Dengan hormat,
Kami, warga negara Republik Indonesia amat mengkhawatirkan perkembangan situasi penegakan hak asasi manusia di Papua. Papua merupakan peta retak atas penghargaan status negara Indonesia dan luputnya jaminan konstitusi bagi rakyatnya. Papua adalah potret ketidakadilan. Papua menjadi ladang subur kekerasan, ketika negara lebih memilih untuk menghadirkan aparat keamanan dalam skala masif, ketimbang meningkatkan derajat warga Papua setara dengan warga negara Indonesia lainnya. Tindakan kekerasan adalah wajah keseharian yang luput dari koreksi kehidupan pembangunan bernegara.
Dalam sebulan terakhir, kekerasan semakin meningkat. Diawali dengan aksi demonstrasi buruh PT Freeport menuntut peningkatan kesejahteraan yang dijawab dengan pengerahan pasukan keamanan berlebihan. Dua orang buruh yang tewas dalam aksi demonstrasi serta seorang intel polisi kritis telah menunjukkan fakta aktual yang tidak bisa kita abaikan. Hal ini diperburuk pula dengan penerapan logika keamanan berlebihan yang terlihat pada kasus penyerangan Kongres Rakyat Papua III. Dalam penyerangan tersebut ratusan orang ditangkap, 3 tewas dan 6 orang lainnya dituduh telah melakukan kegiatan subversif. Juga terjadi penembakan di mil 38-39 Timika yang menyebabkan 3 orang meninggal dunia dan 1 orang kritis. Terakhir, Kapolsek Mulia, Puncak Jaya juga meninggal akibat ditembak oleh pelaku yang belum diketahui.
Apa yang terjadi di Papua adalah buah dari kegagalan pemerintah Republik Indonesia untuk menghadirkan rasa keadilan, kesetaraan, jaminan hak sipil-politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya yang selama ini tidak pernah dinikmati oleh seluruh rakyat Papua. Tindakan pemerintah ini dikhawatirkan akan mendorong kekecewaan yang meluas di kalangan rakyat Papua.
Preseden ini juga menegaskan bahwa negara tidak pernah mewujudkan semangat Pancasila, khususnya sila kedua – kemanusiaan yang adil dan beradab - dan sila kelima – keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia- pada setiap kebijakan konsititusionalnya. Janji yang tidak pernah ditepati ini adalah bentuk pengingkaran fundamental atas nilai solidaritas dari etos berbangsa dan bertanah air.
Pengabaian negara pada hak-hak fundamental seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan kejam yang tidak manusiawi sekaligus merendahkan martabat manusia, hak untuk diperlakukan sebagai manusia dihadapan hukum, termasuk hak untuk mengungkapkan pikiran dan hati nurani warga negara Indonesia, termasuk Rakyat Papua.
Kami, warga negara Republik Indonesia meminta dengan tegas kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan persoalan di Papua dengan membangun dialog sejati yang damai yang menghormati martabat dan hak budaya rakyat Papua.
Kami meminta Presiden untuk memerintahkan kepada Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono segera menarik seluruh personel TNI non organic (non penjaga kemanan perbatasan) dari Tanah Papua. Gelar kekuatan berlebihan ini telah melanggar UU TNI dan tidak searah dengan kebijakan pemerintah yang menekankan pendekatan ekonomi sosial budaya untuk masyarakat Papua.
Kami meminta Presiden memerintahkan kepada Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo agar segera melindungi dan menciptakan rasa aman di tengah rakyat Papua. Presiden harus memerintahkan Kapolri untuk mengevaluasi MoU antara Polda Papua dan PT. Freeport terkait dengan pengamanan yang telah menempatkan personil TNI/Polri sebagai satgas Objek Vital. Bisnis pengamanan di PT. Freeport mendorong penciptaan kekerasan dan penegakan hukum yang tidak objektif.
Kami, warga negara Republik Indonesia amat mengkhawatirkan perkembangan situasi penegakan hak asasi manusia di Papua. Papua merupakan peta retak atas penghargaan status negara Indonesia dan luputnya jaminan konstitusi bagi rakyatnya. Papua adalah potret ketidakadilan. Papua menjadi ladang subur kekerasan, ketika negara lebih memilih untuk menghadirkan aparat keamanan dalam skala masif, ketimbang meningkatkan derajat warga Papua setara dengan warga negara Indonesia lainnya. Tindakan kekerasan adalah wajah keseharian yang luput dari koreksi kehidupan pembangunan bernegara.
Dalam sebulan terakhir, kekerasan semakin meningkat. Diawali dengan aksi demonstrasi buruh PT Freeport menuntut peningkatan kesejahteraan yang dijawab dengan pengerahan pasukan keamanan berlebihan. Dua orang buruh yang tewas dalam aksi demonstrasi serta seorang intel polisi kritis telah menunjukkan fakta aktual yang tidak bisa kita abaikan. Hal ini diperburuk pula dengan penerapan logika keamanan berlebihan yang terlihat pada kasus penyerangan Kongres Rakyat Papua III. Dalam penyerangan tersebut ratusan orang ditangkap, 3 tewas dan 6 orang lainnya dituduh telah melakukan kegiatan subversif. Juga terjadi penembakan di mil 38-39 Timika yang menyebabkan 3 orang meninggal dunia dan 1 orang kritis. Terakhir, Kapolsek Mulia, Puncak Jaya juga meninggal akibat ditembak oleh pelaku yang belum diketahui.
