Pendeta Sokratez Sofyan Yoman dan
Pendeta Benny Giyai. Foto:
Hendrikus Yeimo
|
Jayapura,-- Forum Kerja
Pimpinan Gereja Papua (FKPGP) menilai, Kapolda Papua Irjen (Pol) Tito Karnavian
gagal mengungkap aktor kekerasan di tanah Papua. Kapolda didesak
menindaklanjuti pernyataan Kapolda sebelumnya yang menyatakan akan mengungkap
pemasok senjata illegal di tanah Papua.
Desakan
disampaikan, FKPGP, Ketua Persekutuan Gereja Gereja Baptis di Papua, Pendeta Sokratez
Sofyan Yoman dan Ketua Sinode Kingmi Papua,
Pendeta Benny Giyai pada Jumpa Pers di toko buku Yoman Ninom Jalan Tabi Tobati Kota
Raja, Jayapura, Papua Rabu, (06/03).
"Semua orang jadi
takut karena semua orang bisa membeli senjata dan tembak-menembak sembarang.
Kapolda Papua harus ungkap pemasok senjata di Papua dan menangkap agar kasih
dan damai itu tercipta,"kata Benny.
Ia khawatir, jika senjata bisa beredar sembarang, persoalan
kecil apa pun nanati saling tembak menembak. "Kalau beginikan semua tidak aman. Maka,
kami sangat berharap, Kapolda Papua untuk mengungkapakan para pemasok. Jika tidak,
semua penembakan dialamatkan ke TPN/OPM dan TNI/Polri,"ungkapnya.
Yoman dan Benny mengatakan, rasa keprihatinan atas
kekerasan yang terus berlanjut sejak 1963 ini sudah disampaikan oleh umat Tuhan
di Papua melalui (1) Musyawarah Majelis
Rakyat (MRP) Papua dan Masyarkat Asli Papua pada 9-10 Juni 2010; (2) Komunike
bersama pimpinan gereja di Papua pada 10 Januari 2011; (3) deklarasi teologi para
pimpinan gereja 26 Januari 2011; dan (4) pesan profetis pimpinan gereja Papua
kepada Presiden RI 16 Desember 2011 di Cikeas Jakarta.
Katanya, keprihatinan yang sama juga disampaikan oleh negara-negara
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat, Inggris, Swiss,
Kanada, Norwegia, Korea Selatan, Jepang, Prancis, Jerman, Meksiko, Selandia,
Baru, Australia, Spanyol, dan Italia dalam Sidang HAM PBB, 23 Mei 2011 di
Genewa, Swiss.
Namun, kata Yoman dan Benny, hingga saat ini belum juga ada upaya-upaya
dari negara untuk atasi kekerasan yang terus berlanjut di tanah Papua. Dikatakan, pemerintah dan
aparat keamanan Indonesia menjadi bagian dari masalah kekerasan ini.
Dinilai, kekerasan
di Papua negara ciptakan, pelihara, dan biarkan untuk melegitimasi kekerasan-kekerasan
selanjutnya di tanah Papua. Kekerasan dibiarkan untuk kepentingan memperkuat
institusi keamanan di tanah Papua.
Perkembangan ini
dinilai sebagai pencerminan the generatif politic yang ditulis oleh Nugroho di The Jakarta Post, 10 Juli 2012. The Generatif Politic
menurut Pak Nungroho adalah pandangan-pandangan politik dan anggapan-anggapan
yang melumpuhkan dan memperburuk kondisi masyarakat Papua yang dilaksanakan
mendasari kebijakan publik oleh pemerintah Indonesia di Papua selama 50
tahun.
Untuk itu, FKPGP
meminta pemerintah dan aparat kemanan segera kembali ke cita cita awal pendiri
negara Indonesia dengan mengungkapkan dan menghentikan penjualan senjata dan
amunisi secara illegal yang terjadi di tanah Papua.
Diminta juga, peristiwa
penembakan dan pembunuhan anggota TNI dan warga sipil di Papua belum lama ini dilihat
secara utuh.
"Tidak hanya
berhububungan dengan Pemilihan Bupati Kabupaten Puncak. Kekerasan ini adalah
bagian dari kebijakan negara untuk pembangunan infrastruktur TNI dan Polri di
pegunungan dalam rangka memperkuat peresmian Kodim 1714 Puncak Jaya. Juga,
meningkatkan jumlah belanja aparat keamanan dan mengkriminalisasi perjuangan
damai rakyat Papua di tingkat komunitas internasional,"kata mereka.
Benny dan Yoman
juga menilai Pemerintah Indonesia sangat diskriminatif menyikapi aspirasi
rakyat Papua dalam hal dialog damai. Maka, Pemerintah Indonesia didesak segara membuka ruang dialog tanpa
sayarat dan dimediasi oleh pihak ketiga seperti yang digelar antara Indonesia dengan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pada kesempatan itu, Benny dan Yoman menghimbau kepada
semua komponen di Papua mempelajari Undang-Undang TNI/POLRI untuk mengawasi
perilaku kejahatan dan kebijakan pemerintah dan aparat keamanan Indonesia di
Papua.
Pendeta Benny dan Yoman juga mengimbau
dan meminta kepada seluruh umat Tuhan di Papua untulk tidak tergiur membeli
senjata dan amunisi yang ditawarkan oleh pihak-pihak yang ingin menghancurkan
perjuangan damai Papua.
"Mari kita hentikan
proses-proses pemusnahan etnis kita sendiri dengan membeli senjata. Kita tempuh
jalan damai. Kalau ada yang jual senjata kita tolak melaporkan kepada pihak
yang berwajib, siapa-siapa yang menawarkan senjata dan amunsi,"ajaknya.
Kata Benny, senjata kita hari
ini adalah menulis buku, sekolahkan anak-anak kita dengan benar. "Zaman
kekerasan telah berakhir. Ini zaman perjuangan damai. Semua pihak harus
menempuh jalan damai,"harapnya. (MS)
Editor : Yermias Degei
Blogger Comment
Facebook Comment