Cita Rahayu (20) alias Cita Citata dan Tokoh Papua, John Gluba Gebze. Foto: Ist. |
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Artis karoke plus-plus dan penyanyi dangdut Cita Rahayu (20) alias Cita Citata mengeluarkan pernyataan yang isinya menghina orang Papua di salah satu TV swasta nasional yang ditonton jutaan mata.
Bagaimana Cita Citata Menghina Orang Papua?
Belum lama ini, Cita Citata mendapat kesempatan tampil di salah satu stasiun TV swasta nasional pada program infotainment. Sesaat sebelum tampil, Cita Citata dimake-up.
Saat dimake-up dan mengenakan kostum adat Papua, mulut Cita kepleset dan menyatakan, "Cantik masih tetap, harus dicantikin mukanye. Nggak kayak Papua kan?"
John Gluba Gebze Menyomasi Cita Citata
Penghinaan berbau SARA ini ditanggapi serius oleh tokoh Papua, John Gluba Gebze. John Gluba Gebze menganggap tidak pantas saat Cita memakai busana Papua dengan hiasan bulu burung Cenderawasih mengungkapkan kata-kata penghinaan bagi orang Papua.
Menurut John Gluba Gebze, perkataan Cita di depan publik tersebut telah melecehkan warga Papua. "Dia (Cita Citata) kan tampil memakai atribut budaya Papua dengan burung Cenderawasih. Tapi kami merasa tidak nyaman dengan kata-katanya itu," kata John, Minggu (15/2/15) kemarin dikutip, tribunnews.com.
Bahkan, dikabarkan, mantan Bupati Merauke ini telah menunjuk pengacara, H Deddy Djunaedi untuk menyomasi Cita.
Kini, Deddy ingin mengonfirmasi maksud wanita kelahiran Bandung itu atas ucapannya yang kontroversial tersebut. Tidak cuma somasi, dia juga berencana melaporkan masalah itu ke Komisi X DPR, Komnas HAM, dan Cyber Crime Polda Metro Jaya.
"Kami akan coba koordinasi dengan Komisi X, Komnas HAM, Cyber Crime Polda Metro Jaya dengan menggunakan UU ITE dan Pasal 28 Ayat 2 junto Pasal 45 Ayat 2 UUD No 11 Tahun 2008," kata dia.
Ini Komentar dan Aktivis HAM Dewan Adat
Dewan Adat Wilayah Meepago dan Aktivis Hak Asasi Manusia Papua angkat bicara soal penghinaan ini.
Salah aktivis Hak Asasi Manusia Papua yang kini menyelesaikan magister Resolusi Konflik dan Perdamaian di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Marko Oktovianus Pekey menilai pernyataan Cita Citata adalah stereotype orang Melayu kepada orang Melanesia di Papua yang belum juga usai.
"Ini adalah bagian dari stereotype atau pandangan negatif tentang orang Papua oleh orang Indonesia. Hal ini telah berlangsung lama. Ini yang sempat diungkapkan. Jadi, sekarang kita pikirkan bagaimana hilangkan stereotype ini dari negara yang berbhinneka ini," kata Pekey, Senin (16/02/15).
Ia menjelaskan, perlakuan dan ungkapan yang rasial dan tidak manusiawi oleh orang Melayu yang mayoritas kepada orang Melanesia di Papua yang minoritas telah lama berlangsung di Indonesia.
"Itu muaranya rasial yang sebenarnya tidak perlu dibangun. Kalau cara-cara ini masih terus dibangun, maka orang Papua selalu akan berpikir bahwa tidak diterima dalam negara Indonesia. Apalagi orang Papua minoritas dan masalah politik Papua belum selesai selama 50-an tahun ini," tuturnya.
Karena itu, aktivis HAM dari Gereja Katolik Papua ini mengatakan mendukung upaya yang dilakukan oleh John Gluba Gebze.
"Saya secara pribadi sangat mendukung dan juga orang Papua mesti mendukung untuk membongkar stereotype yang terbangun dalam negera ini," katanya.
Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah Meepago, Ruben Edoway mengungkapkan hal senada dengan Marko Oktovianus Pekey.
"Ini bukan baru pertama kali. Ini oleh artis dan dalam aspek budaya. Dia rasa, dia punya budaya yang lebih baik. Dia rasa, ekspresi budaya orang Papua adalah sesuatu yang menjijikan. Itu penghinaan harga diri," katanya sore tadi.
Lebih lanjut dijelaskan, sebenarnya penghinaan Indonesia atas orang Papua tidak hanya di bidang kebudayaan, pelecehan Indonesia atas orang Papua itu telah berlangsung lama di berbagai bidang.
"Ini bukan hal baru, hanya orang Papua yang tahan banting. Terima saja dilecehkan, tidak ada sikap. Kami DAP Meepago mendukung upaya hukum yang diajukan oleh John Gluba Gebze," kata Ruben.
Salah satu aktivis di Jayapura, siang tadi, menuturkan, pihaknya mendukung upaya yang dilakukan John Gluba Gebze atas pelecehan. Tetapi, ia mengingatkan, tidak perlu ada motivasi tertentu.
"Kami dukung tapi harus murni," kata aktivis yang tak ingin namanya disebutkan itu.
"Seakan Kitorang Setengah Binatang"
Belum lama ini, seorang tahanan politik Papua yang telah berada 10 tahun lebih dipenjara Indonesia di Jayapura, Filep Karma mengungkapkan perlakuan cara pandang dan perlakuan Indonesia atas orang Papua ini. Ia menceritakan pengalamannya dalam bukunya berjudul, "Seakan Kitorang Setengah Binatang".
Ia adalah ungkapan kuat yang menjelaskan 52 tahun salah penanganan Papua Barat oleh pemerintah Indonesia. Faktanya, hingga hari ini, orang Papua Barat diperlakukan 'setengah binatang' di seluruh pelosok Tanah Papua. (Yermias Degei/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com
Blogger Comment
Facebook Comment