Apa yang terjadi di Papua adalah buah dari kegagalan pemerintah Republik Indonesia untuk menghadirkan rasa keadilan, kesetaraan, jaminan hak sipil-politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya yang selama ini tidak pernah dinikmati oleh seluruh rakyat Papua. Tindakan pemerintah ini dikhawatirkan akan mendorong kekecewaan yang meluas di kalangan rakyat Papua.
Preseden ini juga menegaskan bahwa negara tidak pernah mewujudkan semangat Pancasila, khususnya sila kedua – kemanusiaan yang adil dan beradab - dan sila kelima – keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia- pada setiap kebijakan konsititusionalnya. Janji yang tidak pernah ditepati ini adalah bentuk pengingkaran fundamental atas nilai solidaritas dari etos berbangsa dan bertanah air.
Pengabaian negara pada hak-hak fundamental seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan kejam yang tidak manusiawi sekaligus merendahkan martabat manusia, hak untuk diperlakukan sebagai manusia dihadapan hukum, termasuk hak untuk mengungkapkan pikiran dan hati nurani warga negara Indonesia, termasuk Rakyat Papua.
Kami, warga negara Republik Indonesia meminta dengan tegas kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan persoalan di Papua dengan membangun dialog sejati yang damai yang menghormati martabat dan hak budaya rakyat Papua.
Kami meminta Presiden untuk memerintahkan kepada Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono segera menarik seluruh personel TNI non organic (non penjaga kemanan perbatasan) dari Tanah Papua. Gelar kekuatan berlebihan ini telah melanggar UU TNI dan tidak searah dengan kebijakan pemerintah yang menekankan pendekatan ekonomi sosial budaya untuk masyarakat Papua.
Kami meminta Presiden memerintahkan kepada Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo agar segera melindungi dan menciptakan rasa aman di tengah rakyat Papua. Presiden harus memerintahkan Kapolri untuk mengevaluasi MoU antara Polda Papua dan PT. Freeport terkait dengan pengamanan yang telah menempatkan personil TNI/Polri sebagai satgas Objek Vital. Bisnis pengamanan di PT. Freeport mendorong penciptaan kekerasan dan penegakan hukum yang tidak objektif.
Kami, menuntut adanya penyelidikan perkara secara
akuntabel, mengedepankan rule of law dan prinsip-prinsip hak asasi
manusia atas setiap praktik pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.
Kami, menuntut dihadirkannya keadilan yang bermartabat sekaligus memulihkan hak-hak para korban di Papua yang selama ini terlanggar haknya.
Kami akan selalu mendukung dialog damai bagi Papua. Kami juga akan selalu memberikan dukungan moriil kepada saudara-saudara kita di Papua, untuk tetap berjuang meraih kesetaraan di negeri ini.
Demikian aspirasi politik kami sebagai Warga Negara Indonesia yang dijamin oleh Konstitusi dan berdasar pada Pancasila sebagai dasar negara.
Kami, menuntut dihadirkannya keadilan yang bermartabat sekaligus memulihkan hak-hak para korban di Papua yang selama ini terlanggar haknya.
Kami akan selalu mendukung dialog damai bagi Papua. Kami juga akan selalu memberikan dukungan moriil kepada saudara-saudara kita di Papua, untuk tetap berjuang meraih kesetaraan di negeri ini.
Demikian aspirasi politik kami sebagai Warga Negara Indonesia yang dijamin oleh Konstitusi dan berdasar pada Pancasila sebagai dasar negara.
Hormat kami,
(Warga Negara Indonesia)
JATAM, INFID, SETARA INSTITUT, KIARA, WALHI, VHR MEDIA, YLBHI,
IDSPS, IMPARSIAL, ELSAM, SNUP , ANBTI, SAWIT WATCH, DEMOS, LBH JAKARTA, KOMISI HAK KWI, PGI, HRWG, ICTJ, IKOHI, KPA, LEMBAGA BHINEKA, IKOHI JATIM, KAMPAK PAPUA, FOKER LSM PAPUA, ALDP, GAYA NUSANTARA, C’MARS, CIS TIMOR, NTT POLICY FORUM,
ED WALHI NTT, BENGKEL APPeK KUPANG, YAYASAN CEMARA KUPANG, PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJ, PRAXIS,
, SOLIDARITAS PERJUANGAN UNTUK BURUH FREEPORT,
FEDERASI KONTRAS (JAKARTA, SULAWESI, NUSA TENGGARA, ACEH, SUMATERA UTARA, SURABAYA, PAPUA)
(Warga Negara Indonesia)
JATAM, INFID, SETARA INSTITUT, KIARA, WALHI, VHR MEDIA, YLBHI,
IDSPS, IMPARSIAL, ELSAM, SNUP , ANBTI, SAWIT WATCH, DEMOS, LBH JAKARTA, KOMISI HAK KWI, PGI, HRWG, ICTJ, IKOHI, KPA, LEMBAGA BHINEKA, IKOHI JATIM, KAMPAK PAPUA, FOKER LSM PAPUA, ALDP, GAYA NUSANTARA, C’MARS, CIS TIMOR, NTT POLICY FORUM,
ED WALHI NTT, BENGKEL APPeK KUPANG, YAYASAN CEMARA KUPANG, PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJ, PRAXIS,
, SOLIDARITAS PERJUANGAN UNTUK BURUH FREEPORT,
FEDERASI KONTRAS (JAKARTA, SULAWESI, NUSA TENGGARA, ACEH, SUMATERA UTARA, SURABAYA, PAPUA)
sumber : http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1398
Blogger Comment
Facebook Comment