Kantor MRP Papua (IST) |
Jayapura, 9/3 – Kepala Divisi Pelayanan
Hukum Lembaga Penelitian, Pengabdian dan Pengembangan Bantuan Hukum
(LP3BH) Manokwari, Papua Barat, Simon Banundi menilai polemik ditubuh
Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP-PB) memasuki Maret ini,
menyebabkan perpecahan. Polemik ini diduga bakal merusak kapasitas
kelembagaan.
“Kami melihat bahwa sepekan terakhir pada bulan maret ini polemik
internal lembaga MRP – PB telah menyebabkan perpecahan yang telah
merusak kapasitas dan kapabilitas kelembagaan,” tulis Simon melalui
catatan terlulisnya via surat elektronik kepada tabloidjubi.com, Sabtu (9/3).
Polemik ini membuat MRP-PB seakan melupakan posisinya sebagai roh
dari kebijakan Otonomi Khusus Papua. “Kami tentu merasa prihatin jika
permasalahan lembaga kultur ini diketahui sebagai akibat buruknya
kinerja pimpinan dan anggota,” tutur Simon. Kata dia, dalam persoalan
ini, para pimpinan dan anggota justru dalam menampilkan citra negatifnya
sebagai pejabat yang tidak layak,tak mampu dan tidak dewasa dalam
memimpin dan melaksanakan tugasnya dilembaga kultur ini.
“Kalau sampai terdapat dugaan yang didukung pembuktian yang kuat
terkait penyimpangan anggaran/keuangan MRP-PB. Menurut kami seharusnya
diberikan laporan penyimpangan tersebut kepada pihak berwenang atau
aparat penegak hukum,” ujarnya. Pasalnya, lembaga ini bukan lembaga
politik pemerintah dengan demikian memelihara dan membangun isu-isu yang
dapat merusak kredibilas lembaga.
Majelis Rakyat Papua adalah lembaga kultur orang asli Papua tapi juga
merupakan lembaga representatif kultur karena keterwakilan adat, agama
dan perempuan. Dengan demikian tak dibenarkan bila ada politik
pencitraan yang tengah dibangun oleh segelintir oknum di dalam dan atau
diluar lembaga ini untuk kepentingan tertentu.
Banundi mengatakan, apabila pada akhirnya anggota atau pimpinan
ketahuan tidak mampu, gagal atau memeiliki sejumlah kelemahan dalam
menjalankan tugas sebaiknya mundur dan meletakan jabatan. “Kalau tidak
mampu, baiknya menyerahkan jabatan ke pihak lain,” tuturnya.
Pihak-pihak yang ditunjukan juga harus keterwakilan resmi masyarakat
adat, agama dan perempuan mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
2004 tentang MRP memandatkan hal tersebut. Dia menambahkan, jika para
pejabat MRP -PB masih bersikukuh mempertahankan kapasitas dan jabatan
sebagai pejabat dinilai merupakan kecerobohan yang dapat merusak
kepercayaan rakyat. (Jubi/Musa)
Blogger Comment
Facebook Comment