Demontrasi penolakan Otsus Plus di Papua. Foto: Dok MS |
Jayapura, MAJALAH SLELANGKAH -- Penolakan atas revisi
Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang dikenal dengan
Rancangan Undang-Undang (RUU) Otonomi Khusus (Otsus) Plus oleh rakyat
Papua masih belum berhenti.
Rakyat Papua menilai, implementasi atas Undang-Undang Otsus selama 13 tahun ini telah gagal. Pernyataan kegagalan itu bahkan telah disampaikan rakyat Papua dalam bentuk mayat pada tahun 2007 dan 2010. Mereka meminta pemerintah Indonesia mencari jalan lain untuk penyelesaian konflik berumur 50-an tahun di tanah Papua.
Kemarin, Selasa (11/03/14) misalnya, Badan Eksekutif Mahasiswa PTN dan PTS se-Jayapura yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakyat (GempaR) Papua menggelar aksi lanjutan dari sejumlah aksi sebelumnya. Sebagai bentuk penolakan, GempaR bahkan membakar beberapa draf Otsus Plus kemarin.
Pada aksi-aksi penolakan Otsus Plus yang digelar sebelumnya bahkan terjadi penangkapan atas sejumlah mahasiswa di depan kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) Kota Raja Jayapura.
Siang tadi, Rabu, (12/03/14), GempaR kembali menggelar Jumpa Pers di Jayapura untuk penolakan atas Otsus Plus. Dalam Jumpa Pers itu, Koordinator GempaR, Yason Ngelia mengatakan, rakyat Papua telah mengembalikan Otonomi Khusus Papua sejak tahun 2010 secara resmi.
"Rakyat sudah kembalikan Otsus, jadi sampai kapan pun dan dalam bentuk apapun tetap tidak akan berguna," katanya.
Penolakan tidak hanya dari mereka (GempaR). Aktivis, akademisi, dan tokoh gereja di Papua menilai RUU Otsus Plus harus melalui sebuah proses konsultasi kepada rakyat Papua.
Tahun lalu (2013) misalnya, perwakilan 7 wilayah adat tanah Papua dalam Rapat Dengar Pendapat Orang Asli Papua yang digelar MRP telah menolak Otsus Plus dan meminta untuk dilakukannnya dialog JakartaPapua. Namun, tidak lama kemudian Ketua MRP, Timotius Murib mengeluarkan sebuah seruan ajakan untuk dukungan atas Otsus Plus.
Walaupun begitu, pembahasan atas draf Otsus Plus terus berlanjut. Dalam proses pembahasannya sempat terjadi pro-kontra. Namun itu hanya terjadi sebelum Selasa, (11/2/14) kemarin.
Pasalnya, Selasa, (11/2/14) kemarin di ruang rapat Departemen Dalam Negeri, tim asistensi draft Otsus Plus Papua dan Papua Barat telah menemuai titik temu. Dalam pembahasan itu keduanya sepakat membawa usulan tersebut hingga disahkan ke DPR RI.
Diberitakan, republika.co.id, pertemuan tersebut sempat memanas dan alot. Sebab, tim asistensi dari Provinsi Papua Barat yang dipimpin Sekda Ishak Hallat mempersoalkan draft tiga belas yang sebelumnya telah disetujui. Namun dari tim asistensi Papua yang diwakili Kabiro Pemerintahan, Sendius Wonda menjelaskan, draft tersebut sudah final.
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi berharap, persoalan otsus plus ini dapat segera selesai. Bila Gubernur Papua Barat, Abraham Octavianus Atururi enggan berkomentar atas usulan RUU Kepemerintahan tersebut, karena memang kajiannya belum selesai.
Dikutip di sana, sebelumnya Presiden telah menerima draft Otsus Plus Papua pada 28 Januari lalu. RUU tersebut akan menggantikan UU No.21 Tahun 2001 sebagai UU Pemerintahan Papua. Hanya saja, dalam draft tersebut belum tercantum tandatangan Gubernur Papua Barat, Abraham. Setelah disepakati oleh dua provinsi itu, Menteri Gamawan Fauzi akan melakukan haromonisasi.
