News
Loading...

Ini Cerita TNI Teror Kegiatan Gereja di Paniai

TNI memantau ret-ret Gereja Kingmi di Agadidide di Komopa, Kabupaten Paniai, Papua. Foto: Ist
Paniai, MAJALAH  SELANGKAH -- Tentara dalam jumlah banyak, bersenjata lengkap, dan  berpakaian siap perang datang tanpa diundang dan bahkan masuk dan naik ke atas mimbar gereja  adalah pemandangan tak biasa di Pulau Jawa atau di pulau lainnya di Indonesia.

Tapi, tidak untuk di Papua.

Terisolasi dari mata media massa dan pantauan lembaga NGO internasional, kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan banyak orang di Papua tak luput dari  amatan, intaian, dan tekanan aparat TNI. Bahkan, dalam konteks tertentu mereka bisa berbuat sehendak hati.  

Ini adalah cerita tentang bagaimana kegiatan gereja menjadi sasaran  amatan, intaian, dan tekanan psikologis oleh aparat TNI. 

Seorang pendeta di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua bercerita bagaimana TNI datang tanpa diundang dan mengambil gambar layaknya seksi dokumentasi atau wartawan dan sejumlah yang lain berbaur dalam sebuah kegiatan gereja yang melibatkan 4 wilayah di Papua Tengah Barat.

***
Tanggal 25 28 November 2014 lalu, Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua, Klasis Agadidide di Komopa, Kabupaten Paniai, Papua menggelar ret-ret. Kegiatan ini menghadirkan ratusan orang dari 4 koordinator, yaitu Teluk Cenderawasih, Dogiyai, Deiyai dan Paniai.

Tanggal 25 November 2014, Pukul 08:20 waktu setempat,  Koordinator  KINGMI Paniai,  Pdt. Gerard Gobai, S.Th; Sendi Tabuni, S.Th;  Ayub Yogi, M.Th; Yafet Pigai, MA; Melince Pigome; Ketua Klasis Agadide, Pdt. Yosias Tenouye, dan ada beberapa orang jemaat naik speedboad dari Pelabuhan Ujung Lapangan Terbang, Enarotali, Paniai. Mereka hendak pergi ke Agadide, tempat dilangsungkannya kegiatan ret-ret.

Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam. Pukul, 10.23 waktu setempat rombongan tiba di sana.

"Saya melihat ke depan di darat ada pakaian kuning, ada banyak warga berkoteka-moge (pakaian adat) berdiri untuk menjemput kami.  Sebelum turun dari speedboad, Pdt. Gerard Gobay memimpin kami doa. Dan, setelah kami turun, salah satu gembala asal suku Moni berdoa dalam bahasa Moni. Lalu, kami menuju ke tempat ret-ret," kata salah satu pendeta bersaksi.

Ia menjelaskan, para pendeta bersama warga ramai-ramai menuju ke tempat ret-ret. Gitar dan nyanyian pujian mengiringi perjalanan mereka. Melewati Kantor Koramil dan Polsek Agadide adalah satu-satunya jalan menuju ke tempat ret-ret. Mereka masuk ke halaman Kantor Klasis dengan baris dua jejer, rombongan Sinode dan para Narasumber di tengah.

Ketika mereka tiba, tampak beberapa anggota TNI bersenjata lengkap telah berdiri di halaman Kantor Klasis. Para pendeta diajak masuk di ruang tamu rumah Klasis. Koramil dan Kapolsek Agadide telah lebih dahulu berada di dalam.

Mereka berdua (Koramil dan Kapolsek) diundang secara resmi oleh panitia. Selain itu, ada di sana, Asisten II Setda Paniai, sejumlah SKPD Lingkungan Pemerintah Kabupaten Paniai.

Waktu telah menunjukkan sekitar pukul 11.00 waktu setempat. Rombongan Koordinator  KINGMI Paniai,  Pdt. Gerard Gobai, S.Th bersalaman beberapa menit dan mereka langsung masuk pada acara pertama, yakni penguntingan pita Kantor Klasis dan Gedung Gereja yang telah dibangun di tempat itu.

"Saat kami mulai acara di dalam, di luar banyak tentara ke sana-kemari. Mereka semua ada 14 orang. Mereka lengkap dengan senjata dan pakaian siap perang. Panitia tidak mengundang mereka tetapi mereka datang," jelasnya.

Dijelaskannya, "Mereka (TNI) masuk dalam gereja dan naik di mimbar dengan senjata lengkap. Dari atas mimbar, mereka mengambil gambar peserta ret-ret dengan handycam. Beberapa orang bergantian.  Saya keluarkan handphone untuk mengambil gambar TNI yang sedang mengambil gambar ini tetapi mereka larang saya."

Kata dia, TNI masuk dalam gereja dan ambil gambar itu saat Ketua Panitia menyampaikan laporan.

"Rombongan pertama datang ambil gambar, kemudian masuk lagi rombongan kedua ambil gambar yang sama depan mimbar gereja ambil ke bawah, ke peserta ret-reat," katanya bersaksi.

"Saya  mengeluarkan HP untuk mengambil gambar tentara yang ada di mimbar gereja.Saya lagi kasih keluar HP untuk mengambil gambar. TNI itu melambai-lambai tangan depan saya. Dia bilang tidak boleh ambil gambar. Kemudian saya disuruh keluar dari situ. Peserta tertawa melihat apa yang kami dua lakukan di dalam ruangan," kata pendeta itu bersaksi.

Kata dia, "Mereka (TNI) ambil gambar dari dekat, orang demi orang. Kami tidak tau dong mau bikin apa."

Setelah ibadah pembukaan ret-ret usai, semua peserta ret-reat keluar dari tempat ibadah untuk makan.

"Saya melihat TNI berjalan di tengah-tengah peserta ret-reat lengkap dengan semua pelaratan perang ke sana-kemari. Banyak warga yang takut dan hanya duduk ditempat saja. Saya tidak tahu ada masalah apa dengan Tuhan. Saya piker, mereka (TNI) adalah masalah dengan Tuhan yang kami muliakan dan sembah dalam kegiatan ini ka," katanya tegas.

Ia menjelaskan, usai makan. Peserta ret-ret masuk lagi untuk melanjutkan kegiatan ret-ret. Para tentara yang berjumah 14 orang ini kembali ke Enarotali, Ibu Kota Kabupaten Paniai pada keesokan harinya.

"Mereka (TNI) kembali ke Enarotali dan kami lanjutkan acara ret-ret  sampai selesai pada tanggal 28 Noveber 2014. Kami sudah doakan para tentara ini," kata pendeta yang tidak ingin namanya disebutkan ini. (HI/GE/003/Admin/MS) 


Sumber :  www.majalahselangkah.com
Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment