Pastor Nato Gobay bersama umat Tuhan di Nabire (Foto: Yermias Degei) |
Oleh: Jhon NR Gobay*
Hari ini, sekitar pukul 12.30 Waktu Papua, saya mendapat kabar "kepergian" Wakil Uskup Timika, Pastor Nato Gobay, Pr. Saya, dan seantero rakyat Papua Barat merasa sangat kehilangan; kehilangan seorang gembala umat yang selama ini menjadi sahabat kaum tertindas.
Nato, yang adalah keluarga dekat saya, lahir di dusun Woubutu, dibesarkan dalam keluarga Tonowi (kepala suku) di wilayah itu. Jabatan Pastor merupakan status yang terpandang, status yang juga menjadi pelayan, dermawan bagi orang-orang yang tidak mampu, dan menjadi contoh bagi anak-anak muda dalam Suku Mee/Ekagi.
Dengan darah Tonowi yang mengalir dalam tubuhmu itu, engkau menjadi seorang pelayan pendidikan, sebagai seorang Guru bagi generasi Suku Moni/Migani pada tahun 70-an.
Karena merasa ingin melayani umat/jemaat Tuhan dalam berbagai bidang, engkau putuskan untuk menjadi seorang Imam dalam Gereja Katholik, sehingga akhirnya ditahbiskan sebagai seorang imam di Paroki asalmu, Paroki Santo Yusuf Enarotali, di pinggiran Danau Paniai, tepat pada perayaan 50 Tahun Gereja Katolik masuk di Paniai.
Karena tahbisan itu engkau disebut Pastor NATALIS GOBAI, Pr, yang lebih akrab dipanggil Pastor NATO GOBAI, Pr. Engkau sebagai seorang Imam, yang selalu dalam kehidupan sehari-hari meninggalkan pastoran dan seremonial gereja tanpa melupakan tugas melayani ibadah dan sakramen lainnya dan engkau mempraktekan ajaran sosial Gereja Katolik yang sesungguhnya.
Pastor Nato, engkau telah menjadi salah satu INSPIRATOR gerakan masyarakat adat suku Amungme dan Kamoro di Timika untuk melawan PT Freeport yang akhirnya telah menjadi sebuah kebangkitan baru gerakan perlawanan masyarakat adat Papua.
Banyak hal yang telah engkau buat di sana, saat itulah Tanah Papua telah mengetahui nama besarmu, Pastor Nato, seorang pastor yang lantang di atas altar maupun di luar gereja, dan bicara tentang penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua.
Banyak hal yang pernah engkau lakukan di tanah Amungsa, antara lain, mendorong anak-anak Amungme di kota Timika akan pentingnya pendidikan dan membangun Sekolah Menengah Pertama Yayasan Pendidikan dan Pelayanan Katholik Bernadus Timika, dan mendorong dibentuknya Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (LEMASA) Timika.
Kau juga mendampingi ibu Yosepha Alomang, untuk membicarakan dan memperjuangkan penegakan HAM bagi masyarakat adat Amungme, bersama dengan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mendorong Yosepha untuk tetap eksis, dan berhasil menerima sejumlah penghargaan di bidang HAM.
Engkau juga menjadi inspirator perlawanan di Biak dan sekitarnya, negeri yang banyak orang terdidik, namun Pastor Nato telah hadir dan memberikan sebuah pencerahan bagi masyarakat adat di kota karang panas.
Karena karyamu engkau diberikan Perhargaan Yap Thiam Hien, sebagai penghargaan atas penegakan HAM yang selama tahun-tahun 1991-2006.
Di masa tuamu engkau pulang ke negeri dekat tanah airmu, dengan suaramu yang lantang, kritis dan tegas engkau menjadi seorang inspirator, seorang yang kritis dan peduli akan ketidakadilan, kekerasan.
Engkau telah mencanangkan gerakan pemberatan miras dan perang terhadap HIV/AIDS, seakan-akan engkau akan hidup yang lama, padahal inspirasimu itu kini hanya tinggal cerita yang akan dikenang.
Api perlawanan yang engkau nyalakan belum membesar, Tuhan memanggil Engkau.... Pastor, seperti, Yohanes yang berseru-seru di padang gurun, engkau telah berseru dengan suaramu yang lantang, dari altar ke altar, dari panggung ke panggung.
Kini engkau telah pergi, engkau tidak akan lagi berdiri bersama pejuang HAM lainnya untuk bicara dengan tegas dan lantang. Pastor, engkau pergi dan pergi untuk selamanya, Nato engkau telah meninggalkan nama besarmu PASTOR NATO GOBAI, Pr.
Ajaran sosial Gereja mengajarkan kepada kita untuk disiplin, menjaga kebersihan, berbicara untuk keadilan dan perdamaian, Nato telah mengajarkan kepada kita tentang konsistennya untuk bersuara lantang bagi yang lemah, yang dikorbankan oleh sistem, maupun oleh institusi.
Engkau juga menjadi pelita dalam memperjuangkan kondisi ketidakadilan yang harus disuarakan dan dilakukan dengan tidak hanya berkotbah, namun dilakukan dengan cara-cara advokasi dan lobby yang bermartabat.
Pastor Nato juga memberikan sebuah pelajaran untuk, dan agar dapat memaknai cinta kasih yang sesungguhnya, dengan selalu berpihak kepada manusia lain yang lemah, karena dalam manusia kasih kepada Tuhan menjadi nyata.
Seperti apa yang Yesus bersabda, “Marilah kepadaKU hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”
Pastor Nato, seorang pejuang HAM yang konsisten, orang akan cerita, anak-anakmu dengan bangga akan bercerita, saudara-saudaramu dengan penuh kesedihan akan mengingatmu, semua sahabat dan umatmu akan selalu mengenang karya luhurmu, karya pelayananmu, hasil karyamu.
Pastor, engkau telah menjadi seorang Tokoh, pejuang di zaman ini. Kami merindukanmu, kami menyayangimu, namun Tuhan lebih menyayangimu.
SELAMAT JALAN PASTOR, SELAMAT JALAN PEJUANG HAM
*Jhon NR Gobay adalah keluarga Pastor Nato Gobay
Sumber : www.suarapapua.com
Hari ini, sekitar pukul 12.30 Waktu Papua, saya mendapat kabar "kepergian" Wakil Uskup Timika, Pastor Nato Gobay, Pr. Saya, dan seantero rakyat Papua Barat merasa sangat kehilangan; kehilangan seorang gembala umat yang selama ini menjadi sahabat kaum tertindas.
Nato, yang adalah keluarga dekat saya, lahir di dusun Woubutu, dibesarkan dalam keluarga Tonowi (kepala suku) di wilayah itu. Jabatan Pastor merupakan status yang terpandang, status yang juga menjadi pelayan, dermawan bagi orang-orang yang tidak mampu, dan menjadi contoh bagi anak-anak muda dalam Suku Mee/Ekagi.
Dengan darah Tonowi yang mengalir dalam tubuhmu itu, engkau menjadi seorang pelayan pendidikan, sebagai seorang Guru bagi generasi Suku Moni/Migani pada tahun 70-an.
Karena merasa ingin melayani umat/jemaat Tuhan dalam berbagai bidang, engkau putuskan untuk menjadi seorang Imam dalam Gereja Katholik, sehingga akhirnya ditahbiskan sebagai seorang imam di Paroki asalmu, Paroki Santo Yusuf Enarotali, di pinggiran Danau Paniai, tepat pada perayaan 50 Tahun Gereja Katolik masuk di Paniai.
Karena tahbisan itu engkau disebut Pastor NATALIS GOBAI, Pr, yang lebih akrab dipanggil Pastor NATO GOBAI, Pr. Engkau sebagai seorang Imam, yang selalu dalam kehidupan sehari-hari meninggalkan pastoran dan seremonial gereja tanpa melupakan tugas melayani ibadah dan sakramen lainnya dan engkau mempraktekan ajaran sosial Gereja Katolik yang sesungguhnya.
Pastor Nato, engkau telah menjadi salah satu INSPIRATOR gerakan masyarakat adat suku Amungme dan Kamoro di Timika untuk melawan PT Freeport yang akhirnya telah menjadi sebuah kebangkitan baru gerakan perlawanan masyarakat adat Papua.
Banyak hal yang telah engkau buat di sana, saat itulah Tanah Papua telah mengetahui nama besarmu, Pastor Nato, seorang pastor yang lantang di atas altar maupun di luar gereja, dan bicara tentang penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua.
Banyak hal yang pernah engkau lakukan di tanah Amungsa, antara lain, mendorong anak-anak Amungme di kota Timika akan pentingnya pendidikan dan membangun Sekolah Menengah Pertama Yayasan Pendidikan dan Pelayanan Katholik Bernadus Timika, dan mendorong dibentuknya Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (LEMASA) Timika.
Kau juga mendampingi ibu Yosepha Alomang, untuk membicarakan dan memperjuangkan penegakan HAM bagi masyarakat adat Amungme, bersama dengan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mendorong Yosepha untuk tetap eksis, dan berhasil menerima sejumlah penghargaan di bidang HAM.
Engkau juga menjadi inspirator perlawanan di Biak dan sekitarnya, negeri yang banyak orang terdidik, namun Pastor Nato telah hadir dan memberikan sebuah pencerahan bagi masyarakat adat di kota karang panas.
Karena karyamu engkau diberikan Perhargaan Yap Thiam Hien, sebagai penghargaan atas penegakan HAM yang selama tahun-tahun 1991-2006.
Di masa tuamu engkau pulang ke negeri dekat tanah airmu, dengan suaramu yang lantang, kritis dan tegas engkau menjadi seorang inspirator, seorang yang kritis dan peduli akan ketidakadilan, kekerasan.
Engkau telah mencanangkan gerakan pemberatan miras dan perang terhadap HIV/AIDS, seakan-akan engkau akan hidup yang lama, padahal inspirasimu itu kini hanya tinggal cerita yang akan dikenang.
Api perlawanan yang engkau nyalakan belum membesar, Tuhan memanggil Engkau.... Pastor, seperti, Yohanes yang berseru-seru di padang gurun, engkau telah berseru dengan suaramu yang lantang, dari altar ke altar, dari panggung ke panggung.
Kini engkau telah pergi, engkau tidak akan lagi berdiri bersama pejuang HAM lainnya untuk bicara dengan tegas dan lantang. Pastor, engkau pergi dan pergi untuk selamanya, Nato engkau telah meninggalkan nama besarmu PASTOR NATO GOBAI, Pr.
Ajaran sosial Gereja mengajarkan kepada kita untuk disiplin, menjaga kebersihan, berbicara untuk keadilan dan perdamaian, Nato telah mengajarkan kepada kita tentang konsistennya untuk bersuara lantang bagi yang lemah, yang dikorbankan oleh sistem, maupun oleh institusi.
Engkau juga menjadi pelita dalam memperjuangkan kondisi ketidakadilan yang harus disuarakan dan dilakukan dengan tidak hanya berkotbah, namun dilakukan dengan cara-cara advokasi dan lobby yang bermartabat.
Pastor Nato juga memberikan sebuah pelajaran untuk, dan agar dapat memaknai cinta kasih yang sesungguhnya, dengan selalu berpihak kepada manusia lain yang lemah, karena dalam manusia kasih kepada Tuhan menjadi nyata.
Seperti apa yang Yesus bersabda, “Marilah kepadaKU hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”
Pastor Nato, seorang pejuang HAM yang konsisten, orang akan cerita, anak-anakmu dengan bangga akan bercerita, saudara-saudaramu dengan penuh kesedihan akan mengingatmu, semua sahabat dan umatmu akan selalu mengenang karya luhurmu, karya pelayananmu, hasil karyamu.
Pastor, engkau telah menjadi seorang Tokoh, pejuang di zaman ini. Kami merindukanmu, kami menyayangimu, namun Tuhan lebih menyayangimu.
SELAMAT JALAN PASTOR, SELAMAT JALAN PEJUANG HAM
*Jhon NR Gobay adalah keluarga Pastor Nato Gobay
Sumber : www.suarapapua.com
Blogger Comment
Facebook Comment