Mahasiswa Papua duduk di depan gerbang masuk kantor DPR RI di Jakarta. Foto: Ist. |
Dalam aksi yang dikawal ketat aparat keamanan negara Indonesia dari berbagai kesatuan ini, secara bergantian, para massa aksi berorasi, dengan tuntutan mereka, tutup Freeport Indonesia, tutup semua perusahaan lain di atas tanah Papua dan menuntut hak untuk bangsa Papua menentukan nasib sendiri.
Hal ini juga ditegaskan Wenas Kobogau, juru bicara aksi.
"Kami tuntut Freeport dan sejumlah perusahaan asing yang ada di tanah Papua ditutup, karena tidak memberikan manfaat bagi orang Papua selama ini. Hanya pembunuhan, penganiayaan, perampasan tanah adat yang ada," teriak Kobogau dalam orasinya.
Menurut Wenas, perusahaan demi keuntungan merugikan masyarakat adat. Pemerintah yang melihat ini membiarkan begitu saja karena dapat bagian keuntungan. Militer Indonesia menjadi anjing-anjing penjaga yang melindungi eksploitasi.
"Rakyat asli Papua, pemilik tanah Papua ini yang selalu dirugikan. Kami minta Freeport tutup. Peruhsaan-perusahaan asing tutup. Semua militer angkat kaki dari tanah Papua. Berikan hak bagi bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri," teriak Wenas lagi.
Polisi, Brimob dengan senjata dan gas air mata yang mengawal ketat aksi ini tak berhasil bernegosiasi dengan massa aksi untuk menghentikan aksi, dan terlihat memprovokasi. Beberapa saat kemudian, terjadi bentrok. Polisi dan massa aksi saling lempar.
Sebelumnya, seorang anggota DPR RI datang menemui para mahasiswa, tetapi kemudian pergi lagi tanpa memberikan keterangan.
Menurut data yang dihimpun, ia ditolak mahasiswa Papua dengan alasan tak percaya lagi kepada DPR RI dan pemerintah Indonesia.
Anggota DPR RI asal Papua, Willem Wandik, datang menemui massa aksi. Wandik berjanji akan melanjutkan suara para mahasiswa dalam forum di Komisi VII.
"Saya akan berdiskusi dengan teman-teman anggota dewan yang lain terkait tuntutan masyarakat Papua, karena itu saya akan kembali ke dalam gedung DPR RI," kata Wandik kepada mahasiswa.
Untuk diketahui, permintaan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe untuk membangun smelter di Papua tidak didengar oleh negara Indonesia dan pihak PT Freeport dengan membangun smelter di Gresik, Jawa Timur. Alasannya, kata wakil presiden RI, Jusuf Kalla, tak tersedianya listrik di Papua.
Mahasiswa Papua menolak walau smelter dibangun di Papua, karena Freeport, perusahaan lain di Papua, militer Indonesia dituduh menjadi dalang kejahatan terhadap kemanusiaan di tanah Papua.
"Tuntutan kami tetap, Freeport dan semua perusahaan lain di tanah Papua angkat kami, dan kami ingin kemerdekaan bangsa Papua," tegas salah seorang mahasiswa saat demonstrasi. (BT/014/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com
Blogger Comment
Facebook Comment