu sudah diketahui Polisi. Semestinya, Polisi hanya mengawal, bukan melarang aksi sampai dengan berupaya membubarkan aksi.

Jika dilihat, upaya blokade dan pelarangan aksi sesungguhnya hanyalah upaya mengkriminalkan Demo Damai yang dilakukan AMP.

Selama ini, setiap aksi di Jakarta tidak pernah dilarang atau diblokade seperti itu. Jika tujuan aksi jelas, Polisi biasanya hanya mengawal, bukan memblokade, yang tentu bagian dari upaya pelarangan aksi. Ini tindakan "Diskriminasi Rasial" yang dipraktekkan oleh Polisi Indonesia terhadap orang asli Papua.

Diskriminasi Rasial itu bisa dilihat dengan pernyataan Pemimpin Kepolisian di lapangan, di Bundaran HI, saat memegang Mike, di Mobil Komando Polisi. Terang-terang ia menegaskan, "Kami punya pengalaman tugas di Papua".

Pernyataan ini sesungguhnya menegaskan kalau, pelarangan aksi terhadap orang Papua seperti yang dilakukan Aparat TNI/Polri di Papua selama ini, justru dilakukan di Jakarta. Dan itu sangat jelas bagian dari prakterk Diskriminasi Rasial.

Jika blokade dilakukan karena ada baju berlambangkan Bintang Kejora, harus ditegaskan bahwa "Blokade sudah dilakukan sebelum dipakai-nya baju bergambar Bintang Kejora". Dan tentu, polisi juga harus tahu bahwa aksi tanggal satu sudah sangat jelas adalah aksi peringatan kemerdekaan Papua. Dan itu bisa dilihat dengan pengiriman pasukan lebih dari 5000 anggota ke Papua.

Aksi 1 Desember itu bukan hal baru. Itu aksi yang selalu dilakukan tidak hanya oleh Mahasiswa Papua tapi juga seluruh komponen rakyat sebagai bentuk peringatan akan kemerdekaan Papua pada tanggal 1 Desember 1961.

Melirik Sejarah

Papua itu pernah Merdeka pada 1 Desember 1961 dan tentu itu "SAH" berdasarkan mekanisme kemerdekaan bagi daerah yang dikolonikan. Karena sebuah daerah jajahan hanya bisa Merdeka jika Negara yang menjajah mengakui kemerdekaan tersebut dan itu terlihat untuk Papua, di mana Belanda telah mengakui hal itu. Belanda sudah mengakui Kemerdekaan Papua sejak 1 Desember 1961, dan hal itu SAH berdasarkan mekanisme kemerdekaan sebuah bangsa.

Indonesia dan Papua memiliki kesamaan Penjajahan. Kedua Negara tersebut dijajah oleh Belanda. Dan pengakuan Indonesia Merdeka diberikan pada tahun 1949. Sementara itu, Papua Merdeka diberikan pada tahun 1961. Dengan diakui kedua Negara tersebut untuk Merdeka, maka kedua Negara Sah menjadi Negara merdeka.

Jika dirujuk dari mekanisme Kemerdekaan daerah yang dijajah, maka, Tri-Kora yang digelar oleh Presiden Pertama Indonesia, Soekarno-Hatta, pada tanggal 19 Desember 1961, di Alun-alun Yogyakarta, tentu telah melecehkan mekanisme kemerdekaan sebuah Bangsa.

Perampasan Kemerdekaan bangsa lain dengan kekerasan dan pemaksaan, tidak hanya melanggar nilai kemanusiaan, lebih dari itu, sudah menghancurkan hak hidup bangsa lain yang sudah Merdeka.

Pencaplokan Papua ke dalam Indonesia, tentu adalah tindakan kriminal atas skenario Mavia yang sudah dilakukan oleh Amerika dan Indonesia atas kepentingan Ekonomi Politik. Tidak ada dasar hukum berdasarkan mekanisme Internasional terkait pencaplokan tersebut. Sementara, yang memiliki hak penuh bahwa daerah itu bisa merdeka dan tidak, kembali pada Belanda selaku Penjajah yang menjajah Papua dan Indonesia.

Andai Indonesia tidak diakui oleh Belanda tahun 1949, maka, Indonesia sampai hari ini tidak bisa dibilang Negara Merdeka, tapi menjadi Negara Belanda atau bagian dari Negara Belanda. Hal yang sama pun terjadi untuk Papua. Yang memiliki kewenangan penuh untuk mendaftarkan Papua menjadi Negara Merdeka di Perserikatan Bangsa-bangsa hanyalah Belanda, karena Belanda memiliki kunci Kemerdekaan Papua, selaku penjajah murni di Papua. Pernyataan Papua merdeka yang diberikan Belanda pada tahun 1961 adalah SAH!

Berdasarkan itu, maka, keberadaan Papua ke dalam Indonesia adalah "ILEGAL".

Papua Ilegal dalam Indonesia

Menurut saya, Papua Ilegal dalam Indonesia karena:

Satu: Indonesia dan Papua memiliki Penjajahan yang sama;

Dua: Yang bisa memerdekakan sebuah bangsa hanya oleh Penjajah yang menjajah Bangsa itu;

Tiga: Beberapa perjanjian, baik Roma Agreement dan New York Agreement tentang Papua, tidak melibatkan orang asli Papua selaku pemegang Hak atas Daerah mereka;

Empat: Perjanjian Roma Agreement dan New York Agreement tidak dilaksanakan oleh Indonesia, Amerika dan UNTEA;

Lima: Perjanjian Kontrak Kerja Freeport dilakukan dua tahun sebelum Pepera digelar pada tahun 1969, sementara status Papua belum diketahui;

Enam: Pepera digelar dibawah tekanan dan intimidasi;

Tujuh: One Man One Vote diubah menjadi musyawarah untuk mufakat.

Saya sungguh berharap, dengan membaca pandangan saya ini, ada pemahaman baru bersama untuk melihat Papua dengan baik dan benar dan agar ini menjadi pengetahuan umum dan bisa menjadi proteksi tapi juga kritikan bagi kita sekalian yang sudah menghilangkan hak orang lain, hanya karena kepentingan perut.

Saya juga berharap, pandangan ilmiah menurut saya ini, bisa menjadi acuan untuk dibagi pada sesama lainnya agar ada kesamaan pandangan terkait syarat lahir-nya sebuah Negara baru, dan juga keberadaan Papua di Indonesia ini.

Akhir kata, mari kita menjadikan diri kita benar dengan membiasakan diri berbicara hal yang benar dan bertindak benar untuk menyelamatkan rakyat tak berdosa.

Marthen Goo Adalah Aktivis Kemanusiaan Papua.

Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment