Unjuk rasa para mahasiswa Papua (Jubi/Levi) |
Jayapura, 6/3—Proses pemilihan kepala
daerah (Pilkada) Gubernur Papua sudah dilalui, KPU Papua sudah pleno dan
menetapkan salah satu pasangan dari enam pasangan kandidat sebagai
pemenangnya. Saat ini, tinggal menunggu waktu pelantikan dan proses
hukum di Mahkamah Konstitusi dari adanya tuntutan lima pasangan kandidat
yang merasa belum “puas” saat proses Pilkada Gubernur Papua sebelumnya.
Hanya saja, terlepas hal itu, siapa pun nantinya yang akan dilantik
menjadi Gubernur Papua, ada pekerjaan besar yang menunggu untuk segera
dikerjakan bagi seorang gubernur yang baru dan jajarannya, termasuk
pihak terkait lainnya. Pekerjaan besar ini merupakan pekerjaan rumah
dari pemerintah Papua sebelumnya, yang harus dituntaskan.
Misalnya saja, pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus)
bagi Papua hingga kini belum berjalan baik. Sebab tujuan dari Otsus
terkait kesejahteraan masyarakat dan masalah politik lainnya belum
sepenuhnya terlihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat di Papua.
Bahkan banyak pihak yang menilai, pelaksanaan Otsus terancam gagal.
Sementara Otsus bagi Papua tinggal delapan tahun sejak diberlakukan dari
tahun 2001 lalu.
Tanda-tanda Otsus dianggap terancam gagal, diantaranya masih ada
warga yang belum puas terkait situasi politik di Papua. Masih sering
terjadi serangan bersenjata dari kelompok yang selama ini dianggap
separatis oleh pemerintah. Bahkan belum lama ini, situasi Papua kembali
memanas dengan kasus tewasnya delapan anggota TNI dan empat warga sipil
yang ditembak orang tak dikenal di Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten
Puncak, pada 21 Februari 2013 lalu. Kasus ini membuat Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) langsung memimpin rapat terbatas bersama jajaran
menterinya membahas situasi Papua itu.
Sebelumnya, memang Presiden SBY melalui Dewan Pertimbangan Presiden
(Watimpres) yang dipimpin Albert Hasibuan dari Bidang Hukum dan HAM
telah melakukan kunjungan ke Papua terkait penyelesaian masalah Papua
pada September 2012 lalu. Hasilnya, Albert mengaku sudah memberikan
pertimbangannya ke Presiden SBY, terkait penyelesaian masalah Papua itu.
Menurut Albert, tiga hal penting yang direkomendasi pihaknya ke
Presiden SBY terkait penyelesaian masalah Papua, yakni: perlu secepatnya
ada dialog Papua-Jakarta, Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) bagi
Papua agar dilaksanakan sepenuhnya, baik jajaran pemerintah di daerah,
maupun pemerintah pusat. Terus, KPK harus turun langsung ke Papua,
karena banyak rakyat Papua mengeluh terhadap bagaimana
pertanggungjawaban dana Otsus selama ini.
Di tengah persoalan ini, Pemerintah Daerah Provinsi Papua malah
justru akan berencana melakukan Expo Papua (Pameran Pembangunan Papua)
di Jakarta pada 3-7 April mendatang dengan menggunakan jumlah dana yang
cukup besar. Sebab pemeran ini melibatkan semua Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) di Papua, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Menurut
Plt. Sekda Papua, Elia Loupatty, pameran merupakan jawaban akan kritikan
dari berbagai kalangan soal pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) yang
dinilai tak berhasil.
Tapi berbagai kritikan terhadap rencana pameran ini mulai muncul.
Misalnya saja, salah satu akademisi dari Universitas Negeri Papua,
Manokwari, Provinsi Papua Barat, Musa Sombuk. “Keberhasilan Otsus mana
yang hendak dipamerkan. Bagi saya, tidak ada keberhasilan yang kelihatan
selama ini untuk dipamerkan,” tuturnya. (www.tabloidjubi.com, edisi Minggu, 1/3).
Malah menurut Musa, pemerintah hendak memamerkan dana Otsus yang
dipakai untuk membeli mobil dinas yang diganti menjadi kendaraan
pribadi, kemudian rumah pribadi yang mewah dan rumah dinas yang kemudian
dialihkan menjadi rumah pribadi. “Kedua keberhasilan ini yang bakal
dipamerkan pada pameran keberhasilan Otsus Papua, sebab dua keberhasilan
ini yang kelihatan,” katanya.
Apa yang dikatakan Musa ini bisa jadi ada benarnya. Sebab seharusnya
Pemerintah Daerah Papua lebih fokuskan dulu persoalan yang kini muncul,
seperti mengapa masih ada gejolak bersenjata di wilayah paling timur
Indonesia ini. Belum lagi masih banyak persoalan dasar yang masih terus
terjadi, misalnya soal pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan yang
juga sangat berpotensi membuat masalah lebih besar.
Terus jika hanya mau memamerkan keberhasilan pembangunan di Papua,
kenapa mesti harus jauh-jauh ke Jakarta? Kenapa tak dilakukan di Papua
saja dengan biaya yang mungkin lebih murah. Sebab jika pemerintah
mengatakan pameran ini adalah jawaban atas kritikan terhadap pelaksanaan
Otsus, justru di “negeri sendiri” di Papua-lah pemerintah harus
menjelaskan ke masyarakat soal itu, bukannya ke Jakarta. Jadi
seharusnya, pameran ini dilakukan di Papua, bukan di Jakarta. (Jubi/Levi)
Blogger Comment
Facebook Comment