Pemuda West Papua |
Papua - Daerah Papua kembali bergejolak dengan tewasnya 12 orang di Puncak
Jaya. Wakil Ketua DPRD Papua Barat Jimmy Demianus Ijie mengatakan
penyebab konflik yang selama ini terjadi karena rakyat Papua belum
pernah merasakan manisnya kemerdekaan Indonesia.
"Kami belum pernah merasakan kemerdekaan Indonesia, yang ada hanya air mata, darah dan nyawa melayang setiap hari, itulah nasib warga papua. Setiap 17 Agustus merayakan kemerekahan Indonesia bukan kemerdekaan," kata Jimmy dengan nada lantang saat jumpa pers terkait konflik yang kembali terjadi di Papua, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (22/2).
Menurut Jimmy warga Papua sering kali berontak dan membuat ulah agar mendapatkan perhatian dari pusat. Dan satu-satunya cara agar konflik berkepanjangan ini tidak kembali terjadi adalah dengan berdialog dari hati ke hati antara pemerintah pusat dan Papua.
Dia mengatakan, semakin banyaknya personel TNI dan Polri yang dikirim ke tanah Papua justru bukan membuat masyarakat semakin aman. Namun ketakutan seolah ada perang besar.
"Mari bicarakan, hari ini terlalu banyak personel TNI di Papua, seolah ada perang besar, satu tanda alam yang ada di tanah Papua, di tanah Papua keluar emas di mana-mana mungkin ini yang melatarbelakangi konflik," katanya.
Monopoli masyarakat luar Papua, lanjut dia, juga salah satu penyebab rakyat Papua marah dan ingin mengusir mereka yang bukan asli warga Papua dari tanah Papua.
"Kemudian monopoli rakyat sipil ditendang keluar, dia diusir dengan senapan, kalau satu kali sabar dua kali sabar, tiga kali sabar, kalau empat kali sabar itu binatang. Lawan," tutur dia.
Jimmy menolak apabila dialog yang selama ini rakyat Papua idam-idamkan adalah untuk melobi pemerintah agar Papua bisa keluar dari Indonesia. Dia menambahkan, rakyat Papua hanya ingin merdeka dari kemiskinan dan ketertinggalan bukan merdeka untuk memisahkan diri dari Tanah Air.
"Kami mau merdeka, merdeka dari kemiskinan dari keterbelakangan, untuk mensejahterakan anak cucu kami, jangan lagi ada dominasi negara, jangan lagi ada undang-undang untuk menjustifikasi keserakahan, beri ruang untuk rakyat Papua," tandasnya.
"Kami belum pernah merasakan kemerdekaan Indonesia, yang ada hanya air mata, darah dan nyawa melayang setiap hari, itulah nasib warga papua. Setiap 17 Agustus merayakan kemerekahan Indonesia bukan kemerdekaan," kata Jimmy dengan nada lantang saat jumpa pers terkait konflik yang kembali terjadi di Papua, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (22/2).
Menurut Jimmy warga Papua sering kali berontak dan membuat ulah agar mendapatkan perhatian dari pusat. Dan satu-satunya cara agar konflik berkepanjangan ini tidak kembali terjadi adalah dengan berdialog dari hati ke hati antara pemerintah pusat dan Papua.
Dia mengatakan, semakin banyaknya personel TNI dan Polri yang dikirim ke tanah Papua justru bukan membuat masyarakat semakin aman. Namun ketakutan seolah ada perang besar.
"Mari bicarakan, hari ini terlalu banyak personel TNI di Papua, seolah ada perang besar, satu tanda alam yang ada di tanah Papua, di tanah Papua keluar emas di mana-mana mungkin ini yang melatarbelakangi konflik," katanya.
Monopoli masyarakat luar Papua, lanjut dia, juga salah satu penyebab rakyat Papua marah dan ingin mengusir mereka yang bukan asli warga Papua dari tanah Papua.
"Kemudian monopoli rakyat sipil ditendang keluar, dia diusir dengan senapan, kalau satu kali sabar dua kali sabar, tiga kali sabar, kalau empat kali sabar itu binatang. Lawan," tutur dia.
Jimmy menolak apabila dialog yang selama ini rakyat Papua idam-idamkan adalah untuk melobi pemerintah agar Papua bisa keluar dari Indonesia. Dia menambahkan, rakyat Papua hanya ingin merdeka dari kemiskinan dan ketertinggalan bukan merdeka untuk memisahkan diri dari Tanah Air.
"Kami mau merdeka, merdeka dari kemiskinan dari keterbelakangan, untuk mensejahterakan anak cucu kami, jangan lagi ada dominasi negara, jangan lagi ada undang-undang untuk menjustifikasi keserakahan, beri ruang untuk rakyat Papua," tandasnya.
[ded]
Blogger Comment
Facebook Comment