Dr. Benny Giyai. Foto: Hendrikus Yeimo |
Jayapura, -- Ketua
Sinode Kingmi Papua, Benny
Giyai menghimbau orang Papua harus mulai membangun kultur baru dalam
menyikapi berbagai persoalan di tanah Papua.
Kata dia, kultur baru adalah membiasakan membaca, menulis, memahami isi
buku atau tulisan, berdialog, dan menulis lagi.
"Orang
tidak bisa menulis itu persoalan. Tapi, ketika kita banyak menulis, tapi orang membaca kah,
kalau membaca, orang mengerti kah, kalau orang mengerti orang berdialogkah.
Nah, setelah itu ia bisa bikin pikiran sendirikah,"kata Benny kepada majalahselangkah.com, usai Jumpa
Pers Forum Kerja Pimpinan Gereja Papua
(FKPGP) di toko buku Yoman Ninom Jalan Tabi Tobati Kota
Raja, Jayapura, Papua Rabu, (06/03).
Kata dia, kultur
kita
selama ini secara lisan. Agak berat untuk menulis.
Juga, mengungkapkan pikiran melalui
tulisan itu butuh kesabaran
dan terus menerus.
"Ini saatnya kita membangun kultur baru. Kita terus menerus menulis, membaca, mengerti isinya,
kemudian berdialog dan kembangkan
pikiran sendiri dalam
tulisan lagi. Inilah kultur baru,"kata Benny.
Menurut Benny, ketika sebuah bangsa ada dalam penjajahan, penjajah tidak akan berikan
pendidikan yang baik. Maka, kata dia, kesadaran akan ketertindasan ini akan
muncul melalui kultur baru.
"Kita
punya perjuangan ini, bagaimana meletakkan
pikiran kita kepada pikiran orang lain. Menulis itu satu dunia lagi. Kita harus
terus
menerus belajar. Orang Papua cepat menyerah.
Kita orang Papua tidak punya semagat juang. Intitusi gereja belum ciptakan
generasi yang berwatat. Saya sebut saya punya gereja ya, panas-panas tai ayam, "jelasnya.
Benny tegaskan, kita melihat
realita
dunia modern bahwa yang berkuasa adalah pena.
"Menulis
terus menerus menulis. Menulis baik itu keterampikan dan seni. Saya percaya
dunia ini diukur oleh buku. Buku bisa berubah. Kalau pakai batu, kayu, peluru
yang kamu beli tidak bisa. Itu hanya kita suruh tentara tambah pasukan di mulia
dan di mana-mana,"kata Doktor penulis buku itu. (MS)
Blogger Comment
Facebook Comment