Nah, kemungkinan besar Otsus Plus akan diterapkan di Papua, walaupun pemerintah di Papua dan Jakarta telah menyaksikan aksi-aksi penolakan dari rakyat Papua. Jika nanti dalam penerapannya masih seperti selama ini, apa solusi berikutnya? (Hendrikus Yeimo/GE/IST/03/MS)
Editor : Yermias Degei
Rakyat Papua menilai, implementasi atas Undang-Undang Otsus selama 13 tahun ini telah gagal. Pernyataan kegagalan itu bahkan telah disampaikan rakyat Papua dalam bentuk mayat pada tahun 2007 dan 2010. Mereka meminta pemerintah Indonesia mencari jalan lain untuk penyelesaian konflik berumur 50-an tahun di tanah Papua.
Kemarin, Selasa (11/03/14) misalnya, Badan Eksekutif Mahasiswa PTN dan PTS se-Jayapura yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakyat (GempaR) Papua menggelar aksi lanjutan dari sejumlah aksi sebelumnya. Sebagai bentuk penolakan, GempaR bahkan membakar beberapa draf Otsus Plus kemarin.
Pada aksi-aksi penolakan Otsus Plus yang digelar sebelumnya bahkan terjadi penangkapan atas sejumlah mahasiswa di depan kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) Kota Raja Jayapura.
Siang tadi, Rabu, (12/03/14), GempaR kembali menggelar Jumpa Pers di Jayapura untuk penolakan atas Otsus Plus. Dalam Jumpa Pers itu, Koordinator GempaR, Yason Ngelia mengatakan, rakyat Papua telah mengembalikan Otonomi Khusus Papua sejak tahun 2010 secara resmi.
"Rakyat sudah kembalikan Otsus, jadi sampai kapan pun dan dalam bentuk apapun tetap tidak akan berguna," katanya.
Penolakan tidak hanya dari mereka (GempaR). Aktivis, akademisi, dan tokoh gereja di Papua menilai RUU Otsus Plus harus melalui sebuah proses konsultasi kepada rakyat Papua.
Tahun lalu (2013) misalnya, perwakilan 7 wilayah adat tanah Papua dalam Rapat Dengar Pendapat Orang Asli Papua yang digelar MRP telah menolak Otsus Plus dan meminta untuk dilakukannnya dialog JakartaPapua. Namun, tidak lama kemudian Ketua MRP, Timotius Murib mengeluarkan sebuah seruan ajakan untuk dukungan atas Otsus Plus.
Walaupun begitu, pembahasan atas draf Otsus Plus terus berlanjut. Dalam proses pembahasannya sempat terjadi pro-kontra. Namun itu hanya terjadi sebelum Selasa, (11/2/14) kemarin.
Pasalnya, Selasa, (11/2/14) kemarin di ruang rapat Departemen Dalam Negeri, tim asistensi draft Otsus Plus Papua dan Papua Barat telah menemuai titik temu. Dalam pembahasan itu keduanya sepakat membawa usulan tersebut hingga disahkan ke DPR RI.
Diberitakan, republika.co.id, pertemuan tersebut sempat memanas dan alot. Sebab, tim asistensi dari Provinsi Papua Barat yang dipimpin Sekda Ishak Hallat mempersoalkan draft tiga belas yang sebelumnya telah disetujui. Namun dari tim asistensi Papua yang diwakili Kabiro Pemerintahan, Sendius Wonda menjelaskan, draft tersebut sudah final.
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi berharap, persoalan otsus plus ini dapat segera selesai. Bila Gubernur Papua Barat, Abraham Octavianus Atururi enggan berkomentar atas usulan RUU Kepemerintahan tersebut, karena memang kajiannya belum selesai.
Dikutip di sana, sebelumnya Presiden telah menerima draft Otsus Plus Papua pada 28 Januari lalu. RUU tersebut akan menggantikan UU No.21 Tahun 2001 sebagai UU Pemerintahan Papua. Hanya saja, dalam draft tersebut belum tercantum tandatangan Gubernur Papua Barat, Abraham. Setelah disepakati oleh dua provinsi itu, Menteri Gamawan Fauzi akan melakukan haromonisasi.
Nah, kemungkinan besar Otsus Plus akan diterapkan di Papua, walaupun pemerintah di Papua dan Jakarta telah menyaksikan aksi-aksi penolakan dari rakyat Papua. Jika nanti dalam penerapannya masih seperti selama ini, apa solusi berikutnya? (Hendrikus Yeimo/GE/IST/03/MS)
Editor : Yermias Degei
Sumber : www.majalahselangkah.com
Blogger Comment
Facebook Comment